"Namun karena tidak ada gerakan dari pemda, kami terpaksa turun tangan untuk melakukan penutupan karena fokus kami adalah keselamatan perjalanan kereta api," katanya.
Tetapi saat akan ditutup, pihaknya mendapat berbagai penolakan dari warga. "Ya karena ditolak warga, kami hanya memasang patok supaya truk tak bisa lewat, sesuai permintaan warga sekitar. Karena sebelumnya di sana itu (perlintasan kereta api) dapat dilalui truk," ujar Kuswardoyo.
Baca Juga: Rayakan Hari Perempuan Internasional 2022, Google Indonesia Gandeng Voice of Baceprot
Dalam peraturan PT KAI, lanjut dia, perlintasan liar seharusnya tidak ada. Sehingga apabila warga setempat atau pemda ingin menjadikan perlintasan resmi, bisa mengajukan ke Kementerian Perhubungan RI melalui Dirjen Perkeretaapian.
"Mereka bisa mengajukan izin. Apabila diizinkan, pihak yang mengajukan izin harus memenuhi semua persyaratan dan kelengkapan, mulai membangun gardu, menyiapkan pintu, dan menyiapkan petugas bersertifikasi," ucapnya.
Nantinya, sambung Kuswardoyo, tanggung jawab berada pada pihak yang mengajukan izin. Apabila pemda yang mengajukan izin, berarti pemda yang harus bertangung jawab. Kalau masyarakat yang mengajukan, masyarakat yang harus bertanggung jawab.
"Jadi sekali lagi yang menerbitkan izin itu Kemenhub, bukan PT KAI," ujarnya.
Ditambahkan Kuswardoyo, umumnya perlintasan liar dimulai dari jalan setapak. Kemudian dilebarkan jadi jalan besar dan diaspal.
"Jadi ini kembali kepada kesadaran semua pihak agar semua aman. Pilihannya itu ditutup atau diajukan menjadi perlintasan resmi. Termasuk di Tasikmalaya itu cukup banyak perlintasan kereta api liar" katanya.