Benarkah Cuaca Dingin di Indonesia Saat Ini Dampak Fenomena Aphelion? Ini Penjelasan dari BMKG

7 Juli 2023, 18:39 WIB
Dampak fenomena Aphelion terhadap cuaca di Indonesia, BMKG sampaikan penjelasan.*/Istimewa/Pixabay/BlenderTimer /

KABAR PRIANGAN - Akhir-akhir ini cuaca dingin terjadi di Indonesia. Beredar pesan broadcast di media sosial hal itu karena jarak bumi dengan matahari dalam titik terjauh saat periode revolusi atau Aphelion. Disebutkan, saat berada di titik Aphelion, cuaca di bumi akan cenderung lebih dingin dibandingkan periode lainnya.

Informasi yang tersebar dengan sangat cepat itu cukup meresahkan masyarakat. Dilansir dari pers rilis Biro Hukum dan Organisasi Bagian Hubungan Masyarakat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Jumat 7 Juli 2023, sebenarnya fenomena Aphelion adalah fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli.

Baca Juga: Viral Video Banjir Rendam Kawasan Ponpes Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya, Sejumlah Mobil Terendam Parah

Adapun kondisi cuaca dingin yang terjadi di wilayah Indonesia pada periode bulan Juli tidak terkait dengan fenomena Aphelion. Saat Aphelion, posisi matahari memang berada pada titik jarak terjauh dari bumi. "Kendati begitu, kondisi tersebut tidak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer atau cuaca di permukaan bumi," tulis rilis dari BMKG.

Disebutkan pula, fenomena suhu udara dingin sebetulnya merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musim kemarau (Juli-September). Saat ini wilayah Pulau Jawa hingga NTT berada pada musim kemarau. Periode ini ditandai pergerakan angin dari arah timur-tenggara yang berasal dari Benua Australia.

Baca Juga: Ngeri-ngeri Sedap, Sensasi Sarapan bersama Jerapah di Tempat Wisata Taman Safari Indonesia 2 Prigen Jawa Timur

Pada bulan Juli, wilayah Australia berada dalam periode musim dingin. Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudra Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin. "Sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin," tulis BMKG melanjutkan.

Ditambahkannya, selain dampak angin dari Australia, berkurangnya awan dan hujan di Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara turut berpengaruh ke suhu yang dingin di malam hari. Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer.

Baca Juga: Tim-tim Papan Atas Bidik Kemenangan Perdana di Pekan Kedua, Berikut Jadwal Lengkap BRI Liga 1 Pekan Ini

Tak hanya itu, langit yang cenderung bersih awannya (clear sky) akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar sehingga kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. Hal itu yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari.

"Fenomena tersebut merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun. Bahkan hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya, berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang dikira salju oleh sebagian orang," demikian penjelasan BMKG.***

 

 

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler