Sejak dilakukan pembangunan Situ Bagendit, para pedagang juga dilarang membuka lapaknya karena dinilai akan mengganggu pengerjaan pembangunan. Hal ini tentu saja sangat merepotkan karena sejak saat itu tak lagi mempunyai penghasilan.
Baca Juga: Kejahatan di Jalan Protokol Sumedang Akan Terpantau CCTV, Dishub: Ada Tabrak Lari Cepat Terungkap
Menurut Agus, pihak pelaksana pembangunan Situ Bagendit memang telah menyediakan tempat relokasi bagi para pedagang. Namun karena tempatnya yang jsangat tak strategis dan jauh dari keramaian, para pedagang enggan menempatinya.
"Selain tempatnya yang tak strategis, kami tak mau menempati tempat relokasi karena keberatan dengan iuran yang harus kami bayar. Para pedagang yang akan menempati tempatrelokasi diwajibkan membayar iuran sebesar Rp1,5 juta dan ini tentu saja sangat memberatkan kami," kata Agus.
Akhirnya, tutur Agus, para pedagang tak ada yang mau menempati tempat relokasi tersebut. Sebagian besar dari mereka terpaksa berhenti berjualan dan mencari nafkah dengan jadi buruh serabutan.
Baca Juga: Pemkab Sumedang Terapkan PPKM Level 3 Pada Natal dan Tahun Baru
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Situ Bagendit, Jojo Johana, membenarkan kondisi memprihatinkan yang saat ini dialami warga dengan sejak dilaksankan pembangunan di kawasan Situ Bagendit.
Mereka yang paling terkena dampaknya adalah para pelaku usaha mulai pedagang, pencari ikan, pengusaha mainan perahu angsa, dan juga pengayuh rakit.
Menurut Jojo, ada 200 lebih pelaku usaha dari 5 desa yang ada di sekitar Situ Bagendit yang kini kehilangan mata pencaharian akibat pelaksanaan pembangunan kawasan Situ Bagendit. Hal ini sangat disesalkan mengingat kebutuhan hidup mereka yang tentu saja tak bisa dihindari.
"Dampak dari pembangunan kawasan Situ Bagendit ini sangat besar bagi warga terutama para pelaku usaha. Ada 200 lebih pelaku usaha yang kini telah kehilangan mata pencahariannya karena sejak setahun lalu dilarang untuk beraktivitas dengan alasan bisa mengganggu pelaksanaan pembangunan," ucap Jojo.