Pengalaman Guru Sepuh di Ciamis, H. Otong Soekarso (Bagian 4): Dua Murid SD Karikil Terbunuh oleh Gerombolan

6 Maret 2023, 14:36 WIB
H. Otong Soekarso, beberapa waktu lalu. Mengenang masa-masa pemberontakan DI/TII.* /kabar-priangan.com/Dok. Pribadi /

KABAR PRIANGAN - Tahun 1960, gerombolan yang mengaku tentara DI/TII semakin merajalela. Kehidupan masyarakat berada di bawah ancaman. Jika malam hari, gerombolan itu datang menggedor pintu rumah dan meminta bermacam-macam barang.

Bahan makanan yang ada di rumah mereka jarah. Hewan peliharaan pun seperti kambing atau ayam, tak luput dari aksi gerombolan. "Bahkan mereka meminta buku dan alat tulis, entah buat apa," ujar H. Otong Soekarso (87), mengenang masa-masa itu, saat berbincang dengan kabar-priangan.com/ Harian Umum Kabar Priangan di rumahnya di Kampung Jagamulya, Desa Rajadesa, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, awal Februari 2023.

Jika tak mendapatkan apa yang mereka cari, lanjut Otong, gerombolan itu tak segan-segan membunuh warga dan membakar rumah.

Baca Juga: Setelah Dikeluhkan Warga, Langsung Datangi Cintanagara, Bupati Ciamis: Renovasi Pustu Selesai Sebelum Lebaran!

Pada tahun 1960, Otong ditugaskan mengajar di SD Karikil, Kawalu, Kabupaten Tasikmalaya. Ia tinggal di rumah kepala desa, jaraknya tak begitu jauh dari sekolah tempatnya mengajar.

Di SD Karikil, Otong mengajar di kelas V. Suasana yang genting akibat adanya gerakan gerombolan, membuat warga desa harus selalu siaga. Saat itu di tingkat desa dibentuk Organisasi Keamanan Desa (OKD) untuk menjaga keamanan terutama di malam hari. Di antara anggota OKD di Desa Karikil, dua di antaranya adalah murid Otong. "Keduanya adik kakak, anaknya juru tulis desa," kata Otong.

Ia berkisah, pada suatu malam, gerombolan datang ke Kampung Karikil. Saat itu Otong sudah di rumah kepala desa, dan mendengar suara tembakan di kejauhan. Dalam suasana seperti itu, seperti juga warga lainnya, ia hanya diam di tempat, dalam suasana gelap berharap gerombolan tidak menggedor pintu rumah.

Barulah keesokan harinya ia mendapat kabar, rumah juru tulis dibakar gerombolan dan dua orang muridnya itu tewas. "Gerombolan menembaki rumah juru tulis, hingga membuat kedua murid bapak itu terbunuh. Tak puas dengan menembak, mereka pun membakar rumah itu," ujarnya.

Baca Juga: Duh Petani Gigit Jari Lagi, Memasuki Panen Raya Padi, Harga Gabah Kering Giling di Banjar Malah Anjlok

"Bapak tak tahu apakah mereka terbakar saat sudah tertembak, atau saat masih hidup. Keduanya meninggal, hangus jadi arang," kenang Otong melanjutkan. Air mukanya jelas menyiratkan kesedihan dan kengerian.

Menurut kabar dari warga saat itu, lanjut H. Otong, gerombolan mencari juru tulis desa dan tak berhasil menemukannya, hingga mereka menembaki rumahnya dengan membabi buta dan lalu membakarnya.

Sebelumnya sempat ada kejadian, saat OKD sedang berkumpul di bale desa pada malam hari, tiba-tiba terdengar tembakan. Semua terkejut dan berlari menyelamatkan diri. Otong yang kebetulan juga sedang ada di bale desa, lari ke arah selokan yang cukup dalam, menceburkan diri, dan sembunyi di bawah rimbunan daun talas. Entah berapa jam ia berada di sana.

Di antara gerombolan itu ada yang datang, sangat jelas terdengar langkahnya. Di antara rasa takut yang amat sangat, Otong merasakan hal lain, ternyata si gerombolan tersebut kencing dari pinggir selokan, dan air kencing itu menimpanya. Ia hanya bisa mengutuk dalam hati karena jika bergerak sedikit saja mungkin akan ketahuan.

Baca Juga: Pantarlih dan Badan Adhoc Diminta Tak Terpengaruh Putusan PN Jakarta Pusat

Setelah kejadian dua murid SD Karikil terbunuh, tersiar kabar gerombolan tersebut tertangkap oleh tentara. Hal ini bermula saat dua orang yang dicurigai, keluar dari bioskop di Kota Tasikmalaya, lalu diikuti diam-diam oleh intel. Kedua orang tersebut pulang ke arah barat Mangkubumi, dan masuk ke gua di tengah rumpun bambu.

Besoknya, sepasukan tentara dari Kodim bergerak menggrebek tempat tersebut, tapi penghuni gua tak mau keluar. Lalu tentara membakar sampah di mulut gua, hingga asapnya masuk ke gua tersebut, dan memaksa penghuninya keluar. Mereka pun ditangkap tanpa perlawanan berarti.
"Di dalam gua tersebut banyak sekali bahan makanan dan ada alat memasak. Mereka ada beberapa orang yang langsung ditangkap oleh tentara," ujar H. Otong.

Setelah peristiwa penangkapan tersebut, situasi berlangsung agak tenang. Tapi peristiwa terbunuhnya kedua murid yang setiap hari ia jumpai di kelas, membekas lama di benak Otong. Menumbuhkan perasaan traumatis dan mengganggu kesehatannya.

"Setelah kejadian itu, setiap masuk kelas bapak selalu gegebegan, serasa melihat mereka berdua. Apalagi bangku tempat mereka belajar menempel ke meja bapak. Bayangan mereka selalu terlihat, dan membuat bapak sangat sedih. Jika sudah begitu, bapak seperti kehilangan tenaga, dan beberapa kali harus dibawa guru lain ke ruang kepala sekolah untuk beristirahat," ujar H. Otong.

Baca Juga: Tempat Wisata Kuliner di Pinggiran Bekasi, Sate Kikil Sajian Sedap dengan Harga Murah yang Sudah Hampir Punah

Peristiwa tersebut benar-benar membuat Otong terguncang. Hingga ia hilang keseimbangan, dan jatuh sakit serta harus dirawat di RSU Tasikmalaya selama 100 hari.

Setelah sembuh, ia mengajukan untuk pindah mengajar. Penilik dari PP dan K memahami perasaan traumatis yang dialami Otong, dan memberinya surat pindah untuk mengajar di SD Nyantong, wilayah Dadaha, Tasikmalaya. Saat mengajar di SD Nyantong (kini menjadi SDN Nyantong) inilah, Otong meneruskan sekolah ke SGA (Sekolah Guru A, kerap disebut pula Sekolah Guru Atas). (Bersambung)***

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler