Ikan Sidat Menghilang dan Nyaris Punah di Pangandaran, Susi Tak Bisa Lagi Makan Pepes Sidat

14 April 2021, 08:40 WIB
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti saat berpidato di depan massa di Pangandaran, beberapa waktu lalu. Prihatin atas mulai punahnya ikan sidat di Pangandaran. /Istimewa/

 

KABAR PRIANGAN - Salah satu kuliner khas Kabupaten Pangandaran adalah pepes ikan sidat. Ikan yang satu ini bentuknya seperti belut.

Salah satu pembedanya adalah sidat memiliki sirip, sedangkan belut tak bersirip.

Namun sayang belakangan ini sidat sudah jarang ditemui, menghilang dari habitatnya di sungai dan muara.

Baca Juga: Horeee! Bupati Garut Perbolehkan Mudik Lokal

Menu pepes sidat pun telah lama menghilang dari rumah makan atau warung-warung nasi yang ada di Pangandaran.

Padahal sidat lezat dan gurih, tekstur dagingnya khas, berbeda dengan ikan lain.

Kondisi tidak adanya sidat di Pangandaran tersebut tak kurang membuat Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti prihatin. Maklum Susi merupakan penggemar kuliner pepes sidat.

Baca Juga: Memakmurkan Masjid

"Dulu saya sering makan pepes sidat di warung nasi di daerah Kecamatan Padaherang, sekarang sudah tidak ada," kata Susi, saat menghadiri acara pemusnahan alat tangkap baby lobster di Lapangan Katapang Doyong, Kecamatan Pangandaran, baru-baru ini.

Susi mengatakan, sidat sudah masuk ke dalam satwa appendix 2. Golongan ini adalah hewan langka yang dilindungi di alamnya.

"Sidat proteinnya luar biasa, omeganya tinggi sekali," kata Susi.

Baca Juga: Langgar Protokol Kesehatan, Penyaluran Bantuan UMKM Dibubarkan, Bank BNI Pun Kena Sanksi  

Menurutnya, salah satu penyebab sidat mulai langka karena adanya aktivitas penangkapan larva sidat atau glass eel.

"Langka karena glass eel diambilin, 1 kilogram harganya Rp 5 juta lebih. Padahal dalam 1 kilogram glass eel itu ada 100 sampai 500.000 ekor sidat," ucap Susi yang merupakan warga Kecamatan Pangandaran tersebut.

Penangkapan glass eel itu, lanjut Susi, tentu merugikan secara ekonomis. Soalnya jika glass eel itu dibiarkan tumbuh di sungai nilainya bisa lebih besar.

Baca Juga: Dua Santri Tasikmalaya Lolos Audisi Voice Of Ramadan GTV

Karena harga 1 kilogram sidat bisa mencapai Rp 50.000, bahkan untuk sidat bobot lebih dari 0,5 kilogram, harganya Rp 200.000.

"Kalau glass eel lepas ke sungai, gede, 1 kilogram harganya Rp 50.000. Yang setengah kilogram ke atas bisa sampai Rp 200.000. Tapi sayang, sekarang susah karena hampir punah," kata Susi.

Susi menuturkan, serupa dengan lobster, sidat juga belum bisa dikembangbiakkan di laboratorium atau hatchery.

Baca Juga: Pemkot Tasikmalaya Larang Ngabuburit Berkerumun Selama Ramadan

Bahkan sejauh ini proses reproduksi sidat masih menjadi misteri para ahli.

Menurut Susi, dari habitatnya di sungai dan muara, sidat dewasa bermigrasi melintasi samudera untuk menuju Laut Sargasso.

Laut Sargasso yang terletak di sebelah selatan Bermuda dan sebelah timur Florida, memiliki palung yang kedalamannya melebihi tinggi gunung Mc. Kinley, sebuah gunung tertinggi di Amerika Utara.

Baca Juga: Vaksinasi Covid-19 di Bulan Ramadan, Dinkes Sumedang Cari Waktu yang Tepat

Di laut dalam inilah hewan bernama latin Anguilla dari seluruh dunia berkumpul.

"Sidat dewasa dari seluruh dunia berkumpul di Sargasso Sea di Mediterania. (Sidat) yang dari Pangandaran, dari Sidareja, dari Cikidang, dari Padaherang, dari Alaska semua menuju ke sana untuk kawin," kata Susi.

Setelah kawin dan telur menetas, lanjut Susi, anak-anak sidat itu lalu kembali ke asalnya.

Baca Juga: Eks Rumah Dinas Wakil Wali Kota Mirip Museum, Dimyati: Piagam MURI Masih Tersimpan Rapi

Menempuh jarak ribuan kilometer dan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun, mereka kembali ke asalnya.

Mereka tumbuh di perjalanan, meski mayoritas kandas di tangan predator.

"Setelah kawin anaknya menetas, terus balik ke negerinya masing-masing. Itu sidat ukurannya kecil, segede sedotan aja masih gede sedotan. Mereka balik ke kampungnya. Enggak kesasar, GPS (global positioning system)-nya hebat buatan Tuhan," kata Susi.

Baca Juga: Alun-alun dan Mesjid Agung Sumedang Ternyata Tempat Favorit Ngabuburit Bupati Dony Semasa Kecil

Lebih lanjut Susi berharap masyarakat memiliki kesadaran untuk sama-sama melestarikan laut. Menurutnya, sebanyak 79 persen wilayah Indonesia adalah laut.

"Jadi kalau kita berharap banyak dari laut, ya harus dan itu benar. Tapi laut itu sulit dipagar, sulit dijaga dan sulit dikelola. Jadi kalau sekarang masyarakat Pangandaran memiliki kesadaran untuk sama-sama menjaga dan melestarikan laut saya sangat berterima kasih. Kearifan lokal ini harus dijaga," ujar Susi. (Andre)***

Editor: Dede Nurhidayat

Tags

Terkini

Terpopuler