Sebagai cara untuk meminta salak itu, mereka beramai-ramai berteriak, "Maang, menta salak nyaa!" (Maang, minta salak, yaa!) Lalu ada yang menjawab dari kejauhan, entah siapa, "Pek!" (Silahkan!). Mereka pun memetik salak itu dan makan dengan gembira. Padahal si Yunus itu mungkin hanya berlagak saja, dan yang menjawab teriakan mereka pun entah siapa!
Lain lagi bila malam Minggu, dan ibu asrama mengajak nonton film. Ini semacam "layanan asrama" untuk menghibur para murid SGB yang memang tidak boleh pulang kampung kecuali libur panjang atau ada keperluan mendesak. Bakda Magrib semua sudah berpakaian rapi. Pakaian bebas tapi tetap tidak boleh memakai kaus.
Semua lalu berjalan kaki bersama-sama ke bioskop. Karcis plus kacang untuk camilan, telah disiapkan oleh ibu asrama. "Bapak lupa nama bioskopnya, tapi di dekat Alun-alun, mungkin sudah bernama Bioskop Pusaka waktu itu," ujar H. Otong.
Jika tak ada kegiatan di luar, maka malam Minggu dihabiskan di dalam asrama. Ibu asrama biasanya menyediakan makanan ringan. Kadang anak-anak membeli kacang tanah seharga 1 Rupiah untuk 100 kacang tanah isi tiga biji. Kacang itu harus dimakan bersama-sama di atas meja, dan cangkangnya tak boleh berceceran di lantai. Maklum, ibu asrama adalah seorang pengawas penuh dedikasi.
Mengenai makanan ringan ini, ibu asrama selalu menyediakannya saat akhir pekan. Khusus hari Jumat, selalu terhidang bubur kacang ijo. Sementara pada hari-hari biasa, yang tersedia hanya nasi dan lauk pauknya.
Bila ada libur cukup panjang, maka waktunya pulang kampung. Dari Ciamis Otong naik bus Budidarma jurusan Ciamis-Rajadesa-Rancah, lalu turun di Rancah dan berjalan kaki sekitar 10 km ke Tigaherang.
Dulu belum begitu banyak kendaraan umum. Bus Budidarma pun cuma satu dan hanya ada satu kali keberangkatan dari Ciamis menuju Rancah, atau sebaliknya. Bahkan wujudnya pun bukan bus dalam pengertian sebenarnya, tapi sebuah truk yang bagian belakangnya dibuat untuk penumpang, dipasangi atap dan ada kursi kayu untuk tempat duduk penumpang.