Antralina, Indah Namanya Tidak dengan Kisahnya. Bermula dari Kekecewaan Kartosuwiryo pada Perjanjian Renville

6 Maret 2023, 15:53 WIB
Kartosuwiryo ditangkap dan dihukum mati. /Biografi Kartosuwiryo/

KABAR PRIANGAN - Pada tanggal 25 Januari 1949 di Kampung Antralina Ciawi, Tasikmalaya telah terjadi baku tembak pertama antara pasukan Tentara Islam Indonesia (TII) dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Peperangan itu pecah akibat masing-masing pihak mengklaim diserang lawan, sejak saat itu bara permusuhan TII dan TNI terus menyala.

Adalah Kartosoewirjo atau Kartosuwiryo, yang bernama lengkap Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (7 Januari 1905-5 September 1962) adalah seorang tokoh islam Indonesia yang mendirikan gerakan Darul Islam (DI) untuk melawan pemerintah Indonesia dari tahun 1949-1962, dengan tujuan mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) berdasarkan hukum syariah.

Baca Juga: Peringati HUT ke 62 tahun Kostrad, Pangkostrad Temui Prajurit di Wilayah Bekas Sarang KKB

Pemberontakan Kartosoewirjo bermula ketika Indonesia mengikat perjanjian dengan Belanda. Perdana Menteri Amir Sjarifuddin menandatangani perjanjian di atas kapal perang USS Renville milik Amerika Serikat pada 17 Januari 1948.

Salah satu butir kesepakatan Renville, penetapan garis Van Mook sebagai batas wilayah Indonesia dengan Belanda. Konsekuensinya, semua tentara Indonesia harus keluar dari wilayah Jawa Barat yang dikuasai Belanda.

Kartosuwiryo kecewa terhadap perjanjian tersebut karena dianggap melecehkan harkat dan martabat para pejuang kemerdekaan. Oleh sebab itu, pemberontakan DI/TII pun terjadi di Jawa Barat.

Baca Juga: Duh Petani Gigit Jari Lagi, Memasuki Panen Raya Padi, Harga Gabah Kering Giling di Banjar Malah Anjlok

Kemudian mereka melakukan pertemuan pada 10-11 Pebruari 1948 di Desa Pangwedusan distrik Cisayong dihadiri pemimpin-pemimpin Hizbullah, Gearakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), dan Sabilillah.

Sejak itulah TII berjuang keras menahan kehadiran tentara Belanda yang akan menguasai Jawa Barat. Pergerakan perjuangan TII dengan tentara Belanda pun akhirnya tak terelakkan.

Insiden penting terjadi setelah itu 25 Januari 1949 di Antralina dekat Malangbong Garut. Inilah pertama kali peperangan segitiga terjadi antara TNI Siliwangi, DI/TII, dan Tentara Belanda.

Baca Juga: Tempat Wisata Kuliner di Pinggiran Bekasi, Sate Kikil Sajian Sedap dengan Harga Murah yang Sudah Hampir Punah

Situasi di Jawa barat semakin rumit karena empat kekuatan militer antara TII, TNI, KNIL, dan militer Pasundan saling bertempur. Akhirnya KNIL Belanda undur diri dari pertempuran setelah adanya persetujuan Roem Royen. Sedangkan militer Pasundan bergabung dengan TNI.

Ketika PDRI dan TNI kemudian menerima Roem Royen, Kartosoewiryo tetap menolaknya dan mendorong diproklamasikannya NII pada 7 Agustus 1949 di Desa Cisampang-Cigayong, Garut Jawa Barat. NII juga dikenal dengan sebutan DI yang kemudian disingkat DI/TII.

Selain karena rasa kecewa terhadap negara yang dinilai semakin sekuler, Kartosoewiryo merasa kecewa dengan Perjanjian Renville karena Soekarno terlalu tunduk pada Belanda.

Baca Juga: Gudang Rongsokan di Kelurahan Situ Sumedang Ludes Terbakar

Inilah cikal bakal Kartosuwiryo kemudian dicari oleh pemerintah kala itu, ia bersama pengikutnya bergerilya siang dan malam dengan persenjataan seadanya, sangat sulit menangkap pergerakan Kartosuwiryo.

Ia begitu lihai dan amat sangat bisa membaca medan, di mana Antralina adalah sebuah pegunungan yang Kartosuwiryo dan pasukannya berhasil berpindah dari satu titik ke titik lain menghindari TNI kala itu.

Namun akhirnya pada tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo beserta para pengikutnya berhasil ditangkap oleh Pasukan Siliwangi di Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat.

Baca Juga: Kenapa Bansos 2023 PKH Tahap 1 Belum Cair? Simak 5 Alasannya di Sini

Kartosuwiryo pada akhirnya melalui pengadilan dieksekusi mati karena telah melakukan pemberontakan yang berbahaya bagi keutuhan NKRI.***

Editor: Dede Nurhidayat

Tags

Terkini

Terpopuler