Dana BLT untuk KPM Diduga Dikorupsi, Seorang Kades di Garut Ditangkap Polisi

28 Desember 2021, 19:51 WIB
Kapolres Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono didampingi Kasat Reskrim AKP Dede Sopandi menanyakan alasan tersangka ES tidak membagikan dana BLT yang bersumber dari ADD tahun 2020 kepada KPM seusai kegiatan ekspose di Mapolres Garut, Selasa 28 Desember 2021.* /Kabar-Priangan.com/Aep Hendy

KABAR PRIANGAN - Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi terus dilakukan aparat penegak hukum (APH) di Kabupaten Garut.

Sehari setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut menahan lima tersangka korupsi program pengembangan sapi perah, jajaran Polres Garut mengamankan oknum kepala desa
yang diduga melakukan korupsi dana bantuan langsung tunai (BLT).

"Kami telah mengamankan seorang oknum kepala desa yang diduga telah melakukan korupsi BLT untuk KPM (keluarga penerima manfaat) yang bersumber dari anggaran dana desa atau ADD," ujar Kapolres Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono.

Baca Juga: Hujan dan Angin Kencang Akibatkan Pohon Tumbang di Jalan Ciawi-Malangbong, Arus Lalu Lintas Sempat Tersendat 

Wirdhanto menyampaikan hal tersebut didampingi Kasat Reskrim AKP Dede Sopandi saat 
ekspose di Mapolres Garut, Selasa 28 Desember 2021.

Menurut Wirdhanto, orang yang diamankan dan telah dijadikan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana BLT itu yakni ES yang menjabat Kepala Desa Ngamplang, Kecamatan Cilawu. Sebelumnya, tersangka menjalani pemeriksaan hingga akhirnya ditetapkan jadi tersangka.

Modus operandi yang dilakukan ES, tutur Wirdhanto, yakni menyalahgunakan kewenangannya selaku kepala desa. Dana BLT dari ADD tahun anggaran 2020 yang seharusnya ia bagikan kepada KPM malah dipergunakan untuk kepentingan pribadinya.

Baca Juga: Sedang Berenang di Sungai Ciwulan, Seorang Remaja Warga Cigalontang Tasikmalaya Tewas Terseret Arus

Hal itu menurut Wirdhanto tak hanya terjadi satu kali akan tetapi beberapa kali atau beberapa bulan. Akibatnya, warga yang seharusnya mendapatkan BLT jadi resah hingga mereka pun melaporkannya ke pihak kepolisian.

"Dana BLT yang seharusnya ia bagikan kepada warga yang berhak, ternyata malah ia gunakan untuk kepentingan pribadinya. Perbuatan tersebut  dilakukan berulang hingga akhirnya warga resah dan melaporkannya kepada polisi," katanya.

Diungkapkan Wirdhanto, pada bulan Juni 2020, seharusnya di Desa Ngamplang ada 200 KPM yang mendapatkan BLT dari ADD. Namun ternyata oleh tersangka hanya dibagikan sebagian sehingga ada 24 KPM yang tak mendapatkannya.

Baca Juga: Liburan Nataru Obwis di Tasikmalaya Masih Sepi Pengunjung Termasuk Gunung Galunggung, Ini Penyebabnya

Kemudian pada bulan Juli dan Agustus, apa yang dilakukan tersangka ini lebih parah lagi. Dana BLT untuk 200 KPM itu pun tak ada yang dibagikan dan semuanya ia gunakan untuk kepentingan pribadinya.

Menurut Wirdhanto, akibat perbuatan tersangka, timbul kerugian uang negara sebesar Rp374.400.000. Dari pengakuan tersangka, uang tersebut diantaranya ia gunakan untuk menutupi hutang-hutangnya.

Kapolres menyampaikan, kasus tersebut bisa terungkap dari laporan yang diberikan masyarakat terhadap pihaknya. Setelah mendapatkan laporan, pihaknya langsung menurunkan anggota untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Baca Juga: Wow, Sampah yang Diproduksi Masyarakat Kota Tasikmalaya Capai 315 Ton per Hari, Bagaimana Penanganannya?

"Hingga akhirnya diperoleh bukti-bukti adanya dugaan korupsi yang dilakukan tersangka ES," ujarnya.

Wirdhanto menyebutkan, hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan pihaknya, mengindikasikan adanya perbuatan melawan hukum yakni tindak pidana korupsi yang
dilakukan oknum kepala desa tersebut.

"Kini ES telah kami tetapkan menjadi tersangka dan kami akan segera melimpahkan berkasnya ke Kejaksaan Negeri Garut untuk memasuki proses hukum selanjutnya," ucap Wirdhanto.

Baca Juga: Uang Ratusan Juta Milik Petani Asal Cibugel Sumedang Mandeg di Koperasi, Kades: Kembalikan Hak Petani!

Atas perbuatannya, tambah Wirdhanto, tersangka ES dijerat Pasal 2 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.

Selain itu, tersangka juga dikenakan Pasal 3 dan ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.

Selama dalam proses penyelidikan dan penyidikan, kata Rirdhanto, pihaknya pun telah memeriksa sejumlah pihak sebagai saksi mulai dari aparat desa, dinas, hingga perbankan. Selain itu, polisi juga telah mengamankan sejumlah barang bukti diantaranya 78 dokumen.*

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler