7 Fakta Menarik Sulianti Saroso, Sosok Inspirasi Google Doodle Hari Ini. Mulai Penjara Hingga Jadi RS Covid-19

10 Mei 2023, 15:33 WIB
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso sempat menjadi tempat penanganan Covid-19/kamboja.co.id /

KABAR PRIANGAN - Sulianti Saroso merupakan sosok inspirasi Google Doodle hari ini, yang bertepatan dengan hari kelahirannya, yatu 10 Mei 1917. Ia merupakan salah satu dokter wanita yang berpengaruh di Indonesia.

Prof. Doktor Julie Sulianti Saroso mencetuskan banyak program yang sangat mempengaruhi perkembangan kondisi kesehatan mental di Indonesia, seperti pengembangan pendidikan Keluarga Berencana (KB).

Pendidikan kesehatan untuk ibu hamil, anak-anak dan penduduk desa, hingga upaya pencegahan penyakit menular.

Baca Juga: Penyelam Temukan Jasad Korban yang Tenggelam di Waduk Jatigede Sumedang

Selain itu, ada banyak fakta menarik terkait Sulianti Saroso seperti dilansir dari laman pikiran.rakyat.com pada 10 Mei 2023, berikut ini adalah daftarnya:

1. Berasal dari keluarga dokter

Sulianti Saroso merupakan anak kedua dari keluarga dokter. Ayahnya, M. Sulaiman adalah seorang dokter yang menjadi inspirasi bagi dirinya. Ia lahir di Karangasem, Bali, pada 10 Mei 1917.

Sejak kecil ia kerap berpindah-pindah tempat tinggal karena mengikuti ayahnya bertugas.

Baca Juga: Terekam CCTV, Pelaku Pencuri Kotak Amal di Masjid Ikopin Jatinangor Sumedang Ditangkap

2. Memiliki banyak gelar

Setelah lulus di sekolah Geneeskundige Hoge tahun 1942 dan meraih gelar dokter, Sulianti Saroso.

Paska perang revolusi di Indonesia, Sulianti mendapatkesempatan untuk melanjutkan pendidikan.

Ia disponsorioleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk belajartata kelola kesehatan ibu dan anak di beberapa negara di Eropa termasuk Inggris.

Baca Juga: Gempa M 5,4 Hari Ini di Selat Sunda Banten, Daryono BMKG: Diduga Pemicunya Sesar Ujung Kulon

Dari pendidikannya itu, dr Sulianti Saroso berhasil mengantongi Certificate of Public Health Administration dari Universitas London.

Memasuki tahun 1960-an, Sulianti mengambil beasiswa di Tulane Medical School, New Orleans, Louisiana.

Dalam lima tahun ia meraih gelar MPH dan PhD. Desertasinya adalah tentang epidemiologi bakteri E Coli.

Baca Juga: AC Milan vs Inter Milan di Liga Champions: Link Live Streaming, Prediksi Skor, Head to Head dan Line Up Pemain

3. Terlibat perjuangan

Sulianti Saroso tak hanya menjadi dokter yang mengobatai pasien sakit saja, pada masa Agresi Militer, ia ikut terlibat dalam pergerakan perjuangan di masa kolonial dengan mengirim obat-obatan ke kantung geriliyawan republik dan terlibat dalam organisasi taktis.

Dokter wanita itu merupakan anggota resmi organisasi KOWANI, Wanita Pembantu Perjuangan, dan Organisasi Putera Puteri Indonesia.

Sulianti bahkan menjadi delegasi KOWANI untuk menghadiri Konferensi Perempuan Se Asia di New Delhi, India, pada tahun 1947. Pada momen itu, ia dan teman-temannya juga menggalang pengakuan resmi bagi kemerdekaan Indonesia dari peserta negara lain.

Baca Juga: Viral! Single Lagu Nabilah Indonesia Idol yang Berjudul Tak Dianggap, Simak Lirik Lagu di Sini

4. Sempat ditahan di penjara

Karena keterlibatanya dalam gerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia, Sulianti yang pemberani tersebut harus mendekam di penjara bersama para pejuang lainnya.

Saat itu, tahun 1948, tentara NICA Belanda menyerbu dan menduduki Yogyakarta ketika pusat pemerintahan Indonesia di pindahkan ke Yogyakarta, dan Sulianti pun berada di sana.

Ia dan teman-teman pejuang lainnya harus mendekam di penjara selama dua bulan. Namun hal tersebut tidak memadamkan semangat dan baktinya untuk negeri. Ia kembali terlibat di Kementria Kesehatan paska revolusi.

Baca Juga: Jadwal Acara RCTI Rabu 10 Mei 2023: Tonton Duel Kamboja vs Timnas Indonesia, Preman Pensiun 8 dan Singing Bee

5. Mengembangkan program KB

Sepulangnya dari Eropa, di tahun 1952, Sulianti Saroso kemudian ditempatkan di Yogya sebagai Kepala Jawatan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI.

Kemudian ia mengembangkan program Keluarga Berencana (KB) untuk mengendalikan angka kelahiran yang tinggi di Indonesia. Selain itu, Sulianti juga mengambakan program kesehatan ibu dan anak, serta pendidikan seks.

Melalui RRI Yogyakarta dan harian Kedaulatan Rakjat, ia menyampaikan gagasan tentang pendidikan seks, alat kontrasepsi, dan pengendalian kehamilan dan kelahiran.

Baca Juga: Perbaikan Jalan Penghubung Jembatan Cidugaleun Cigalontang Tasikmalaya Butuh Rp 1 Miliar, Ini Langkah Pemkab

Namun kampanye dokter Sulianti itu sempat mendapat penolakan dari Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Yogyakarta, tak lama kemudian dia dipindah ke Jakarta.

Ia dipromosikan menjadi Direktur Kesehatan Ibu dan Anak di kantor Kementerian Kesehatan, setelah itu Sulianti menggandeng para aktivis untuk mengedukasi soal pentingnya kesehatan ibu hamil, anak, serta program KB.

6. Karirnya sebagai Profesor sempat dijegal

Sulianti sempat setahun menjadi asisten profesor di Tulane, kemudian Sulianti melanjutkan karier sebagai seorang profesional di Kantor Pusat WHO di Genewa, Swiss.

Baca Juga: Gedung Creative Centre di Dadaha Kota Tasikmalaya Gunakan Lift Bekas, Ini Kata Kepala Disporabudpar

Namun sayang, mimpinya bekerja di Swiss gagal, Sulianti ditahan Menteri Kesehatan Profesor GA Siwabessy.

Meski begitu, ia tetap mengembangkan karirnya sebagai peneliti dan pembuat kebijakan daam dunia kesehatan di Indonesia. Sulianti diangkat menjadi Dirjen P4M dan Direktur LRKN (Balitbang Kementerian Kesehatan).

Pekerjaan tersebut dijalaninya hingga tahun 1975, kemudian ia memilih untuk mundur dan fokus di Balitbang Kesehatan hingga pensiun 1978.

Baca Juga: Viral Guru Muda ASN di Pangandaran Pilih Mengundurkan Diri Mengaku Ada Pungli, Begini Kata Kepala BKPSDM

Pada era 1970 hingga 1980-an, gagasan-gagasannya tentang pengendalian penyakit menular, KB, dan kesehatan ibu serta anak secara bertahap diadopsi menjadi kebijakan pemerintah.

7. Menjadi nama rumah sakit penanganan Covid-19

Karena peran pentingnya di dunia kesehatan, namanya kemudian diabadikan sebagai nama rumah sakit, yakni Rumah Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso di Jakarta Utara yang sempat menjadi pusat penanganan pandemi Covid-19 pada 2020 lalu.***

Editor: Dede Nurhidayat

Tags

Terkini

Terpopuler