Kala itu, penduduk yang tinggal disekitar Rawa Onom sering terjangkit Malaria karena tinggal di daerah rawa yang sering menjadi sarang nyamuk. Buku tersebut menuliskan bahwa penderita Malaria di sekitar kawasan tersebut sering kali nampak seperti Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) karena bertingkah aneh. Mereka juga disebut sering melihat yang tidak masuk akal.
Tahun pertama pembukaan lahan, hanya sedikit orang yang turut serta membantu karena sebagian besar warga merasa takut. Mereka yang bersedia pun mengjukan syarat agar R Bratanagara mendoakan secara khusus pada saat awal mula pembukaaan. Warga meyakini mantan wedana tersebut sakti mandraguna.
Baca Juga: Disdukcapil Tindaklanjuti Keluhan Satu Keluarga yang Tak Punya KTP di Kabupaten Pangandaran
Pada tahun berikutnya, setelah warga merasakan hasil panen mereka di ladang baru tersebut lebih banyak dari penen biasanya, barulah banyak orang ingin turut serta menggarap tanah. Menyikapi fenomena tersebut, Bupati Ciamis RAA Sastrawinara lantas memberikan hak kepada R. Bratanagara untuk membagikan tanah tersebut kepada para petani yang menggarap.
Versi lain
Selain cerita yang tertulis dalam buku Onom Jeung Rawa Lakbok tersebut, ada beberapa versi cerita mengenai Rawa Onom yang beredar di masyarakat. Satu versi menyebut bahwa patih penguasa Pulo Majeti bernama Patih Selang Kuning dan isterinya bernama Gandawati.
Mereka berdua berhasil menjadikan kawasan tersebut maju. Karena keberhasilannya, Patih Selang Kuning bermaksud memisahkan diri dari Kerajaan Galuh dan mengangkat dirinya sebagai prabu. Namun, karena enggan berkonflik dengan Galuh, ia memilik tilem (berpindah alam) ke alam siluman (onom) bersama seluruh rakyatnya sampai saat ini.
Baca Juga: Pemkab Ciamis Mendapat Penghargaan Indeks Reformasi Birokrasi Predikat B dari Kemenpan RB