Ia sendiri mulai fokus mengembangkan angklung sered balandongan sejak tahun 1995. Agus berupaya mengembangkan kesenian ini di lingkungan sekolah sebagai ekstrakurikuler, seperti di MAN Cipasung, MAN Sukamanah, dan SMA Cipasung. Juga di SDN Balandongan, SMPN Satap Mangunreja, SD Muhammad Toha, SDN Cintaraja 2, SMPN Sukarame, SMAN 1 Singaparna, semua di Kabupaten Tasikmalaya.
"Selain di sekolah-sekolah tadi, saya juga berupaya ke sekolah lain, tapi malah ada yang menyangka saya mau jualan angklung," ujar pemilik kumis tebal ini sambil tertawa.
Saat ini, ekstrakurikuler ini masih ada di beberapa sekolah, antara lain di SMAN 1 Singaparna tempat Agus mengajar. Selain itu, setelah ia menjadi dosen Seni Budaya dan Kearifan Lokal di Universitas Perjuangan (Unper) Tasikmalaya, Agus juga mengembangkan kesenian angklung sered balandongan di kampus tersebut.
Baca Juga: Peluang Pilkada di Sumedang Masih Terbuka, Pakar Politik Unpad Sebut Petahana Potensial Maju
"Alhamdulillah sangat diapresiasi dan mendapat sambutan sangat baik dari pihak kampus. Rektor Unper, Pak Prof Yus Darusman bahkan meminta angklung sered jadi icon Tasikmalaya, yang sekarang dilestarikan di kampus Unper. Alasannya karena kesenian ini berhubungan dengan perjuangan, simbol perlawanan," ujarnya.
Tak hanya bergerak pada pengembangan dan upaya regenerasi kesenian ini, Agus pun menjadikan kesenian angklung sered balandongan sebagai bahan penelitian untuk disertasinya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung dengan judul "Angklung Sered Balandongan sebagai Pendidikan Karakter Menuju Desa Wisata Budaya".
Rencananya, menurut Agus, Desa Sukaluyu --di mana Kampung Balandongan berada, akan diresmikan sebagai Desa Wisata Budaya pada Februari 2023.