Karena kondisi di lapangan seperti itu, YLKI menduga intervensi pemerintah terhadap harga minyak goreng tidak akan efektif. Soalnya, permasalahan utama dugaan adanya kartel di pasar minyak goreng tak tersentuh.
"Pemerintah salah strategi. Tidak menukik pada hulu persoalan yang sebenarnya yakni adanya dugaan kartel di pasar minyak goreng," kata Tulus.
Baca Juga: Ketahuan Selingkuh dan Didesak Warga, Akhirnya Kades di Sumedang Ini Nyatakan Mundur
YLKI pun mendesak pemerintah utk membuat Domestic Market Obligation (DMO) dan caping (batasan) harga untuk kebutuhan Crude Palm Oil (CPO) domestik dan kepentingan nasional.
Jangan sampai CPO yang dihasilkan Indonesia hanya untuk jor-joran kebutuhan ekspor, sedangkan kebutuhan dalam negeri berantakan.
"Ironi dan paradoks jika konsumen minyak goreng Indonesia harus membeli dengan standar CPO internasional karena kita negara penghasil CPO terbesar di dunia," tutur Tulus.
Mengenai subsidi sebesar Rp 3,5 triliun yang dilakukan pemerintah, Tulus menilai akan sia-sia karena tak menyentuh pada masalah pokok.
"Pemerintah mestinya jangan cemen dan membuat kebijakan yang ecek-ecek dengan subsidi Rp 3,5 triliun. Kebijakan ini akan muspro (sia sia) karena tidak menukik pada pokok persoalannya,' ujar Tulus.*