Meski acap memicu polemik, dalam beberapa pilrek di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), ada kalanya calon yang tidak memiliki suara signifikan justru terpilih menjadi rektor.
Hal itu terjadi karena ada pertimbangan tertentu yang masuk berdasarkan hasil kajian mulai rekam jejak, loyalitas atau aspek dari masyarakat boleh jadi muncul.
Baca Juga: Wakil Ketua Pansus Pemekaran Wilayah Dorong Pemkab Tasikmalaya Bangun Infrastruktur di CDOB Tasela
Bukan mustahil pula, kata beberapa sumber internal, ada semacam tekanan bahkan "masuk angin" untuk mengakomodir kepentingan tertentu. Namun sebelum pemungutan suara digelar, penentuan akan diupayakan digelar melalui musyawarah mufakat.
"Ya tahap awal akan dilakukan musyawarah. Namun bila ada yang keberatan, opsi itu tidak bisa dilakukan dan langsung melakukan voting," ujar Iwan.
Salah seorang Calon Rektor Unsil, Dr Gumilar Mulya berharap opsi musyawarah bisa jadi pilihan bersama. Namun untuk musyawarah akan tergantung kepada kesiapan dan kemufakatan antara anggota senat dan ketiga kandidat.
Tetapi bila salah seorang senat atau calon tak berkenan, maka opsi pemunguan suara. "Kalau saya sih mau musyawarah atau voting juga tak masalah," ujar Gumilar.
Tetapi Prof Iis marwan, calon rektor lainnya, mengisyaratkan bahwa opsi musyawarah tampaknya sulit dilakukan.
"Tampaknya akan sulit ditentukan melalui musyawarah dan cenderung dilakukan dengan pemungutan suara. Saya hanya berharap dalam Pilrek Unsil 2022 ini bisa terpillih yang terbaik Unsil ke depan," kata Iis.*