Setelah peristiwa penangkapan tersebut, situasi berlangsung agak tenang. Tapi peristiwa terbunuhnya kedua murid yang setiap hari ia jumpai di kelas, membekas lama di benak Otong. Menumbuhkan perasaan traumatis dan mengganggu kesehatannya.
"Setelah kejadian itu, setiap masuk kelas bapak selalu gegebegan, serasa melihat mereka berdua. Apalagi bangku tempat mereka belajar menempel ke meja bapak. Bayangan mereka selalu terlihat, dan membuat bapak sangat sedih. Jika sudah begitu, bapak seperti kehilangan tenaga, dan beberapa kali harus dibawa guru lain ke ruang kepala sekolah untuk beristirahat," ujar H. Otong.
Peristiwa tersebut benar-benar membuat Otong terguncang. Hingga ia hilang keseimbangan, dan jatuh sakit serta harus dirawat di RSU Tasikmalaya selama 100 hari.
Setelah sembuh, ia mengajukan untuk pindah mengajar. Penilik dari PP dan K memahami perasaan traumatis yang dialami Otong, dan memberinya surat pindah untuk mengajar di SD Nyantong, wilayah Dadaha, Tasikmalaya. Saat mengajar di SD Nyantong (kini menjadi SDN Nyantong) inilah, Otong meneruskan sekolah ke SGA (Sekolah Guru A, kerap disebut pula Sekolah Guru Atas). (Bersambung)***