BPN Garut Dilaporkan ke Polisi Karena Diduga Gadaikan Sertifikat Tanah

- 27 September 2021, 22:32 WIB
Kuasa Hukum Keluarga Osa Santosa, Hanung Prabowo menunjukan surat laporan polisi atas kasus maladministratif yang dilakukan pihak Kantor BPN Garut dan PPTKS Tarogong Kaler.
Kuasa Hukum Keluarga Osa Santosa, Hanung Prabowo menunjukan surat laporan polisi atas kasus maladministratif yang dilakukan pihak Kantor BPN Garut dan PPTKS Tarogong Kaler. /kabar-priangan.com/ Aep Hendy/

KABAR PRIANGAN - Diduga akibat terjadinya maladministrasi di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Garut serta Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) Kecamatan Tarogong Kaler, sengketa tanah yang melibatkan banyak warga di wilayah Kecamatan Tarogong Kaler berbuntut panjang.

Warga bahkan sudah membawa kasus ini ke ranah hukum dengan memberikan laporan resmi ke Polres Garut.

Kuasa Hukum keluarga Osa Santosa, pemilik lahan yang kini menjadi sengketa, Hanung Prabowo, menyebutkan sengketa yang saat ini terjadi pada tanah milik kliennya itu berawal dari adanya permainan kotor yang melibatkan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Garut.

Baca Juga: KABAR GEMBIRA, Pemkab Garut Gandeng BTN Fasilitasi Rumah Bagi ASN dan PPPK

Hal ini bermula dari sertifikat tanah milik kliennya yang sedang diproses di BPN yang tiba-tiba dinyatakan hilang akan tetapi kemudian ditemukan sudah dipegang pihak lain karena sudah digadaikan.

Dikatakan Hanung, kasusnya berawal pada sekitar tahun 1997-1998 dimana kliennya telah membeli bidang-bidang tanah di di Blok Awipoek dan Blok Panyambungan, Kelurahan Pananjung, Kecamatan Tarogong Kaler yang secara keseluruhan luasnya mencapai 6 hektar.

Setelah itu kliennya menyerahkan bukti surat-surat kepemilikan tanah tersebut ke Kantor BPN Garut dengan tujuan untuk dibuatkan dan diterbitkan sertifikat induk yang merupakan penggabungan dari bidang-bidang tanah yang telah dibelinya tersebut.

Baca Juga: Siapakah 'Orang Pintar' yang Menemukan Gibran yang Hilang di Gunung Guntur?

"Pada 1998, kemudian terbitlah SHM nomor 264 seluas kurang lebih 4,5 hektar. Saat itu klien kami sempat menanyakan kenapa hanya 4,5 hektare yang terbit SHM-nya, sedangkan yang sisanya seluas 1,5 hektare lagi tidak terbit tapi sat itu tak ada jawaban yang jelas dari pihak BPN," ujar Hanung, Senin 27 September 2021.

Setelah diterbitkannya SHM nomor 264 tersebut, tutur Hanung, pada tahun yang sama kliennya menyerahkan kembali sertifikat tersebut ke Kantor BPN Garut dengan tujuan untuk kepentingan proses splitsing.

Halaman:

Editor: Sep Sobar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x