'Panic Buying' Konsumen Minyak Goreng Termasuk di Tasikmalaya, YLKI: Kesalahan Strategi Marketing Pemerintah

24 Januari 2022, 17:11 WIB
Konsumen minyak goreng di salah satu toserba di Jalan Letjen Suwarto, Kota Banjar, Kamis 20 Januari 2022. Hitungan menit ketesediaan migor cepat habis.* /Kabar-Priangan.com/D Iwan

KABAR PRIANGAN - Melonjaknya harga minyak goreng akhir-akhir ini membuat konsumen di pasaran berbagai daerah di Indonesia mengalami panic buying.

Seperti yang terjadi ketika pemerintah pusat mulai Rabu 19 Januari 2022 memberlakukan satu harga minyak goreng berbagai merk di ritel modern termasuk di Kota Tasikmalaya sebesar Rp 14.000 per liter, tak berselang lama minyak goreng yang tersedia di tempat itu langsung ludes.

Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, terjadinya perilaku panic buying oleh konsumen dalam membeli minyak goreng, disebabkan  sejumlah hal.

Baca Juga: Massa Aksi di Tasikmalaya Tuntut Pemecatan Arteria Dahlan, Bawa Kujang, Golok Hingga Ular Berbisa

Dari sisi pemerintah, hal itu merupakan bentuk kesalahan strategi marketing (pemasaran) pemerintah dalam membuat kebijakan publik.

"Selain itu terjadinya panic buying minyak goreng juga merupakan kegagalan pemerintah dalam membaca perilaku konsumen Indonesia," tutur Tulus dalam pernyataan pers yang diterima Kabar-Priangan.com/Harian Umum Kabar Priangan dari Kantor YLKI, Jakarta, Senin 24 Januari 2022.

Adapun dari sisi konsumen, lanjut Tulus, perilaku panic buying juga merupakan fenomena yang anomali dan cenderung sikap egoistik yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri.

Baca Juga: Kondisi Artis Senior Dorce Gamalama Terkini, Menitipkan Wasiat Ini kepada Anak-anaknya

"Terkait hal ini, menurut keterangan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), stok minyak satu harga makin menipis. Seharusnya pemerintah membatasi pembelian, misalnya konsumen hanya boleh membeli satu bungkus/1 liter saja," ucap Tulus.

Karena kondisi di lapangan seperti itu, YLKI menduga intervensi pemerintah terhadap harga minyak goreng tidak akan efektif. Soalnya, permasalahan utama dugaan adanya kartel di pasar minyak goreng tak tersentuh.

"Pemerintah salah strategi. Tidak menukik pada hulu persoalan yang sebenarnya yakni adanya dugaan kartel di pasar minyak goreng," kata Tulus.

Baca Juga: Ketahuan Selingkuh dan Didesak Warga, Akhirnya Kades di Sumedang Ini Nyatakan Mundur

YLKI pun mendesak pemerintah utk membuat Domestic Market Obligation (DMO) dan caping (batasan) harga untuk kebutuhan Crude Palm Oil (CPO) domestik dan kepentingan nasional.

Jangan sampai CPO yang dihasilkan Indonesia hanya untuk jor-joran kebutuhan ekspor, sedangkan kebutuhan dalam negeri berantakan.

"Ironi dan paradoks jika konsumen minyak goreng Indonesia harus membeli dengan standar CPO internasional karena kita negara penghasil CPO terbesar di dunia," tutur Tulus.

Baca Juga: Rongka Jagat Galunggung Datangi Gedung DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Desak Berikan Sanksi ke Arteria Dahlan

Mengenai subsidi sebesar Rp 3,5 triliun yang dilakukan pemerintah, Tulus menilai akan sia-sia karena tak menyentuh pada masalah pokok.

"Pemerintah mestinya jangan cemen dan membuat kebijakan yang ecek-ecek dengan subsidi Rp 3,5 triliun. Kebijakan ini akan muspro (sia sia) karena tidak menukik pada pokok persoalannya,' ujar Tulus.*

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler