Remy Sylado: Kritik Film Harus Dikerangkai oleh Dramaturgi yang Benar (4)

31 Mei 2023, 12:02 WIB
Remy Sylado mengatakan bahwa pengetahuan dramaturgi merupakan kerangka penting untuk membuat kritik film. /pikiran-rakyat.com/

 


KABAR PRIANGAN - Untuk membuat kritik film, penulis atau jurnalis harus memiliki kerangka teori dan literasi yang baik. Sehingga tulisan memiliki pijakan ilmiah tidak hanya sekedar beralaskan pada selera. Untuk itu, harus memiliki pengetahuan dramaturgi yang benar, sebagai dasar dari sebuah karya film.

Kritikus film yang juga merupakan seorang seniman teater dan film, Remy Sylado menyampaikan sebuah pengantar dalam Semiloka Penulisan Kritik Film dan Artikel Perfilman Tingkat Dasar yang merupakan rangakaian tahapan kegiatan Penyelenggaraan Apresiasi Film Indonesia 2018 di Swissbel Hotel, Bandung, pada 26 Juli 2018, silam.

Remy Sylado menjelaskan poin-poin penting dan pengetahuan dasar mengenai dramaturgi sebagai rangka dalam membuat kritik film. Diantaranya mengenai dramaturgi itu sendiri, penggunaan literasi, sejarah keaktoran, perkembangan seni peran, dan stuktur cerita.

Baca Juga: Misteri Tewasnya Siswa SMP di Makassar yang Diduga Jatuh dari Lantai Delapan, Tak Terekam CCTV

Kabar-priangan.com mengutip penjelasan Remy Sylado dalam acara tersebut pada 31 Mei 2023, berikut ini adalah kutipannya:

Seni peran naturalis atau realis menjadi kunci dalam akting film. Remy Sylado menjelaskan ketika terwujud seni peran realisme, maka pertunjukan pun beralih sifat, dari sifat representasional ke presentasional.

Pada proses itu aktor lebih dulu melakukan interpretasi, baik eksternal menyangkut dramaturgi yang merupakan wilayah kepengarangan, maupun internal menyangkut alat-alat tubuh aktor antara lain vokal sebagai piranti perdana untuk menyampaikan dialog yang maktub dalam dramaturgi.

Baca Juga: 'We Need Food, Not Tobacco', Tema Kampanye Hari Tanpa Tembakau 2023, Cek Twibbonnya di Sini!

Dalam mengacu sifat presentasional menyangkut pendekatan akting naturalisme realisme, maka tugas aktor adalah melaksanakan hasil interpretasi yaitu secara ‘total immerse’, atau katakanlah ‘mencelup lebur secara terpadu antara dirinya dan perannya’.

Sebuah karya dramaturgi yang menjadi standar bagi studi aktor yang dikonsep oleh sutradara, dengan sendirinya dimulai dari sejarah pertama teater. Mula-mula menyimak karya-karya dramaturgi Yunani antara tragedi oleh Aeschylos, Euripides, Sofokles, kemudian komedi oleh Aristofanes.

Setelah itu, menyimak pula tragedi-tragedi agung karya Shakespeare di Inggris pada zaman yang sama dengan komedi-komedi agung karya Molière di Prancis.

Baca Juga: Wisata Kuliner Indonesia di KJRI Noumea 2023, Kebanjiran Ribuan Pengunjung

Pada galibnya pola dasar dramaturgi atas dua ciri cerita yang disebut di atas, tragedi ataupun komedi, masing-masing memiliki struktur yang boleh dibilang sebangun, terdiri dari unit-unit (a) introduksi, (b) situasi, (c) konflik, (d) klimaks, (e) solusi.

Uraiannya, (a) introduksi, dalam bahasa Yunani disebut ‘sýstasi’ (σύσταση) adalah bagian di mana pengarang dramaturgi memperkenalkan siapa peran-peran dalam cerita dan hubungan satu dengan lainnya.

Kemudian (b) situasi, dalam bahasa Yunani yang disebut atau ‘topothesía’ (τοποθεσία) adalah keadaan yang berkaitan dengan tempat di mana berlangsung perbedaan antara peran satu dengan peran lainnya dan darinya akan meruncing menjadi (c) konflik, dalam bahasa Yunaninya ‘diamáchi’ (διαμάχη).

Baca Juga: HTTS 2023, YLKI Prihatin Arah Kebijakan Pemerintah Belum Jelas dalam Pengendalian Konsumsi Rokok

Puncak darinya tiba pada (d) klimaks, dalam bahasa Yunaninya ‘apokorýfoma’ (αποκορύφωμα). Setelah itu cerita selesai dalam suatu ujung, yaitu (e) solusi, bahasa Yunaninya ‘lýsi’ (λύση). Di ujung ini masing-masing cerita mempunyai simpai tipikal.

Simpai pada tragedi disebut katastrof dari bahasa Yunani ‘katastrofí’ (καταστροφή), dan simpai pada komedi disebut dalam bahasa Yunani ‘Lixi’ (Ληξη) atau kata Prancisnya ‘dénouement’.

Bagi aktor dan sutradara, pengetahuan di atas merupakan dasar penting untuk pelaksanaan akting untuk memperoleh plot yang laras.

Terlebih dahulu, harus dipahami, bahwa plot dalam pelaksanaan akting, berbeda dengan istilah plot di dalam struktur dramaturgi.

Baca Juga: Kasus Dugaan Pelecehan Oknum Guru terhadap Murid di Ciamis, 20 Saksi Diperiksa, Korban Diduga Lebih 20 Orang

Struktur dramaturgi adalah pengetahuan teoritis yang sudah diacu di atas. Sementara plot di konteks akting adalah rangkaian-rangkaian gerak yang memiliki kontinuitas ‘a-b-c’, berbarengan dengan intonasi yang dibangun pada hafalan-hafalan dialog yang tertulis dalam dramaturgi, dan dengannya mesti memenuhi syarat-syarat teknis naturalisme atau realisme di satu pihak, sekaligus juga bersamanya memenuhi isyarat-isyarat artistik-estetik di lain pihak.

Apa yang menjadi kualifikasi akting yang dicipta aktor di bawah konsep sutradara di atas, selanjutnya merupakan pengetahuan verbal sekaligus tekstual bagi seorang kritikus yang menulis resensi teater atau resensi film.

Jadi pengetahuan tentang dramaturgi bagi seorang aktor konteksnya adalah praktik, sedangkan bagi seorang kritikus konteksnya adalah teoritik, dan dalamnya mengandung sisi-sisi kecendekiaan referat, postulat, hipotesis. Di atasnya itu kritik ditulis sebagai karya ilmiah literasi.

Baca Juga: Tabrakan Beruntun 4 Mobil dan 1 Motor di Ciamis, Mobil Patwal Polres dan Mobdin Wabup Pangandaran Ringsek 

Itulah kutipan penjelasan mengenai struktur naskah dalam dramaturgi yang harus diketahui oleh para penulis kritik film dari Remy Sylado.***

Editor: Dede Nurhidayat

Tags

Terkini

Terpopuler