Apa Itu Sindrom Prader-Willi yang Merupakan Kelainan Langka? Ini Ciri dan Penanganannya

23 Mei 2023, 21:50 WIB
Hiperfagia pada penyintas Sindrom Prader-Willi muncul antara usia satu hingga empat tahun.*/Pexels/Alex Green /

KABAR PRIANGAN - Di Indonesia Sindrom Prader-Willi (SPW) awalnya nyaris tidak terdengar, hingga beberapa waktu lalu selebriti Oki Setiana Dewi mengisahkan tentang putra keempatnya, Sulaiman Ali Abdullah, yang menjadi penyintas SPW. Kelainan ini memang merupakan kelainan genetik langka yang dialami satu dari 10 ribu kelahiran. Pada Bulan Kesadaran Sindrom Prader-Willi, Kabar-Priangan.com akan membahas penyebab, ciri, dan penanganannya.

Sindrom Prader-Willi pertama kali disampaikan oleh Langdon Down pada akhir tahun 1800-an. Kemudian sindrom ini diberi nama Prader-Labhart-Willi setelah tiga dokter asal Swiss bernama Andrea Prader, Alexis Labhart, dan Heinrich Willi dapat menjelaskan kelainan ini dengan lebih rinci pada tahun 1956.

Penyebab kelainan Prader-Willi.

Kelainan yang kemudian dikenal dengan Prader-Willi Syndrome (PWS) atau Sindrom Prader-Willi (SPW) adalah penyakit genetik multisistemik kompleks yang diwariskan secara paternal (diwariskan dari ayah). Dilansir dari medlineplus.gov, penyebab kelainan ini adalah tidak berfungsinya kromosom 15, akibat:

1. Kromosom 15 yang tidak ada pada gen ayah.

2. Terdapat kecacatan pada kromosom 15 gen ayah

3. Terjadi disomi uniparental ibu dimana anak hanya mewarisi dua salinan kromosom 15 dari ibu namun tidak mewarisi kromosom 15 dari ayah.

Baca Juga: 3 Fakta Menarik tentang tentang Romain Gavras, Pacar Baru Dua Lipa

Ciri-ciri orang dengan Sindrom Prader-Willi:

Hilangnya materi genetik pada kromosom 15 memengaruhi banyak hal dalam tubuh manusia, Ciri-ciri umum yang terlihat pada bayi dengan SPW disebut hipotonia dengan tanda sebagai berikut:

1. Tidak memiliki rentang gerakan penuh

2. Memiliki tangisan yang lemah

3. Memiliki refleks yang buruk

4. Tidak dapat menghisap dengan benar sehingga bayi mungkin mengalami kesulitan makan dan kekurangan berat badan hingga usia 1 tahun.

Baca Juga: Sejarah Toko Gunung Agung di Jakarta yang Akan Tutup Permanen dalam Usia 70 Tahun, Netizen Baper Bernostalgia

Lebih lanjut dilansir dari nhs.uk, Sindrom Prader-Willi dapat menyebabkan berbagai gejala, dan mempengaruhi perkembangan fisik, psikologis, dan perilaku seseorang antara lain:

1. Hiperfagia (keinginan makan yang besar)

Ciri ini biasanya muncul antara usia satu hingga empat tahun. Keinginan makan ini menjadi pemicu perilaku yang menantang pada penderita SPW seperti menjadi frustasi saat tidak bisa mendapatkan makanan, menyembunyikan atau mencuri makanan, atau mencuri uang untuk mendapatkan makanan. Memakan makanan yang tidak layak, makanan beku atau makanan mentah, atau makanan sisa.

2. Toleransi sakit yang sangat tinggi

Orang dengan SPW pada umumnya memiliki toleransi sakit yang tinggi sehingga dapat mengancam keselamatannya seperti memakan benda-benda yang berbahaya yang mengakibatkan keracunan makanan. makan dengan porsi berlebih hingga melukai organ pencernaan, atau menyakiti diri mereka dengan menggaruk, menusuk atau menarik kulit mereka tanpa merasa sakit. Hal ini dapat menyebabkan luka terbuka, jaringan parut dan infeksi.

3. Masalah kesehatan lainnya, seperti:

- Lengkungan tulang belakang yang tidak normal akibat otot yang lemah

- Osteoporosis

- Kerusakan gigi akibat produksi air liur yang sedikit

- Kelelahan karena mengalami masalah tidur

- Kesulitan belajar dan keterlambatan pertumbuhan

Baca Juga: Isu Dugaan Perselingkuhan Memanas, Didesak Mundur dari Jabatannya, Kades Gunungcupu Ciamis Menolak

Penanganan Sindrom Prader-Willi:

Hingga saat ini belum ada obat untuk Sindrom Prader-Willi. Orang dengan SPW harus dibantu oleh orang terdekat dan tenaga profesional dalam mengelola kondisi tersebut sesuai usianya antara lain:

1. Menggunakan selang makanan pada bayi dengan Sindrom Prader-Willi

2. Mengatur pola makan dan mencegah kenaikan berat badan yang berlebihan. 

3. Olahraga. Olahraga memainkan peran penting membantu orang dengan SPW dalam mempertahankan berat badan yang sehat.

4. Terapi hormon pertumbuhan

5. Pengelolaan perilaku. Hal ini sangat penting mengingat penyintas SPW sangat rentan cemas dan stress.***

 

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler