KABAR PRIANGAN - Penggalan dialog dari naskah karya AB Asmarandana, berbunyi:
“Apa benar Pangeran Diponogoro itu orang Ponorogo?”
“Siapa bilang? Apa buktinya?”
“Kalau aku bilang ada, kamu mau percaya?”
“Di jaman se-enjoy ini, sanad harus jelas”
Sebuah petikan dialog dalam program “Latihan Ditonton” yang diselenggarakan oleh Ngaos Art Foundation Tasikmalaya pada Jumat 7 Juni 2024 yang diikuti oleh enam kelompok, dengan membawakan satu naskah yang sama, namun dalam tafsir dan bentuk yang berbeda, diserahkan kepada masing-masing kelompok sebagai kreator.
Pemilik sekaligus pengampu Kelas Keaktoran Ngaos Art, Budi Darma, M.A, S.Sn, atau yang kerap dipanggil dengan nama panggung AB Asmarandana menjelaskan bahwa program tersebut merupakan simulasi untuk dibentukannya laboratorium teater Ngaos Art, guna menciptakan ruang, ide, penelitian, pengkajian, dan praktikum, dan terus membangun polemik, agar kesenian itu terus hidup dan berkembang sesuai dengan ruangnya.
Penguasaan absurditas telah melebihi isme-isme lainnya
Pertunjukan tersebut mengangkat tema absurditas dengan bentuk pengadegan realisme maksimalis. AB mencoba mengembalikan hukum-hukum dasar pemanggungan teater, sebelum ‘para aktor’ berperang dengan bentuk-bentuk yang lebih eksperimental. Sehingga, seharusnya penguasaan absurditas itu telah melebihi atau melewati isme-isme lainnya.
![Pertunjukan Sejengkal dari salah satu kelompok dalam "Latihan Ditonton" Kelas Keaktoran Ngaos Art Tasikmalaya.*/Kabar Priangan/Dok. Ngaos Art Tasikmalaya](https://assets.pikiran-rakyat.com/crop/0x0:0x0/x/photo/2024/06/09/320129170.jpg)
Sebelumnya, kelas ini juga sudah mementaskan pertunjukan dengan formula yang sama pada 27 Mei 2024 lalu, masih dengan tema absurditas, tapi dalam bentuk garap realisme romantis, dan akan kembali menggelar pertunjukan dengan metode serupa pada tanggal 21 Juni mendatang.