Nasionalisme Rahmat Yo'i Tukang Permak di Tasikmalaya, Bendera Merah-Putih 'Saridona' Tak Ternilai Harganya

18 Agustus 2022, 18:59 WIB
Tukang permak pakaian keliling di Kota Tasikmalaya, Rahmat (40), disela-sela aktivitasnya, Selasa 16 Agustus 2022.* /Kabar-Priangan.com/Arief FK

KABAR PRIANGAN - Kadar kecintaan dan rasa nasionalisme seseorang terhadap negaranya tak dapat diukur dari tingginya pendidikan, bertumpuknya kekayaan, atau kuasa jabatan. Justru patriotisme terhadap Tanah Air serta rasa menghargai jasa para pahlawan, banyak datang dari rakyat biasa dengan kehidupan sederhana.

Seperti dilakukan oleh Rahmat (40). Penjahit dan tukang permak pakaian keliling yang berdomilisi di Jalan Ujungjaya, Mancogeh, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, itu mempunyai jiwa nasionalisme dan rasa cinta yang sangat kuat terhadap Republik Indonesia.

Bukan berarti ingin menunjukkan punya rasa nasionalisme yang tinggi, baru-baru ini, memasuki Bulan Agustus lalu menjelang HUT ke-77 Kemerdekaan RI ia membeli kain warna merah dan putih di salah satu toko di Tasikmalaya Kota. Kain tersebut dibuat menjadi puluhan bendera dengan ukuran standar 90 cm x 60 cm serta sejumlah bendera berukuran kecil.

Baca Juga: Upacara HUT Kemerdekaan RI ke-77, Wali Kota HM Yusuf Berikan Apresiasi kepada Tim Paskibra Kota Tasikmalaya

Ia membawa bendera buatannya berkeliling sambil menjalankan usaha. Ternyata, banyak warga yang membeli. Namun, Rahmat Yo'i --panggilan akrabnya-- tak memasang harga, melainkan hanya saridona (seikhlasnya) tergantung berapa saja pembeli memberinya uang.

"Ah tara ngahargakeun, saridona we mangga kumaha pantesna, bade dipasih saalit
Alhamdulillah, mere gede Alhamdulillah (Ah, tak pernah memasang harga, seikhlasnya saja silahkan bagaimana pantasnya, mau diberi sedikit Alhamdulillah, diberi besar Alhamdulillah)," ujarnya, Selasa 16 Agustus 2022.

Saat berbincang dengan Kabar-Priangan.com/Harian Umum Kabar Priangan siang itu, Rahmat sambil sibuk memermak pakaian seragam anak SD dan madrasah diniyah orderan ibu-ibu di Kompleks Perumahan Bumi Endah Residence, Kelurahan Parakannyasag, Kecamatan Indihiang.

Baca Juga: Meriahkan HUT RI ke-77, Puluhan Anggota Polisi di Kota Tasikmalaya Ikuti Lomba Masak Nasi Liwet

Suara mesin jahit terdengar cukup nyaring. Kedua telapak kakinya lincah bergerak karena mesin jahit manual. Jari-jari kedua tangannya juga memegangi pakaian yang dipermak. Sesekali ia memotong pakaian dengan gunting dan masukkan benang ke neci mesin. Rasa humornya yang cukup tinggi membuat suasana diisi banyak gelak tawa.

Ditambahkan Rahmat, dirinya membuat bendera Merah-Putih bermula ketika ada warga yang meminta menjahit umbul-umbul dengan bahan yang sudah disediakan. Ia kemudian tertarik membuat bendera sehingga membeli kain sekitar 10 meter warna merah dan 10 meter putih.

Kain itu pun dibuat bendera dengan panjang 90 cm dan lebar 60 cm. Ada juga bendera yang ukurannya lebih kecil. "Saya membuat bendera baru kali ini, sebelumnya tak terpikirkan (membuat bendera), biasanya ikut kegiatan di kampung seperti membuat kaca-kaca," ucapnya.

Baca Juga: Di Garut, Peringati HUT RI ke 77, Pemilik Nama Mirip Pahlawan, Bisa Masuk Tempat Wisata Gratis

Setalah selesai, bendera-bendera hasil produksinya ia bawa sambil mencari order menjahit atau
permak pakaian. Salah satu bendera ia pasang di gerobak motornya yang ia sebut "pesawat". Ternyata sambutan masyarakat sangat antusias. Warga membeli benderanya dengan memberi uang beragam ada yang Rp 50.000, Rp 30.000, Rp 20.000, hingga Rp 10.000 untuk ukuran kecil.

"Ya tak apa-apa, tak masalah, tara ngulukutuk na jero hate da geus diikrarkeun sakumaha wae ge ditarima (Tak pernah ngedumel di dalam hati karena sudah diikrarkan mau diberi berapa juga). Alhamdulillah," ujar ayah dari tiga orang anak itu.

"Lagi pula saya tidak tahu harga bendera berapa karena tak pernah menanyakan atau survei ke kota berapa harganya. Ah santai saja. Sok we teu langkung eta mah, dasarna mah teu ngahargakeun (Silahkan saja itu, dasarnya saya tak memasang harga)," ucap Rahmat.

Baca Juga: Innaalillaahi wa Innaa Ilaihi Rajiuun, Ulama Sepuh Kharismatik Rancah Ciamis KH Anwar Sobandi Tutup Usia

Ditanya mengapa ia tak memasang harga untuk bendera produksinya, menurutnya karena untuk persatuan dan kesatuan Indonesia tak terhitung harganya.

"Da bendera urang atuh, lamun teu ku urang rek ku saha deui, pan urang teh cicing di nagara urang nya, Bro. Lamun dijualbelikeun, jujur abdi mah teu enakeun, teu apal ari batur mah, urang mah kitu we, Bro, saridona

(Kan bendera kita, kalau tidak oleh kita lalu oleh siapa lagi. Kan kita tinggal di negara kita. Tak tahu kalau orang lain, tapi saya mah begitu saja, seikhlasnya," katanya.

Baca Juga: Tahukah Perbedaan Paskibra dan Paskibraka pada Upacara Bendera HUT Kemerdekaan RI? Simak Penjelasannya!

Dalam waktu beberapa hari stok bendera Merah-Putih yang ia bawa sudah habis. Hanya tersisa satu lembar yang ia pasang di "pesawat"-nya.

"Ini tinggal satu, tapi ini tak akan dijual. Kemarin juga ada yang menawar, ini mau dijual? Ah enggak ini mah terakhir buat saya saja. Bendera pusaka, kajeun teuing 20 juta rupia ge ieu mah moal dijual (Walaupun dibeli Rp 20 juta tak akan dijual)," ujar pria yang berasal dari kaki Gunung Galunggung Desa Mekarjaya Kecamatan Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya itu.

Rahmat begitu bangga sebagai warga Indonesia. Ia pun menunjukkan kaosnya yang dipakai dengan sablonan nama Rahmat Yo'i di bagian dada kanannya. "Ini juga saya mah ada bendera Merah-Putih," katanya sambil menujukkan kaos warna hitam berlogo Karang Taruna dengan gambar bendera Merah-Putih di lengan kanan dan Garuda Pancasila di lengan kiri.

Baca Juga: Profil dan Biodata Valentina Dyastika, Gadis Bali Pembawa Baki Bendera Merah Putih

Ia merasa bersyukur karena berkat rahmat dan karunia Allah SWT, Bangsa Indonesia bisa merdeka. Bagi Rahmat, merasakan menjadi insan yang merdeka diantaranya bisa menjalani usaha dengan bebas tanpa gangguan.

"Alhamdulillah, disyukuri dinikmati. Rek naon atuh hidup, dini'mati we (mau apa lagi hidup, dinikmati saja). Kemerdekaan itu harus disyukuri. Bisa usaha kemana-mana. Kan dulu mah susah, zaman perang para orangtua kita dulu boro-boro bisa bebas usaha begini," tuturnya.

"Dulu mah taruhannya nyawa, duh Gusti Nu Agung. Sekarang kan bisa makan nikmat, kenal dengan orang lain, Alhamdulillah," ucap pria ramah yang bercita-cita umroh bersama keluarganya itu.*

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler