Hari Pendidikan Nasional 2023: Mengenal Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara,

29 April 2023, 16:47 WIB
Ki Hadjar Dewantara salah satu tokoh intelektual /Tangkapan Layar /gtk.kemdikbud.go.id

KABAR PRIANGAN - Ki Hajar Dewantara (ditulis Ki Hadjar Dewantara) adalah Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Republik Indonesia pertama. Untuk mengenang jasa-jasanya di bidang pendidikan, tanggal lahirnya, 2 Mei 1889, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Selain tanggal lahirnya diperingati tiap tahun sebagai Hardiknas, wajah Ki Hajar Dewantara diabadikan dalam uang kertas pecahan Rp 20 ribu dan tokoh yang memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (baca: Suwardi Suryaingrat) ini ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Bung Karno melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 305 Tahun 1959.

Wujud nyata perjuangan Ki Hajar di bidang pendidikan yang sampai saat ini masih dapat disaksikan adalah Taman Siswa. Taman Siswa adalah sekolah yang dibangun dan digagas oleh Ki Hajar berdasarkan filosofi, sistem, dan metode yang ia rancang sendiri.

Baca Juga: Sosok Chairil Anwar di balik Hari Puisi Nasional

Dilansir dari buku Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara: Tantangan dan Relevansi karangan Bartolomeus Samho, Taman Siswa gagasan Ki Hajar memiliki nama sendiri untuk masing-masing tingkatan pendidikan, yaitu Taman Indria (Taman Kanak-Kanak), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), dan Taman Guru (Sarjana Wiyata).

Tidak lama setelah pendiriannya tahun 1922 di Yogyakarta, Taman Siswa dengan cepat menjamur ke berbagai daerah bahkan sampai ke luar pulau Jawa, seperti Bali dan Kalimantan. Taman Siswa yang filsafat, sistem, dan metodenya berbeda dengan sekolah yang didirikan pemerintah kolonial Belanda menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat.

Taman Siswa menerapkan sistem pendidikan yang kini umum disebut pendidikan inklusi. Sekolah tersebut tidak mengenal diskriminasi rasial dan sosial seperti di sekolah-sekolah bentukan pemeritah kolonial, melainkan terbuka bagi semua bangsa dan semua golongan sosial.

Baca Juga: Peringati Hari Puisi Nasional 2023, Miles Film Rilis Antalogi Puisi Chairil Anwar

Hal penting lainnya yang ditanamkan Ki Hajar di Taman Siswa adalah bahwa manusia harus merdeka lahir batinnya agar mampu mengoptimalkan potensinya secara bebas dan bertanggung jawab.

Dengan dan melalui pendidikan Ki Hajar menanamkan rasa nasionalisme dan semangat kemerdekaan kepada para anak didiknya. Hal ini tertuama yang tidak disukai penjajah karena membahayakan posisi mereka sebagai bangsa penjajah.

Pendidikan di Taman Siswa mendasarkan sistem dan metodenya kepada sejumlah nilai dan falsafah yang dirancang Ki Hajar yang menurutnya sesuai dan cocok dengan karakter bangsa Indonesia.

Salah satu nilai yang sangat terkenal dan dijadikan semboyan dunia pendidikan nasional hingga saat ini adalah ing ngarsa sing tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Baca Juga: Union Berlin vs Leverkusen di Bundesliga: Link Live Streaming, Prediksi Skor, Head to Head dan Line Up Pemain

Ing ngarsa sing tuladha berarti yang di depan harus mampu menjadi tauladan. Maknanya, seorang guru harus mampu menjadi contoh baik bagi para muridnya maupun masyarakat secara umum. Oleh karenya, seorang guru selain serdas secara kognisi, haruslah juga memiliki budi pekerti yang baik.

Ing madya mangun karsa berarti yang di tengah membangun cita-cita. Maknanya, guru harus mampu memotivasi anak didiknya agar ia senantiasa berkarya, memiliki cita-cita, dan berkreasi positif.

Tut wuri handayani berarti yang di belakang mendukung dan mengikuti. Maknanya, seorang guru harus senantiasa mendorong dan mendukung anak didiknya untuk mengejar cita-cita dan mengembangkan diri sesuai potensinya. Guru tidak boleh memaksa anak didik untuk menekuni bidang yang tidak sesuai dengan potensinya. Demikian pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Baca Juga: Ini Dia Lima Drakor yang Akan Tayang Pada Awal Mei, Drama Terbaru Sehun EXO dan Dong Hae Supe Junior

Untuk menjalankan falsafah tersebut, Ki Hajar menggagas metode among yang bermakna mengasuh. Dalam metode ini guru disebut Pamong yang bermakna pengasuh.

Konsep semacam ini banyak dipraktekan di pondok pesantren di mana kiai merupakan dan disebut pengasuh santri alih-alih pengajar atau kepala.

Dalam menjalankan metode among ini, Ki Hajar menjabarkan enam cara mendidik, yaitu:

1. Memberi contoh. Sebagaimana semboyan ing ngarsa sing tuladha, seorang Pamong harus dapat menjadi contoh bagi anak didiknya dalam banyak hal.

Baca Juga: Hadapi Filipina, Timnas Indonesia U 22 Terkendala Cuaca Panas Ekstrem. Pelatih Indra Sjafri Bilang Begini

2. Pembiasaan. Setiap anak didik harus dibiasakan untuk menjalankan kewajibannya, baik sebagai pelajar, sebagai anggota komunitas sekolah, maupun sebagai anggota masyarakat secara luas.

3. Pengajaran. Pamong harus memberi pengajaran atau transfer ilmu kepada anak didiknya agar ia menjadi cerdas, agar ia bertambah pengetahuan, ilmu, dan keahliannya.

4. Perintah, paksaan, dan hukuman. Kendati memberi kebebasan kepada anak didik, namun Pamong harus mampu bertindak tegas ketika anak didik menyalahgunakan kebebasan tersebut atau menggunakannya untuk sesuatu yang berpotesi mencelakakan dirinya dan orang lain.

5. Laku (perilaku). Anak didik harus diarahkan untuk bukan hanya cerdas secara kognisi, melainkan juga untuk memiliki budi pekerti dan perilaku yang baik dan beradab.

Baca Juga: Tablig Akbar Haol Eyang Kartimanggala di Pasirkadu Ciamis, Kang Ubay dan Sejumlah Dai Muda Sampaikan Tausiyah

6. Pengalaman lahir dan batin. Anak didik harus diarahkan untuk meresapi (merefleksi) kejadian sehari-hari sehingga mereka mampu menarik hikmah darinya dan menjadikannya pengalaman lahir-batin yang dapat menjadi sumber inspirasi bagi dirinya.

Selain hal-hal tersebut, Ki Hajar menekankan pentingnya “trituggal fatwa pendidikan untuk hidup merdeka” yang terispirasi dari falsafah hidup orang Jawa.

Hal ini menajadi penting sebagai pembeda dengan sistem pendidian Barat yang diterapkan Belanda yang muaranya berorientasi pada kepentingan mereka sebagai penjajah.

Tritunggal fatwa pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Prabowo Umumkan Kriteria Cawapres yang Bisa Mendampingi Dirinya di Pilpres 2024

1. Tetep, _antep, _mantep. Pendidikan adalah upaya untuk membangun ketetapan pikiran (tetep) dan keteguhan batin (antep) anak didik. Hal ini menjadi penting agar kelak ketika anak didik dewasa ia menjadi pribadi yang kokoh (mantep).

2. Ngandel, kandel, kendel, dan bandel. Pendidikan yang menekankan pengolahan kematangan batin akan membuat anak didik percaya diri (ngandel) dan membentuk pendirian yang teguh (kandel). Kondisi ini akan membentuk pribadi anak didik yang berani (kendel) dan pantang menyerah (bandel).

3. Neng, ning, nung, dan nang. Pendidikan merupakan upaya membentuk kesucian pikiran dan batik anak didik (neng).

Baca Juga: Detik-detik Saat Pria Paruh Baya Meninggal Mendadak Usai Isi Bensin di SPBU Terusan Indihiang Kota Tasikmalaya

Tercapai kondisi ini akan menjadikan anak didik mengalami ketenangan hati (ning) yang lantas membuat mereka mampu menguasai diri (nung).

Ketika ketiga hal itu telah dikuasai, anak didik akan mencapai kemenangan (nang) atas dirinya sendiri.***

Editor: Dede Nurhidayat

Tags

Terkini

Terpopuler