Dampak Kekeringan di Kabupaten Garut, Berlanjut pada Urusan Hubungan Suami-Istri

15 Agustus 2021, 07:38 WIB
Salah seorang warga Desa Kertajaya, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut sedang mengantre untuk mendapatkan giliran pembagian air bersih. /kabar-priangan.com/ Aep Hendy/

KABAR PRIANGAN - Yeni (53), salah seorang warga Desa Kertajaya, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut mengungkapkan, kesulitan untuk mendapatkan air bersih yang dialami banyak menimbulkan dampak.

Warga pun terpaksa harus rela mengubah kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.

Tak hanya kebiasaan mandi untuk membersihkan badan yang terpaksa harus diubah agar bisa lebih menghemat air. Bahkan, kebiasaan menjalankan "ibadah" pasangan suami isteri pun harus diubah juga akibat dari sulitnya untuk mendapatkan air.

Baca Juga: Heboh, Warga Cikajang Garut Temukan Potongan Tubuh Bayi Sedang Dimakan Seekor Anjing

Diakuinya, sulitnya untuk bisa mendapatkan air bersih telah banyak menimbulkan perubahan dalam kebiasaan warga di daerahnya.

Bahkan, tuturnya, untuk menjalankan "ibadah" dengan sang suami pun kini terpaksa harus dijadwal sedemikian rupa.

Tujuannya tentu saja agar bisa menghemat pasokan air bersih agar ketersediaan untuk keperluan lainnya tetap terjaga.

Baca Juga: Hore! PTM di Garut Dilaksanakan Besok, Orangtua Bebas Memilih: Mengizinkan Anaknya Masuk Sekolah atau Tidak

"Pada musim sulit air bersih seperti ini, kita harus pandai-pandai menghemat penggunaan air. Akibatnya tentu saja kita harus rela mengurangi kegiatan-kegiatan yang memerlukan air termasuk kegiatan "ibadah" dengan sang suami," ucap Yeni belum lama ini.

Menurutnya ketika "ibadah" sering dilakukan, tentu akan memerlukan banyak air bersih karena setiap habis melaksanakan "ibadah" itu tentu harus bersih-bersih atau mandi wajib.

Tak jauh beda dengan Yeni, warga lainnya, Jafar juga mengaku terpaksa harus menghemat air dalam berbagai kegiatan.

Bahkan akibat sulitnya mendapatkan air, kini ia tak lagi bisa mandi setiap hari apalagi sampai sehari dua kali.

Baca Juga: Rumah Seorang Yatim Piatu di Kota Banjar Nyaris Ambruk, FKM Turun Tangan Beri Pertolongan 

Menurutnya, untuk saat ini masih bisa mandi dua hari sekali saja sudah terbilang untung. Karena sulitnya untuk mendapatkan air bersih, tak jarang dirinya mandi dalam jangka waktu empat hari sekali.

"Yah banyak sekali kebiasaan yang berubah akibat sulitnya mendapatkan air. Salah satunya kebiasaan mandi yang biasanya paling sedikit sekali dalam satu hari, kini bisa sampai empat hari sekali," ujar pria berusia 27 tahun ini.

Ia menyebutkan, kalaupun masih bisa mendapatkan air bersih, penggunaannya lebih diutamakan untuk keperluan masak, wudhu dan buang air.

Sedangkan untuk mandi, untuk saat ini menjadi nomor sekian karena dianggap tidak terlalu mendesak.

Baca Juga: Wakil Wali Kota Banjar Ajak Para Agnia Bantu Masyarakat yang Terimpit Ekonomi Akibat Covid- 19

Untuk kebutuhan air minum, diungkapkannya ia pun memilih untuk menggunakan air minum isi ulang.

Sedangkan untuk mencuci, warga terpaksa harus menggunakan air sungai itu pun sebelumnya mereka harus rela berjalan kaki dulu dengan jarak ratusan meter.

Menurut Jafar, di daerahnya itu setiap tahunnya pasti terjadi bencana kekeringan yang menyebabkan warga kesulitan mendapatkan air bersih.

Hal ini terjadi setiap kali musim kemarau melanda karena perkampungan mereka berada di kawasan perbukitan.

Baca Juga: Upaya Percepatan Vaksinasi di Garut Terkendala Keterbatasan Dosis Vaksin dari Pemerintah Pusat

Masih menurut Jafar, di daerahnya tersebut saat ini memang sudah ada sejumlah sumur. Namun saat musim kemarau seperti sekarang ini, walaupun sudah digali sedalam mungkin, sumur tersebut hanya bisa mengeluarkan air dalam jumlah yang sediit sehingga sangat tak seimbang dengan tingkat kebutuhan warga.

"Kalau sawah mah jelas-jelas kondisinya sudah sangat kering. Jangankan memikirkan untuk keperluan pertanian, untuk kebutuhan sehari-hari saja sudah sangat sulit," katanya.

Baik Yeni maupun Jafar berharap agar segera ada solusi guna mengakhiri penderitaan yang dialami warga akibat sulitnya mendapatkan air bersih setiap kali usim kemarau.

Baca Juga: Jokowi Beli Sepatu Sneakers dari Greysia Polii, Peraih Medali Emas Olimpiade Tokyo

Di sisi lain dikui mereka, selama ini pihak Pemkab Garut pun sudah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi permasalahan
yang rutin terjadi itu akan tetapi kondisi yang sama masih terus saja terjadi setiap tahunnya.

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Garut, Satriabudi membenarkan adanya warga yang mulai mengalami kesulitan mendapatkan air bersih di Garut.

Bahkan diakuinya sebelumnya hal itu sudah diprediksi karena memang sudah menjadi fenomena yang ritun terjadi setiap
tahunnya.

Baca Juga: Ratusan Pelajar SMAN 1 Banjar Jalani Vaksinasi Covid-19, Kapolres: Kami Imbau Pihak Sekolah Inisiasi Vaksinasi

"Dari catatan BPBD, wilayah Kecamatan Cibatu memang merupakan daerah yang paling terdampak ketika musim kemarau melanda. Banyak daerah yang mengalami kekeringan parah dan hal ini sudah rutin terjadi setiap tahunnya," ujar Budi.

Terkait hal tersebut, ditambahkan Budi, pihaknya sejak jauh-jauh hari sudah melayangkan surat kepada pihak Pemerintahan Kecamatan Cibatu agar segera mengambil langkah-langkah antisipasi.

Namun entah kenapa, sampai saat ini pihaknya belum menerima surat balasannya.

Baca Juga: Perempuan Separuh Baya di Kota Banjar Ngamuk, Pecahkan Hape dan Pukuli Polisi

Budi menjelaskan, langkah antisipasi yang dimaksud adalah pihak kecamatan segera memberikan data baik jumlah warga yang terdampak maupun sumber air yang bisa dimanfaatkan.

Jika sejak awal sudah diketahui adanya sumber air, maka pihaknya bisa secepatnya berkoordinasi dengan dinas terkait untuk melakukan pipanisasi.

"Atau jika tak bisa dilakukan pipanisasi, paling tidak kami juga bisa berkoordinasi dengan pihak PDAM agar membantu menyuplai air ke daerah yang benar-benar membutuhkannya," kata Budi.***

 

Editor: Sep Sobar

Tags

Terkini

Terpopuler