KABAR PRIANGAN - Hujan Bulan Juni adalah salah satu buku karya Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono yang berisikan kumpulan puisi, sajak, dan cerita yang terbit pada tahun 1994.
Sapardi Djoko Damono adalah seorang sastrawan kebanggaan Indonesia yang lahir di Surakarta tahun 1940.
Dalam usia 80 tahun, Sapardi Djoko Damono meninggal di Rumah Sakit Eka BSD Tanggerang pada Minggu, 19 Juli 2020.
Baca Juga: Kasus Covid- 19 Meningkat, Kegiatan PTM di Garut Dihentikan
Awal karir menulis Sapardi dimulai dari bangku sekolah. Saat masih di sekolah menengah, karya-karyanya sudah sering dimuat di majalah.
Meski saat ini Sapardi sudah meninggalkan kita, namun karya-karyanya yang romantis dan meneduhkan hati tetap dapat dikenang sepanjang waktu oleh banyak generasi.
Baca Juga: Tahun ini, Kabupaten Garut Dapat Jatah 570 Kuota CPNS, Terbanyak Tenaga Kesehatan
Berikut lima puisi romantis karya Sapardi Djoko Damono :
- Hujan Bulan Juni
Tak ada yang lebih tabah
Dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu.
Baca Juga: DPRD Jabar Minta Pemkab Garut Segera Usulkan Pembentukan DOB Garut Utara
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapuskannya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu.
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu.
Baca Juga: Sempat Hilang, Tahu dan Tempe Muncul Kembali di Pasaran
- Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Baca Juga: Sumedang Dapat Tawaran Kerjasama Tanaman Hias dari Putri Wapres
- Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta
Mencintai angin harus menjadi siut...
Mencintai air harus menjadi ricik...
Mencintai gunung harus menjadi terjal...
Mencintai api harus menjadi jilat...
Mencintai cakrawala harus menebas jarak...
Mencintaimu harus menjadi aku.
Baca Juga: Siswi Pemeran Video Open BO Alami Guncangan Psikis
- Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti
Jasadku tak akan ada lagi
Tapi dalam bait-bait sajak ini
Kau tak akan kurelakan sendiri
Pada suatu hari nanti
Suaraku tak terdengar lagi
Tapi di antara larik-larik sajak ini
Kau akan tetap kusiasati
Pada suatu hari nanti
Impianku pun tak dikenal lagi
Namun di sela-sela huruf sajak ini
Kau tak akan letih-letihnya kucari
Baca Juga: Apotek Kimia Farma di Tasikmalaya Dibobol Maling, Server dan Uang Tunai Digondol Pelaku
- Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi
memungut detik demi detik, merangkainya seperti bunga sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa.
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.(Helma)***