Pengalaman Guru Sepuh di Ciamis, H. Otong Soekarso (Bagian 2): Liburan Anak SGB Tahun 1950-an

- 4 Maret 2023, 16:51 WIB
H. Otong Soekarso, tahun 1997.*
H. Otong Soekarso, tahun 1997.* /kabar-priangan.com/Dok. Pribadi /

KABAR PRIANGAN - Akhir pekan adalah "hari kebebasan" bagi para murid Sekolah Guru B (SGB, juga kerap disebut Sekolah Guru Bantu) 1 Ciamis di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Setelah suntuk dengan pelajaran dan berbagai kegiatan di sekolah, maka di akhir pekan ini bisa sedikit rileks.

Saat hari Minggu, murid SGB diizinkan bermain tanpa pengawasan dari guru atau ibu asrama. Meski dengan syarat yang mesti ditaati yakni tidak boleh bermain sendirian dan jangan memakai kaus. Pakaian boleh bebas tapi jangan memakai kaus, kecuali kaus yang berkerah!

Mengenai tak boleh bermain sendirian, bisa dipahami karena saat itu situasi terkadang diwarnai kekacauan karena gerakan gerombolan DI/TII. Tapi urusan kaus, hal ini kemungkinan terkait masalah kesopanan. Pada tahun 1950-an, kaus masih dianggap pakaian yang kurang sopan, yang tidak elok digunakan oleh pelajar calon guru termasuk di SGB. Ya, kecuali kaus yang berkerah.

Baca Juga: Lilis Nina Hasdianah, Kisah Guru Asal Ciamis Sejak Bekasi Masih Tanah Merah Sampai Jadi Kota Metropolis

H. Otong Soekarso (87) berkisah tentang bagaimana serunya "piknik" pada hari Minggu bersama kawan-kawan sekelas di SGB, dulu. Biasanya, ada kawan yang mengajak ngaliwet di rumahnya, atau jalan-jalan ke Karangkamulyan berombongan naik bus. 

"Kadang ke Banjar beramai-ramai, jalan-jalan. Tapi seringnya ke pinggir Citanduy di Ciamis. Botram di pinggir sungai yang dulu airnya masih jernih," ujar H. Otong saat berbincang dengan kabar-priangan.com/ Harian Umum Kabar Priangan di rumahnya, Kampung Jagamulya, Desa Rajadesa, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, awal Februari 2023.

Salah satu yang diingatnya adalah acara ngaliwet di rumah salah seorang teman sekelas bernama Yunus di dekat Sungai Citanduy, tak begitu jauh dari Jembatan Cirahong. Setelah selesai makan, semua pulang berjalan kaki dan melewati kebun salak. Yunus mempersilakan teman-temannya untuk mengambil salak langsung dari pohonnya, dengan dalih bahwa itu milik saudaranya.

Sebagai cara untuk meminta salak itu, mereka beramai-ramai berteriak, "Maang, menta salak nyaa!" (Maang, minta salak, yaa!) Lalu ada yang menjawab dari kejauhan, entah siapa, "Pek!" (Silahkan!). Mereka pun memetik salak itu dan makan dengan gembira. Padahal si Yunus itu mungkin hanya berlagak saja, dan yang menjawab teriakan mereka pun entah siapa!

Baca Juga: Mengunjungi Seniman Tari Idealis Ciamis, Neng Peking: Regenerasi Dibutuhkan Agar Kesenian Tradisi Tak Punah

Lain lagi bila malam Minggu, dan ibu asrama mengajak nonton film. Ini semacam "layanan asrama" untuk menghibur para murid SGB yang memang tidak boleh pulang kampung kecuali libur panjang atau ada keperluan mendesak. Bakda Magrib semua sudah berpakaian rapi. Pakaian bebas tapi tetap tidak boleh memakai kaus.

Semua lalu berjalan kaki bersama-sama ke bioskop. Karcis plus kacang untuk camilan, telah disiapkan oleh ibu asrama. "Bapak lupa nama bioskopnya, tapi di dekat Alun-alun, mungkin sudah bernama Bioskop Pusaka waktu itu," ujar H. Otong.

Jika tak ada kegiatan di luar, maka malam Minggu dihabiskan di dalam asrama. Ibu asrama biasanya menyediakan makanan ringan. Kadang anak-anak membeli kacang tanah seharga 1 Rupiah untuk 100 kacang tanah isi tiga biji. Kacang itu harus dimakan bersama-sama di atas meja, dan cangkangnya tak boleh berceceran di lantai. Maklum, ibu asrama adalah seorang pengawas penuh dedikasi.

Mengenai makanan ringan ini, ibu asrama selalu menyediakannya saat akhir pekan. Khusus hari Jumat, selalu terhidang bubur kacang ijo. Sementara pada hari-hari biasa, yang tersedia hanya nasi dan lauk pauknya.

Baca Juga: Kiprah (Almh) Ihat Husnul Hotimah, Pendiri Gilang Tiara, Pelopor PKBM di Kabupaten Bekasi Asal Ciamis

Bila ada libur cukup panjang, maka waktunya pulang kampung. Dari Ciamis Otong naik bus Budidarma jurusan Ciamis-Rajadesa-Rancah, lalu turun di Rancah dan berjalan kaki sekitar 10 km ke Tigaherang.

Dulu belum begitu banyak kendaraan umum. Bus Budidarma pun cuma satu dan hanya ada satu kali keberangkatan dari Ciamis menuju Rancah, atau sebaliknya. Bahkan wujudnya pun bukan bus dalam pengertian sebenarnya, tapi sebuah truk yang bagian belakangnya dibuat untuk penumpang, dipasangi atap dan ada kursi kayu untuk tempat duduk penumpang.

Kursinya memanjang ke belakang. Ada tiga kursi, di pinggir dua, dan di tengah satu. Kursi yang di tengah cukup lebar, hingga bisa diisi dua jejer penumpang yang duduk saling membelakangi. Bus milik seorang pengusaha dari Rajadesa ini kerap juga disebut mobil bestong oleh warga.

Untuk menghidupkan mesinnya masih memakai tuas yang dicolokkan pada lubang starter di bagian depan mobil, lalu diputar oleh kernet. Kadang setelah beberapa putaran, mesin baru menggeram menyala. Karena hanya satu-satunya angkutan jurusan Rancah ini, maka penumpang kerap penuh dan banyak yang terpaksa duduk di atapnya. (Bersambung)***





 

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x