Kronologis Kasus yang Menyeret Mardani H. Maming Menjadi Tersangka KPK. Setelah DPO, Akhirnya Serahkan Diri

30 Juli 2022, 07:04 WIB
Jumpa pers terkait pengumuman dan penahahan tersangka mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming di Gedung KPK, Jakarta. Begini kronologisnya.* /ANTARA/

KABAR PRIANGAN - Mardani H. Maming telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Mardani H. Maming yang juga mantan Bupati Tanah Bumbu tersebut sebelumnya sudah dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh KPK karena dua kali tidak menghadiri panggilan tim penyidik, sehingga Ia dinilai tidak kooperatif.

Selain mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H. Maming yang juga Bendahara Umum nonaktif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu kemudian menyerahkan diri ke Gedung KPK Jakarta, Kamis, 28 Juli 2022 sekitar pukul 14.00 WIB dengan didampingi kuasa hukumnya Denny Indyarana.

Baca Juga: Wakil Ketua KPK Mengundurkan Diri, Berikut Lima Calon yang Berpotensi Menggantikan Lili Pintauli Siregar

Bagaiman kronologis kasus Mardani H. Maming hingga menyeretnya menjadi tersangka KPK? Begini penjelasan Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Kamis, 28 Juli 2022.

"KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup,” kata Alex, seperti dikutip kabar-priangan.com dari ANTARA.

“Sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke penyidikan dengan mengumumkan tersangka MM, Bupati Tanah Bumbu periode tahun 2010-2015 dan tahun 2016-2018," kata Alex.

Baca Juga: Pesan Wali Kota Bandung untuk Bobotoh Jelang Pertandingan Persib vs Madura United di Stadion GBLA

Selanjutnya disebutkan bahwa untuk proses penyidikan, kata Alex, KPK menahan Mardani selama 20 hari pertama terhitung mulai 28 Juli 2022 sampai dengan 16 Agustus 2022 di Rutan KPK, Pomdam Jaya Guntur, Jakarta.

Alex menjelaskan, kasus yang menjerat Mardani Maming berawal pada tahun 2010, salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel.

"Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan MM, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada MM agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud," kata Alex.

Baca Juga: Hasil Pendalaman Komnas HAM, Brigadir J Ditembak dari Jarak Dekat. ART di Rumah Ferdy Sambo Akan Dipanggil

Menanggapi keinginan Henry Soetio tersebut, KPK menduga di awal tahun 2011, MM mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.

Dalam pertemuan tersebut, MM diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio.

"Selanjutnya pada bulan Juni 2011, surat keputusan MM selaku bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani MM, di mana, dan diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-'backdate' (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang," kata Alex.

Baca Juga: Empat Larangan di Malam 1 Suro Menurut Tradisi Jawa. Nomor Empat, Calon Pengantin Harus Bersabar

Alex menyebut, peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 bahwa "Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain".

"MM juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT ATU (Angsana Terminal Utama) yang adalah perusahaan milik MM," ujarnya lagi.

KPK menduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk MM untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.

Baca Juga: Ini Penjelasan Daryono BMKG Terkait Gempa Hari Ini di Bali dengan Magnitudo 4,6

"Adapun perusahaan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh MM," ujar Alex.

Berikutnya di tahun 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio di mana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.

"Diduga terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada MM melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM,” kata dia.

Baca Juga: Destinasi Wisata Religi Ini Cocok Dikunjungi pada Libur Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444 H, Simak di Sini

“Kemudian dalam aktivitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama 'underlying' guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM tersebut," lanjut Alex.

KPK menduga uang diterima MM dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi

Tags

Terkini

Terpopuler