Akhir Pekan Bersama Ambu Ivon 'Srikandi Banjarnegara' Asal Ciamis, Sosok di Balik Rumah Singgah Griya Amanah

3 Februari 2023, 23:31 WIB
Ambu Ivon, sosok /Kabar-Priangan.com/Rika Rostika Johara/

KABAR PRIANGAN - Riana Fitria yang akrab dipanggil Ambu Ivon (50) adalah sosok berjasa di balik berdirinya Griya Amanah, rumah singgah bagi para yatim, piatu, yatim-piatu, dan lanjut usia di Parakancanggah, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Di rumah singgah itu ada pula anak yang masih memiliki orangtua, lengkap namun berasal dari keluarga kurang mampu.

Ambu Ivon berasal dari keluarga kiai besar pada zamanya dan asli keturunan Kecamatan Panjalu, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Namun nama besar keluarga tidak lantas membuat hidup Ambu Ivon mudah. Banyak lika-liku dan jalan terjal yang harus ia lewati.

Pengalaman hidup Ambu Ivon menjadikanya pribadi yang kuat, tidak mudah menyerah, dan selalu mau berjuang. Watak keras dan pemberani perempuan asal Tatar Galuh itu membawanya merantau ke Banjarnegara, salah satu wilayah eks Keresidenan Banyumas itu.

Setelah bertahun-tahun tinggal di Banjanegara, pada akhir tahun 2019 Ambu Ivon bersama suami dan rekan-rekanya mendirikan Yayasan Griya Amanah. Ia harus melakukan dan mengorbankan banyak hal untuk mewujudkan impiannya tersebut.

Baca Juga: Peringati HBII 2023, Singrancage Gelar Lomba-lomba Berbahasa Sunda, Simak Berbagai Jenis Lombanya

Baginya Griya Amanah adalah panggilan agama dan wadah untuk memelihara fakir dan duafa. Tampak dari luar, tidak ada yang istimewa dari bangunan Griya Amanah Banjarnegara, seperti rumah pada umumnya. Namun, bila sebentar saja menengok lebih dalam, terasa ada yang berbeda.

Ada 68 orang yang tinggal di sana. Dengan usia yang beragam, mulai dari bayi berumur 1,5 tahun sampai lansia di atas 90 tahun.

Di pekarangan, ada dua mobil dengan stiker besar “Griya Amanah Banjarnegara”. Ambu Ivon bercerita, semua kendaraan itu adalah pemberian para donatur. Demikian pula dua asrama yang diberi nama Maryam dan Khadijah itu, juga dibangun dari hasil donasi.

Ambu memberi keleluasaan dalam bentuk apa pun kepada para dermawan ingin bersedekah, bisa uang, bahan bangunan, pakaian, makanan pokok, perlengkapan sekolah, dan lain-lain.

Baca Juga: Diizinkan Pemkot, Kehadiran PKL Jalan Cihideung Kota Tasikmalaya Ditolak Warga

Griya Amanah Banjarnegara menjelaskan diri mereka sebagai “Rumah Singgah Yatim, Piatu, Dhuafa, dan Jompo”. Ambu Ivon sang penggagas berserta para pengurus berupaya melaksanakan apa yang mereka tuliskan. Mereka yang tinggal sama sekali tidak dipungut biaya.

Ambu sekuat tenaga mencari cara agar mereka yang kurang beruntung secara ekonomi masih bisa mengakses pendidikan dan hidup dengan cukup.

Masa kecil 

Terlahir dari keluarga kiai yang cukup mapan, Ambu Ivon tidak serta merta hidup enak. Sang ayah mendidik ia dan tujuh saudaranya dengan keras agar dapat mandiri ketika dewasa. Karena situasi politik Orde Baru yang tidak menguntungkan sang ayah, Ambu Ivon kecil tinggal tidak menentu. Kadang di Ciamis bersama nenek, kadang di Jawa Tengah bersama ayah dan ibu.

Baca Juga: Pemkot Tasikmalaya Dilanda Defisit Anggaran, Mahasiswa Tuntut Berbagai Tunjangan Anggota DPRD Ditekan

Ambu bahkan sempat terjebak dalam situasi mencekam. Sekelompok aparat mengobrak-abrik rumahnya dengan tuduhan sang ayah menyembunyikan senjata. Masih kuat ingatan Ambu bagaimana sang ayah dibawa aparat atas tuduhan yang tidak pernah terbukti itu.

Hal traumatik ini yang mamantik Ambu Ivon tumbuh menjadi anak yang memiliki kehendak yang kuat. Sejak kecil, ia sudah menampakkan kecenderungannya yang eksploratif dan suka akan petualangan. Ia tumbuh menjadi anak yang pemberani, bahkan untuk “melawan” orang tua.

Pasca reformasi, kondisi menjadi lebih baik. Perempuan kelahiran 1973 ini menikah tak lama setelah Orde Baru tumbang. Setelah kelahiran anak pertamanya ia mulai dikenal dengan sebutan Ambu. Ambu adalah panggilan ibu dalam bahasa Sunda.

Baca Juga: Jumlah Rumah Terdampak Gempa di Garut Menjadi 495 Ditambah 8 Sekolah

Di awal masa rumah tangga, Ambu turut bekerja bersama suami sebagai buruh pabrik di Bandung. Dalam keterbatasan ekonomi, rumah tangganya kandas ketika anak mereka masih berstatus balita.

Menyandang status janda tak membuat Ambu Ivon kecil hati. Ia justru makin gigih mencari penghidupan demi sang anak. Namun, karena kesibukan menyita waktu, sang anak ia titipkan di Ciamis bersama sang ibu. Hidup terpisah dengan anak menjadi derita tersendiri buatnya. Terlebih, kondisi ekonomi keluarga besarnya juga sudah tidak semapan dulu.

Dalam himpitan hidup, Ambu nekat hijrah ke Banjarnegara, kota tetangga Wonosobo, tempat ayah dan ibunya dulu merantau. Di sana ia bertemu seseorang yang kemudian melamarnya menjadi istri.

Baca Juga: Awali Pagi Hari dengan Bahagia, Ibu Bisa Tanamkan Sikap Disiplin pada Anak

Pada fase ini, kehidupan ekonomi Ambu mulai membaik. Suaminya seorang petani dan pengusaha yang lumayan tajir. Ia memboyong sang anak ke kota Dawet Ayu itu. Nahas, pernikahan keduanya hanya seumur jagung. Ambu pun menikah lagi untuk kesekian kalinya.

Tuhan adalah Maha Sutradara, demikian yang selalu Ambu yakini. Segala peristiwa yang terjadi pasti adalah yang terbaik sejauh kita bisa memetik hikmah. Kesadaran ini merupakan buah dari pengalaman hidup yang Ambu alami sendiri.

Dari sekian kegagalan membina rumah tangga, satu hal yang Ambu sadari. Ia merasa hidupnya jauh dari Sang Pencipta.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Garut yang Lagi Hits untuk Keluarga, Ada Dinosaurus dan Bukit Teletubies Lho!

Menyadari hal itu, kini Ambu Ivon dan suaminya lebih khusyuk mempelajari agama dan terlibat aktif dalam berbagai kegiatan sosial-keagamaan di Banjarnegara. Ia bahkan menjadi insipirator Gerakan Hijrah Banjarnegara dan aktivis pada Kajian Akhwat Bergerak Banjarnegara.*

 

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler