Guru Besar Ilmu Geomorfologi Unpad, Ungkap Pemicu Erupsi Gunung Semeru

6 Desember 2021, 20:42 WIB
Peta kawasan rawan bencana di Gunung Semeru /kabar-priangan com/DOK Tangkapan layar/

KABAR PRIANGAN - Banjir lahar yang terjadi akibat erupsi Gunung Semeru, Sabtu 4 Desember 2021 lalu, dipicu akibat aktivitas vulkanik yang dibarengi dengan cuaca ekstrem di wilayah tersebut.

Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Prof. Dr. Nana Sulaksana, Ir., M.SP., mengatakan, letusan akibat erupsi di Gunung Semeru bukan tiba-tiba. Tapi memang sudah terjadi letusan kegiatan magmatisme jauh sebelumnya. 

"Hanya kemarin saat letusan besar, secara kebetulan bersamaan dengan curah hujan tinggi," ucapnya dalam rilis yang diterima wartawan, Senin 6 November 2021.

Baca Juga: Gunung Semeru Kembali Dua Kali Erupsi dan Mengeluarkan Lahar serta Awan Panas

Prof. Nana menjelaskan, dampak besar dari erupsi Gunung Semeru diakibatkan adanya dua gaya yang bekerja, yaitu endogen dan eksogen. Gaya endogen terjadi dari aktivitas magma yang mendorong material vulkanik naik ke permukaan, sedangkan gaya eksogen diakibatkan hujan ekstrem.

Material vulkanik yang tertumpuk di kubah secara langsung bersentuhan dengan air. Akumulasi material tersebut kemudian dialirkan oleh air dan hanyut ke bawah melalui lembahan dan sungai-sungai. Akibatnya, banjir lahar mampu menyapu kawasan di lembahan Semeru.

“Kalau tidak ada hujan, maka seluruh material yang keluar sifatnya belum langsung menjadi lahar. Ini karena musim hujan, kebetulan hujan besar, material yang teronggok di atas terkena air, dan hanyut ke sungai,” katanya.

Baca Juga: Evakuasi Terdampak Erupsi Gunung Semeru, Wabup: Minta Bantuan Helikopter

Nana menambahkan, letusan Semeru memiliki karakter sendiri. Hal ini disebabkan, setiap komplek gunung berapi di Indonesia memiliki dapur magmanya tersendiri. 

"Antara satu gunung api dengan yang lain sebenarnya berbeda. Karena itu, karakternya juga berbeda karena kandungannya berbeda,” ujarnya.

Dilihat dari tipe letusan, berdasarkan hasil penelitian dan historis, kata ia, Gunung Semeru secara spesifik memiliki erupsi yang besar. Setelah itu, gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut kemudian akan tertidur kembali.

Baca Juga: Erupsi Gunung Semeru, Bahaya Abu Vulkanik bagi Kesehatan dan Cara Pencegahannya

"Karakter ini berbeda dengan gunung-gunung lain semisal Merapi atau Sinabung. Dinamika magma dari gunung tersebut bergerak simultan. Artinya, erupsi dengan intensitas kecil bisa terjadi dalam waktu yang sering. Karena itu, setiap gunung berapi di Indonesia memiliki stasiun pengamatannya sendiri. Para pengamat gunung berapi akan rutin melakukan pengamatan terhadap aktivitas gunung berdasarkan perubahan temperatur, catatan seismograf, hingga penampakan visual dari peningkatan gunung berapi," tuturnya.

Menurutnya, Status gunung berapi kemudian akan berubah berdasarkan data yang diamati dan direkam di stasiun pengamatan. Pergerakan aktivitas gunung berapi juga dilakukan berdasarkan historis erupsi sebelumnya.

“Jadi, karakter erupsi gunung berapi itu tidak bisa disamakan dengan gunung berapi lainnya,” ujarnya.

Baca Juga: Gunung Semeru Erupsi. Bupati Lumajang Himbau Masyarakat Berikan Bantuan

Guru Besar bidang Ilmu Geomorfologi tersebut menuturkan, proses mitigasi kebencanaan gunung berapi di Indonesia sudah baik. Indonesia sudah memiliki peta kawasan rawan bencana yang disusun oleh ahli geologi dan vulkanologi. Peta ini menjadi pedoman lembaga terkait melakukan mitigasi bencana khususnya erupsi gunung berapi.

Peta ini telah memetakan wilayah-wilayah rawan bencana, termasuk di dalamnya permukiman yang rawan terdampak serta sungai yang akan menjadi aliran lahar. Selain itu, lokasi pengamatan, jalur evakuasi, hingga lokasi pengungsian sudah dipetakan dengan baik dalam peta tersebut.

“Dari kejadian erupsi Gunung Semeru kemarin, tampak bahwa peta lokasi yang terkena bencana dapat dikatakan 90 persen tepat,” ucapnya.

Baca Juga: Gunung Semeru Erupsi, Sehari Sebelumnya Gunung Merapi Alami 42 Kali Gempa

Ia mengatakan, erupsi gunung berapi sudah bisa diprediksi sebelumnya berdasarkan tanda-tanda alam yang muncul. Hal ini juga telah didukung protokol mitigasi yang baik. Informasi erupsi sudah dapat disampaikan ke masyarakat satu jam sebelum letusan berapi.

“Dalam ukuran satu hari atau satu jam sudah termasuk bagus berdasarkan kacamatan mitigasi bencana. Jadi, erupsi Semeru kemarin bukanlah sesuatu yang terjadi tanpa pemberitahuan,” katanya.***

Editor: Nanang Sutisna

Tags

Terkini

Terpopuler