Kemudian warga pun meminta dibangunannya kolam retensi untuk antisipasi limbah penambangan serta melakukan tarik buangan limbah yang benar. Terkait kondisi air bersih yang digunakan warga pun hingga dua tahun berlalu belum dilakukan survei kembali.
“Tolong juga mengoordinir masyarakat lokal untuk bekerja dengan jaminan yang sesuai dengan ketenagakerjaan," kata Hendra.
Baca Juga: Mahasiswa Garut Datangi Kejati Bandung, Adukan Penanganan Dugaan Korupsi di DPRD
Terkait dengan banyak rumah yang rusak akibat getaran dampak peledakan, kata Hendra, itu juga harus diatur dengan jumlah titik ledak sesuai dengan kerangka acuan. Padahal sebetulnya aturan itu sudah ada dalam Amdal, tetapi Hendra menilai kemungkinan ada manipulasi jumlah yang dipublikasi dengan fakta yang diledakkan.
"Sehingga dampaknya itu di luar estimasi yang sudah diukur oleh ahli lingkungan dampak di dokumen Amdal,” ujarnya.
Akhirnya perwakilan masyarakat bisa beraudensi dengan pihak pelaksana proyek hingga kemudian menyepakati kerangka acuan Amdal. "Seandainya pihak perusahan tidak menepati janjinya, tentu warga akan menuntut ganti kompensasi yang sesuai atas kelalaian pelaksana yang dinilai melakukan penambangan tidak sesuai aturan yang tercantum dalam Amdal," ujar Hendra.
Baca Juga: Sekwan DPRD Garut Dilaporkan ke Polisi
Sementara itu, Koordinator Lapangan Proyek Quarry Gunung Pangajar, Boni Hilman, mengaku terkait sejumlah tuntutan yang disampaikan masyarakat, pihaknya siap melakukan evaluasi untuk perbaikan ke depannya.
Evaluasi tersebut akan mulai secepatnya, sebab ia pun mengaku pihaknya tidak mau bila harus merugikan warga sekitar.
"Kami pun mengakui sudah melanggar jam kerja karena memang ada kesepakatan untuk jam kerja cuman sampai jam 11 malam. Jadi batas drilling (pengeboran) malam,” ujar Boni.*