Kisah Wartawan Kabar Priangan Saat Tsunami Pangandaran 17 Juli 2006: Mengungsi, Sempat Pisah dengan Orangtua

- 17 Juli 2023, 12:34 WIB
Tugu Tsunami di Desa Masawah, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, Minggu 18 Juni 2023. Didirikan untuk mengenang para syuhada sekaligus mengambil banyak pelajaran dan hikmah dari terjadinya musibah tersebut.*/Foto: kabar-priangan.com/Kiki Masduki
Tugu Tsunami di Desa Masawah, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, Minggu 18 Juni 2023. Didirikan untuk mengenang para syuhada sekaligus mengambil banyak pelajaran dan hikmah dari terjadinya musibah tersebut.*/Foto: kabar-priangan.com/Kiki Masduki /

KABAR PRIANGAN - Pengantar Editor: Hari ini, Senin 17 Juli 2023, tepat 17 tahun lalu terjadi tragedi tsunami di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Saat terjadi musibah tsunami Pangandaran pada Senin 17 Juli 2006 sore itu, Kiki Masduki (23) warga Kampung Sindangsari, Desa Legokjawa, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, masih berusia enam tahun.

Mengenang hari memilukan sekaligus merupakan sejarah kelam bagi warga Pangandaran tersebut, Kiki yang kini wartawan Grup Kabar Priangan/Harian Umum Kabar Priangan di Pangandaran, menceritakan kisah yang dialaminya untuk pembaca. Berikut penuturannya mengenang tragedi tsunami Pangandaran yang ia alami saat masa kecil itu:

Dari terjadinya tragedi tsunami Pangandaran, kita mendapat banyak pelajaran dan hikmah. Selain merupakan sejarah kelam, juga harus menjadi pieunteungeun (cerminan, Bahasa Sunda) dengan doa dan harapan tentu saja agar hal itu tak terulang lagi. Selain itu ke depannya Pangandaran terus menjadi lebih baik, sekarang saja sudah berubah menjadi destinasi wisata favorit di Jawa Barat bahkan nasional karena semakin memesona.

Baca Juga: Pagi Ini! Bersih-Bersih dan Lepas Tukik di Pantai Barat Pangandaran Bersama Susi Pudjiastuti

Rumah saya yang ditinggali bersama orangtua berjarak 900 meter dari kawasan Pantai Legokjawa atau jika berjalan kaki sekira tiga menit, sehingga bermain atau berenang bersama saudara dan teman-teman di pantai tersebut kerap kami lakukan. Waktu itu saya masih berusia enam tahun, duduk di bangku Kelas I Madrasah Ibtidaiyah (MI) Legokjawa. Saya yang merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, tinggal di rumah bersama ayah, ibu, dan dua orang kakak yang ketika itu berusia 15 tahun dan 10 tahun.

Awalnya Terdengar Laut Bergemuruh 

Ketika kejadian tsunami pada sore hari, saya teringat awalnya terdengar suara gemuruh ombak yang lain dari hari-hari biasanya, seperti ombak sangat besar. Ketika itu sedang asyik-asyiknya bermain layang-layang bersama dua orang teman di Pasir Gintung berjarak 200 meter dari rumah. Saya dikagetkan melihat orang-orang di kampung berhamburan berlarian.

Saya bingung, ada apa? Kok, orang-orang pada berlarian, saya ingat mereka berteriak "cai naek, cai naek (air naik, air naik)". Situasi yang baru saya pahami kemudian bahwa terjadi tsunami.

Halaman:

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x