Paradigma Sehat adalah Filosofi dan Solusi

- 1 Juli 2021, 04:58 WIB
Dadan Yogaswara, S.KM.,M.KM., pengajar di STIKes Respati Tasikmalaya
Dadan Yogaswara, S.KM.,M.KM., pengajar di STIKes Respati Tasikmalaya /Dok STIKes Respati /

Paradigma sehat atau cara pandang kesehatan sebagai investasi (health is an investment) agar masyarakat bisa sehat dan produktif secara sosial dan ekonomi.

Penulis: Dadan Yogaswara, S.KM.,M.KM. (Pengajar di STIKes Respati Tasikmalaya)

KABAR PRIANGAN - Menurut WHO, coronavirus adalah suatu kelompok virus yang dapat menyebabkan penyakit pada hewan atau manusia.

Beberapa jenis coronavirus diketahui menyebabkan infeksi saluran
nafas pada manusia mulai dari batuk pilek hingga yang lebih serius seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).

Baca Juga: SMKN 1 Panjalu Ciamis Produksi Minuman Berkhasiat Tingkatkan Imunitas Tubuh

Coronavirus jenis baru yang ditemukan menyebabkan penyakit COVID-19, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan pertama kali di Wuhan Tiongkok pada Desember 2019, itulah kenapa akhirnya disebut COVID-19. 

Gejala yang paling umum ditemukan adalah demam, batuk kering, dan rasa lelah dan barangkali dialami beberapa pasien meliputi rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, sakit kepala, sakit tenggorokan, diare, kehilangan indera rasa atau penciuman.

Gejala yang dialami bisa bersifat ringan dan muncul secara bertahap sampai gejala berat bahkan bisa menimbulkan kematian.

Sebagian besar (sekitar 80%) orang yang terinfeksi berhasil pulih tanpa perlu perawatan khusus.

Baca Juga: Banyak Nakes Berguguran, Membuat Warga Takut Divaksin

Dalam keadaan parah penderita mengalami kesulitan bernapas yang biasanya terjadi pada lanjut usia (lansia) dan yang memiliki penyakit penyerta (komorbid) seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru-paru, diabetes, atau kanker memiliki kemungkinan lebih besar mengalami sakit lebih serius bahkan sampai menimbulkan kematian. 

Penderita COVID-19 yang mengalami sakit serius dengan demam dan/atau batuk disertai dengan sesak napas, nyeri dada, atau kehilangan kemampuan berbicara atau bergerak harus segera mencari pertolongan medis untuk mendapatkan pengobatan dan perawatan.

Penularan dan penyebaran COVID-19 dari manusia ke manusia melalui percikan dari hidung dan atau mulut yang keluar pada saat bicara, batuk, dan bersin, maka penting bagi kita untuk menjaga jarak. 

Virus juga bisa menempel melalui percikan pada benda dan permukaan lain di sekitar kita seperti meja, gagang pintu, dan pegangan tangan yang apabila tersentuh tangan akan dapat menular apabila langsung mengusap mata, hidung, atau mulut. 

Baca Juga: AKSI SMAN 11 Garut, Pengelolaan Program yang Berpihak Pada Murid

Untuk mengurangi risiko terinfeksi maka sebaiknya selalu mencuci tangan dengan air bersih mengalir dan sabun, menggunakan cairan antiseptic, menjaga jarak dengan orang lain, menghindari kerumunan, menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut.

Untuk menghindari percikan perlu menjalankan etika dan bersin dengan cara menutup mulut dan hidung dengan menggunakan tisu atau saputangan. Apabila tidak terlalu terpaksa maka tidak perlu keluar rumah dan jika harus keluar rumah memakai masker.

Berdasarkan data COVID-19 di Kota Tasikmalaya pertanggal 27 Juni 2021 klaster penularan terbanyak pada keluarga 3.691 (45,47%), keagamaan 1.597 (19,67%), perkantoran 792 (9,76%), pelaku perjalanan 657 (8,1%), tenaga kesehatan 524 ( 6,45%), dll.

Angka kesakitan dan kematian karena covid-19 sangat banyak, sampai pada tanggal 29 Juni 2021 jumlah di Indonesia sebanyak 2.135.998 orang dan meninggal 57.561 (2,69%).

Baca Juga: Kapal Nelayan Karam di Perairan Garut, 3 ABK Hilang, 6 Selamat

Kasus di Jawa Barat sebanyak 373.074 orang , meninggal 5.150 (1,38%). Kota Tasikmalaya 8.322 orang, meninggal 227 (2,73%).

Bedasarkan angka ini menunjukan bahwa kematian pasien covid-19 di Kota Tasikmalaya lebih tinggi di banding dengan angka kematian nasional.

Meningkatnya kasus covid yang tersebar diberbagai wilayah menimbulakan persmasalahan yang luar biasa, di antaranya adalah kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan, tempat rujukan penuh, ketersedian temat tidur kurang, dengan keterisian tempat tidur penuh disemua fasilitas kesehatan penanganan covid.

Ketidakseimbagan daya tampung fasilitas kesehatan dengan peningkatan kasus Covid-19 menyebabkan banyak penderita yang tidak bisa dirawat atau ditangani secara medis, sehingga angka kematian semakin banyak.

Baca Juga: GARUT Bersama 10 Kabupaten/ Kota di Jabar Berstatus Zona Merah

Berdasarkan kondisi ini maka penanganan kasus Covid-19 dengan pendekatan kuratif atau pengobatan dan perawatan tidak akan mampu untuk menyelesaikan masalah kesakitan dan kematiannya karena banyak penderita tidak bisa dirawat dan diobati. 

Pendekatan kuratif juga menimbukan dampak kerugian ekonomi (economic loss) yang sangat tinggi.

Biaya untuk pananganan Covid-19 ini dibutuhkan biaya yang sangat besar, dimana untuk biaya perawatan satu orang per hari untuk pasien dengan isolasi biasa sebesar Rp7 juta, untuk perawatan di ICU tanpa menggunakan ventilator/alat bantu nafas sebesar Rp12,5 juta, dan untuk perawatan ICU dengan ventilator/alat bantu napas sebesar 15 juta.

Baca Juga: Banyak Warga Langgar Prokes, Wali Kota Banjar: Apa Susahnya Pakai Masker

Sebagai ilustrasi, apabila ada penderita dirawat di ICU dengan ventilator selama 20 hari perawatan maka biayanya mencapai 300 juta, ini angka kerugian yang luar biasa. 

Jadi kalau mengandalkan penyelesaian kuratif maka biaya yang harus dikeluarkan tidak akan pernah cukup.

Kondisi ini mestinya bisa menyadarkan kita semua, pemerintah dan masyarakat bahwa pendekatan promotif (peningkatan kesehatan) dan pendekatan preventif (pencegahan) menjadi solusi terbaik dan efektif untuk mengurangi jumlah kasus kesakitan dan kematian akibat Covid-19 dan juga bisa mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan/perawatan.

Baca Juga: Dampak Pemberitaan Covid- 19 yang Gencar, Pusat Kota Tasikmalaya Bak Kota Mati

Paradigma sehat atau cara pandang kesehatan sebagai investasi (health is an investment) agar masyarakat bisa sehat dan produktif secara sosial dan ekonomi yang berorientasi pada upaya promotif dan preventif belum sepenuhnya dipahami dan dimaknai dengan baik.

Makna sehat dasar adalah sehat bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan semuanya menjadi tidak berarti (health is not everything but without health everything is nothing). 

Sampai saat ini paradigma sakit yang berorientasi pada upaya kuratif dan rehabilitatif masih dominan.

Padahal sifat dari kuratif adalah hanya untuk menyelematkan supaya tetap hidup (just for survival) dengan kurang mempertimbangkan dampak dari akibat sakit tersebut berupa kecacatan, kerugian ekonomi, dan kematian.***

 



Editor: Sep Sobar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah