KABAR PRIANGAN - Bagi warga Kecamatan Setu serta pemerhati pendidikan di Kabupaten Bekasi, tidak asing lagi dengan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Gilang Tiara. Soalnya, lembaga pendidikan yang berlokasi di Kampung Gaok, Desa Muktijaya, Kecamatan Setu, itu telah melahirkan ribuan alumni.
Didirikan sejak tahun 1998, PKBM Gilang Tiara yang awalnya Lembaga Pendidikan Kursus (LPK) Gilang Tiara itu merupakan pelopor PKBM atau PKBM pertama di Kabupaten Bekasi. Kini ribuan alumninya tersebar di wilayah Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Bogor, terutama sejumlah perusahaan konveksi atau pabrik garmen yang dapat bekerja setelah mempunyai keterampilan menjahit dari PKBM tersebut.
Banyak warga setempat yang sebagian besar petani pun akhirnya menjadi melek aksara. Selain itu warga sekitar bahkan dari luar daerah pun mengikuti Kelompok Belajar (Kejar) Paket A (setara SD), Kejar Paket B (setara SMP), dan Kejar Paket C (setara SMA) di PKBM Gilang Tiara.
Diperoleh informasi, PKBM Gilang Tiara awalnya didirikan dari jiwa sosial yang sangat tinggi (Almarhumah) Ibu Ihat Husnul Hotimah, SPd. Perempuan yang wafat 7 Maret 2019 dalam usia 51 tahun itu dikenal sebagai tokoh pendidikan, aktivis perempuan, social worker, dan penggiat parenting. Namun di samping semua itu, ia adalah ibu yang luar biasa bagi ketiga anaknya.
Dilahirkan di Cisepet, Jalan RE Martadinata Km 06, Kecamatan Baregbeg, Kabupaten Ciamis, 29 April 1968, putri ketiga dari tujuh bersaudara pasangan H Achyar Johan Somantri (86) dan (Almh) Hj Nyimas Yusti Hasanah tersebut menghabiskan masa kecilnya di kampung kelahirannya. Memasuki kelas III SD sekolahnya pindah dari SDN 2 Jelat ke SDN Petirhilir Dusun Sukaharja Desa Petirhilir, masih di Kecamatan Baregbeg.
Hal itu seiring kepindahan orangtuanya ke Ciharus Petir Sukaharja, daerah yang berjarak 1 km dari Cisepet. Setelah pensiun dari Kepala SDN Nanggewer, Kecamatan Cipaku, Kabupaten Ciamis, H Achyar pindah domisili ke wilayah Kecamatan Sukaresik, Kabupaten Tasikmalaya, yang merupakan tempat asal istrinya.
Menurut Lilis Nina Hasdianah, SPdI (63), kakak tertua (Almh) Ihat, adiknya merupakan pribadi yang tomboy, serba ingin tahu, periang, serta cerdas. Sejak kecil sudah terlihat memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap keluarga bahkan teman-temannya. "Adik saya juga sosok pemberani, bahkan teman-teman laki-laki sekolahnya sering menceritakan tentang keberaniannya," ujarnya, Sabtu 11 Februari 2023.
Memasuki usia remaja, Ihat pindah ke Kota Bekasi mengikuti Lilis yang menjadi guru SDN Bekasi Jaya 1 dan berdomisili di Jalan Berlian Raya, Kecamatan Bekasi Timur. Ihat bersekolah di SMPN 3 Bekasi. Meskipun tinggal di kota, kepribadian Ihat tak berubah. Ia masih menjadi pribadi yang cerdas, tomboy, sekaligus menyenangkan dalam setiap kehadirannya.
Setelah lulus dari Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Bekasi di Tambun, Ihat mengajar di desa terpencil di pelosok Kabupaten Bekasi. Kedatangannya di desa ini disambut antusias oleh masyarakar yang saat itu masih tergolong tertinggal.
Emi (65), warga Kampung Gaok, mengaku masih ingat saat pertama kali Ihat datang ke kampungnya. "Ibu dateng pertama kali ke sini tahun 1988. Waktu itu rambutnya panjang dikepang, pakai sepatu boots, rok span, cantik banget kayak artis. Dia turun dari ojek langsung injak tanah merah kampung sini, kita semua melongo karena baru lihat orang kok cantik
banget masuk desa kayak melihat artis ibu kota," kata Emi.
Hingga menikah dengan Subiatna, MPd, dan memiliki tiga orang anak, Ihat memilih Kampung Gaok sebagai tempat dimana ia mengabdi. Nuraninya yang bertolak belakang dengan kondisi sekitar lingkungannya, membuatnya berontak dan tergerak untuk membuat gebrakan perubahan.
Selanjutnya, Ihat mendirikan PKBM yang ia beri nama Gilang Tiara. Semula, PKBM yang ia bangun menggunakan dana pribadi itu memiliki beberapa program yaitu Program Kesetaraan (Kelimpok Belajar/Kejar Paket A, B, C), Program Keaksaraan Fungsional, dan Program Kursus (Menjahit,
Otomotif, Komputer, Pertanian). Ia juga mendirikan stasiun radio amatir sebagai sarana informasi antarwarga sekitar.
Baca Juga: Harganya Murah, Rasanya Lezat Ini 6 Kuliner Legend Bekasi yang Unik di Pinggiran Kota
Dalam perjalanan PKBM tersebut, tantangan dan hambatan bukan hal baru yang harus Ihat hadapi. Bahkan hal di luar nalar yang menurutnya menggelitik tak jarang didapatkan, tetapi rasa cintanya terhadap dunia pendidikan dan masyarakat lebih besar daripada rasa takut yang ada
dalam dirinya.
Ihat semakin menunjukkan kiprahnya, mungkin tidak banyak yang mengenal, tetapi namanya sudah dikenal di kalangan Pemerintah Kabupaten Bekasi karena keberaniannya dalam membela masyarakat khususnya yang ingin mendapatkan pendidikan secara layak.
Di mata anak-anaknya, Ihat merupakan seorang pendidik sekaligus ibu yang luar biasa. Seraya mengerjakan pesanan jahitan warga, tak jarang ia mengajarkan anaknya yang duduk di pangkuannya membaca dan menulis. Tak heran anak-anaknya dalam usia lima tahun sudah bisa calistung (baca, tulis, hitung).
Ihat pun pernah bercerita kepada putrinya bahwa dulu dirinya sangat ingin bersekolah di TK. Namun kondisi saat itu TK sangat jarang dan memerlukan biaya. "Dulu mama sangat ingin sekolah di TK, tapi karena enggak ada biaya dan saat itu sekolah TK cuma ada di kota, jadi mama
membuat segaram-seragaman ala anak TK dan kamar didekorasi ala sekolah TK. Supaya bisa merasakan kayak bagaimana sekolah TK teh," ucap putri Ihat menirukan ucapan ibunya.
Menjelang wafatnya pun Ihat masih tetap aktif dalam kegiatan sosial, bahkan hendak dikukuhkan sebagai ketua PKBM nasional yang suratnya sempat ditandatangani di atas ranjang rumah sakit. Saat itu ia harus dirawat intensif di RSPAD Gatot Subroto Jakarta karena kesehatannya menurun, hingga akhirnya mengembuskan nafas terakhirnya. Ia pun dikebumikan di pemakaman keluarga di Gaok tak jauh dari rumahnya.
Menurut salah seorang putrinya, Luthfy Dwianna Maharani, SPd, ibundanya merupakan paket lengkap dari definisi seorang perempuan. Sosok yang tidak bisa melihat orang-orang di sekitarnya berada dalam keterbelakangan. "Bukan sekadar memberikan materi, tetapi lebih banyak pesan moral dan bekal pengetahuan yang akan berguna bagi warga sekitarnya kelak. Hal itu dengan dibuatnya LPK Gilang Tiara yang muridnya selalu membludak dari sejak awal didirikan," kata Luthfi.
Ya, meskipun keinginan Ihat kecil bersekolah di TK tak tercapai, namun sejarah membuktikan ia bisa membangun sebuah lembaga pendidikan bernama PKBM Gilang Tiara yang didalamnya juga terdapat TK dan PAUD. Tak heran pada saat hidupnya pun ia begitu mencintai murid-murid kecilnya.
Insya Allah, husnul khotimah, Ibu (Almh) Ihat Husnul Hotimah...***