Gara-gara Bukit di Tasikmalaya Habis Jadi Tambang Pasir, Pengrajin Keranjang Parsel Kesulitan Bahan Baku Bambu

- 25 April 2022, 22:45 WIB
Pengrajin keranjang parsel di sentra pengrajin bambu Kampung Situ Beet, Kelurahan Cipari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, sedang beraktivitas, baru-baru ini.*
Pengrajin keranjang parsel di sentra pengrajin bambu Kampung Situ Beet, Kelurahan Cipari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, sedang beraktivitas, baru-baru ini.* /Kabar-Priangan.com/Istimewa

KABAR PRIANGAN - Sejumlah pengrajin anyaman bambu di Sentra Kerajinan Bambu (SKB) Kota Tasikmalaya mengeluhkan sulitnya bahan baku pembuatan keranjang parsel pada Bulan Ramadhan 1443 Hijriah ini.

Menurut mereka, sulitnya bahan baku bambu itu akibat banyak perbukitan di Kota Tasikmalaya habis karena dijadikan tambang pasir.

Pengrajin mengatakan, dulu untuk mendapatkan bambu tinggal datang ke gunung (bukit) membeli dari pemiliknya langsung sehingga harganya murah.

Baca Juga: Jadwal Sholat, Imsak dan Buka Puasa untuk Wilayah Priangan Timur Selasa, 26 April 2022

"Sekarang mah bukitnya sudah tidak ada karena habis ditambang sehingga bambu sulit didapat," ujar Sarif (54), salah seorang pengrajin anyaman bambu di Kampung Situbeet, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, baru-baru ini.

Saat ini, kata Sarif, untuk mendapatkan bambu para pengrajin terpaksa membeli dari toko material dengan harga jauh lebih mahal.

"Kalau dari gunung langsung paling Rp 7.000 per leunjeur (batang), sekarang beli dari matrial harga satu batangnya bisa mencapai Rp 25.000," katanya.

Baca Juga: HSIT Gelar Kegiatan Ramadhan dan Pemberian Donasi untuk Pembangunan Masjid di Cibeureum Tasikmalaya

Sehingga, ujar Sarif, biaya produksi anyaman bambu menjadi tinggi, sedangkan untuk penjualan barang harganya tetap. "Ya harga jual mah tetap, Pak, paling naiknya juga sedikit karena kalau dinaikkan terlalu tinggi tidak akan ada yang beli," katanya.

Dengan kondisi seperti itu tak heran banyak pengrajin anyaman bambu di daerah tersebut yang berhenti berprofesi dari pengrajin anyaman bambu. Warga banyak yang beralih profesi menjadi pedagang atau bekerja di tambang pasir.

"Dulu mah hampir 90 persen masyarakat di sini bermatapencaharian sebagai pengrajin anyaman bambu, makanya daerah Situbeet disebut sebagai sentra anyaman bambu. Sekarang warga yang masih bertahan bisa dihitung jari," ujar Syarif.

Baca Juga: Wakapolri Nyatakan jalur Mudik Selatan Jawa Barat Siap Dilalui Pemudik

Dari sisi pesanan, kata Sarif, untuk keranjang parsel sedikit menurun. Penurunan tersebut karena turunnya ekonomi masyarakat yang belum pulih seiring dengan terjadinya pandemi Covid 19.

"Saya saja yang biasa memasok hampir 1.000 keranjang ke pasar sentra kerajinan di Rajapolah, kini paling hanya 300 keranjang saja yang di pesan," ucap Sarif.

Berbeda dengan Sarif, pengrajin keranjang parsel lainnya, Rina Mariana (30), mengalami nasib yang lebih mujur. Menurut Rina, walaupun permintaan di pasar lokal sedikit menurun dibandingkan tahun sebelumnya, permintaan dari luar kota cukup tinggi.

Baca Juga: Selain Gunung Anak Krakatau, Berikut Ini Gunung di Level III Siaga dan Level II Waspada

Pada Ramadhan tahun ini, produksi keranjang parsel milik Rina diakuinya meningkat hingga 80 persen dibanding hari biasanya.

"Biasanya kalau di luar bulan puasa, kami sebulan membuat 500 buah keranjang. Tapi sekarang atau saat Ramadhan, dalam sehari produksi bisa mencapai 700 set keranjang untuk dikirim ke Yogyakarta, Cirebon, Bandung dan Bekasi," tuturnya.

Rina mengaku, saking banyaknya permintaan, dirinya mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku. Sehingga ia pun sempat meminta kiriman bahan baku dari Jepara, Jawa Tengah.

Baca Juga: Sebanyak 17 Warung di Cigendel Sumedang Ditutup Sementara, Menyusul Bencana Tanah Ambles

"Untuk memenuhi pesanan, sampai-sampai saya pesan bambu dari Jepara karena untuk di Tasikmalaya bambu sudah sangat susah," ujarnya.*

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah