Lilis Nina Hasdianah, Kisah Guru Asal Ciamis Sejak Bekasi Masih Tanah Merah Sampai Jadi Kota Metropolis

- 19 Februari 2023, 00:58 WIB
Lilis Nina Hasdianah, SPdI, guru purnabakti SDN Bekasi Jaya 1, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.*
Lilis Nina Hasdianah, SPdI, guru purnabakti SDN Bekasi Jaya 1, Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi.* /kabar-priangan.com/Dok. Pribadi /

 

KABAR PRIANGAN - Bicara tentang jasa guru tak akan ada habisnya. Dengan segenap kesabaran dan pengabdiannya ia mengajarkan kita sampai bisa membaca, menulis, berhitung, dan berbudi pekerti luhur.

Dulu, menjadi tenaga pengajar bukanlah suatu tujuan profesi yang banyak dipilih oleh masyarakat. Memilih profesi guru adalah pengabdian dimana harus dijalani dengan ikhlas dan kesabaran dengan segenap hati karena sarana prasarana dan fasilitas yang sangat terbatas.

Tak jarang, banyak guru pada masa lalu yang jauh dari kata sejahtera. Bahkan harus hidup dalam keterbatasan karena kurangnya fasilitas untuk mengajar bahkan untuk kehidupan pribadinya sendiri. Banyak pula ketika itu yang mengundurkan diri dari profesi "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" tersebut.

Baca Juga: Mengunjungi Gilang Tiara, PKBM Tertua di Kabupaten Bekasi yang Memiliki Konsep Belajar Sepanjang Hayat!

Lilis Nina Hasdianah, S.Pd.I, (63) adalah seorang tenaga pendidik atau guru yang pernah menjalani tugas di Kota Bekasi, Jawa Barat. Lamanya berdinas dari awal hingga akhir kariernya di kota tersebut, selain menjadikannya praktisi pendidikan juga sebagai saksi sejarah perkembangan hingga hiruk-pikuknya kota patriot saat ini.

Kota Bekasi sendiri merupakan pemekaran dari Kabupaten Bekasi. Baru tahun 1982 secara resmi ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif (kotif), dan pada tahun 1996 ditingkatkan lagi menjadi kotamadya (kota) sampai sekarang.

Lilis yang lahir di Cisepet Kecamatan Baregbeg Kabupaten Ciamis pada 11 Juni 1959, adalah anak pertama dari pasangan H Achyar Djohan Soemantri asal Cisepet, dan (Almh) Hj Nyimas Yusti Hasanah asal Kecamatan Ciawi (kini Kecamatan Sukaresik) Kabupaten Tasikmalaya.

Baca Juga: Kelaparan di Jalan Tol? Ini 4 Tempat Wisata Kuliner Rest Area di Jabar, Banyak Menu Khas Sunda yang Favorit!

Ia menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Jelat 2 (kini SDN 2 Jelat) Ciamis tahun 1971, kemudian melanjutkan ke MTsN Buniseuri Kecamatan Cipaku Ciamis hingga selesai  tahun 1974, lalu PGAN Ciamis (kini MAN 2 Ciamis).

Setelah lulus dari PGAN Ciamis tahun 1977, ia sempat melanjutkan ke IKIP Bandung (kini
UPI). Namun hal itu harus berhenti karena pada tahun 1980 menikah dan pindah ke Bekasi mengikuti suaminya (Alm) Herman Mustafa, BAc, warga Jalan KH Wahid Hasyim (Majelis), Ciamis Kota, yang ditugaskan di Bawasda (sekarang Inspektorat) Pemkab Bekasi. Saat itu Bekasi masih berstatus kabupaten dan belum berstatus Kotif/Kota Bekasi.

Setelah mengikuti suaminya dengan berdomisili di Jalan Berlian Raya, Bekasi Tugu, Kelurahan Bekasi Jaya, Kecamatan Bekasi Timur, pada tahun 1981 Lilis diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dengan penempatan di SDN Pengasinan Kelurahan Margahayu, Kecamatan Bekasi Timur. Hanya sebulan bertugas di SDN Pengasinan karena dipindahtugaskan ke SDN Bekasi Pasar 02 Kelurahan Margahayu.

Baca Juga: 4 Tempat Wisata Kuliner Cafe di Tasikmalaya yang Paling Hits dan Estetik, Cocok untuk Malam Mingguan

Tak berhenti di situ, kondisi Bekasi yang saat itu masih kekurangan guru PNS mengharuskan Lilis dipindahtugaskan lagi ke SDN Bekasi Jaya 01 Kelurahan Bekasi Jaya, Bekasi Timur. Di tempat yang berjarak sekira 1 kilometer dari kediamannya itu, Lilis bertugas hingga purnabakti tahun
2019.

Menurut Lilis, awal dirinya datang ke Bekasi saat kota tersebut kondisinya belum seperti sekarang. Bekasi masa kini adalah kota metropolis dengan segala hiruk-pikuk dan kemajuan zamanya. Sedangkan Bekasi dahulu adalah sebuah kota kecil yang sangat jauh dari fasilitas memadai. Terkadang untuk mencapai tempat bertugas, Lilis harus melewati jalan tanah merah yang becek. Berbeda dengan sekarang yang jalan-jalannya sudah beraspal. 

Lilis Nina Hasdianah, SPdI.*
Lilis Nina Hasdianah, SPdI.*

"Jangankan jalanan yang sudah disirtu (pasir dan batu), jalanan sudah tidak becek saja merupakan hal yang membahagiakan saat itu," ujarnya saat ditemui Kabar-Priangan.com disela waktu senggangnya di kediamannya, baru-baru ini.

Baca Juga: Inilah Kota Paling Timur di Jabar, Sejarah Berdirinya Banjar, Kota Idaman yang Segera Hari Jadi ke-20

Ketika bertugas ke SDN Pengasinan, misalnya, Lilis harus berjalan kaki. Saat itu seragam PNS  warna putih-putih. Tak jarang, seragam putihnya berubah menjadi warna cokelat ketika sampai di sekolah karena kotor oleh tanah merah. Ia pun kerap terpeleset ketika berangkat mengajar.

"Jadi, sebelum mengajar ya bersih-bersih dulu, tapi para siswanya juga sama, pakaiannya banyak yang kotor karena menempuh perjalanan jauh ke sekolah he he... Saat itu sih biasa ya berangkat dan pulang ke sekolah dengan jalan kaki walaupun jauh," ucap ibu empat anak yakni dua putra dan dua putri serta cucu tersebut, mengenang.

Namun bagi Lilis hal itu bukan sebuah masalah. Mengajar baginya adalah panggilan jiwa. Dibesarkan dari keluarga pendidik, selain menjadi guru adalah cita-citanya, Lilis bersama sejumlah adiknya meneruskan kiprah sang ayah yang juga guru. Salah seorang adiknya, (Almh) Ihat Husnul Hotimah, juga menjadi pengajar yang merupakan pendiri Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Gilang Tiara di Kecamatan Setu Kabupaten Bekasi.

Baca Juga: Destinasi Wisata di Kota Banjar, Nomor 3 Seperti di Serial Enid Blyton yang Dipenuhi Devil's Ivy! 

Ayah Lilis sendiri seorang guru di Ciamis yang terakhir sebagai Kepala SDN Nanggewer Kecamatan Cipaku Ciamis. Selain itu kakeknya di Ciamis dan Tasikmalaya juga seorang ustaz yang saat itu mengasuh pondok pesantren.

Lilis menyebutkan, Bekasi tempo dulu jauh dari kata ramai. Penerangan belum masuk ke kampungnya sehingga masih memakai lampu cempor. Kondisi daerah yang kini berada di pusat kota dan tak jauh dari Pasar Proyek serta supermarket tersebut, ketika itu kalau malam gelap-gulita. Kampungnya pun masih jarang rumah, tepat di depan rumahnya lahan kosong milik saudaranya yang biasa dijadikan tempat bermain warga.

"Saat itu gelap banget, menyetrika pakaian juga pakai arang yang anak sekarang mah andaikan melihatnya akan aneh. Jalanan masih tanah merah, jeblog. Sempat ketika itu warga mengadakan musyawarah, jadi kalau ada 10 orang warga setuju, bisa pasang listrik," ucap Lilis.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata di Bogor, Gak Perlu ke Jepang Nikmati Bunga Sakura Bermekaran di Bulan Februari Ini

Kondisi Bekasi mengalami kemajuan pesat pada tahun 1987. Saat itu listrik mulai masuk dan infrastruktur perlahan mulai dibangun. Perkembangan semakin pesat sampai saat ini. Kini kawasan Bekasi Tugu telah padat penduduk dan kondisi depan rumah sudah menjadi kompleks
perumahan elite.

"Jadi begitulah kondisi Bekasi saat itu, seiring perkembangan zaman kini banyak berubah," kata perempuan pengemar makanan goreng ikan mujair dan papais ciamis itu.

Lilis Nina Hasdianah, SPdI.*
Lilis Nina Hasdianah, SPdI.*

Lantas, apa hal yang menjadi keputusan terbesarnya dalam perjalanan hidup Lilis? Lilis menyebutkan ketika memutuskan menikah pada tahun 1980. Saat itu ia harus berhenti dari studinya di IKIP Bandung dan pada tahun yang sama pula ia dikaruniai anak pertama, Dian Herlina. Tentu melanjutkan studi sambil menikah bukanlah hal yang mudah karena menjalankan dua peran sekaligus yakni sebagai ibu rumah tangga pula.

Baca Juga: 5 Tempat Wisata Alam di Sumedang yang Hits dan Adem, Favorit Wisatawan Apalagi saat Libur Akhir Pekan

Namun dalam perjalanannya, menuntut ilmu yang sempat tertunda itu telah terbayar lunas. Berkat dukungan sang suami dan anak-anaknya ia dapat menyelesaikan studinya yang sempat tertunda. Pada tahun 2000 Lilis melanjutkan D2 di IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan akhirnya menyelesaikan S1-nya di STAI Siliwangi Bandung. Kini ia pun menikmati hari-harinya setelah purnabakti pada tahun 2019 dari tempatnya terakhir mengajar di SDN Bekasi Jaya 1.

Ya, bagi Lilis, mengawali dan mengakhiri karier sebagai guru di Bekasi adalah kebahagiaan. Kiprah sebagai ibu rumah tangga sekaligus pendidik merupakan keinginannya dari hati sanubari. Hal yang menjadi kebanggaan pula ketika dapat berbagi ilmu dan pengetahuan kepada anak-anak didiknya.

Lilis yang sudah mengajar ribuan murid dan alumni sekolahnya banyak tersebar dimana mana, tidak pernah membedakan murid-muridnya dari kalangan mana pun. Terbukti ketika ia bertemu muridnya di berbagai wilayah Bekasi, para murid tersebut tak pernah lupa jasa Lilis yang pernah begitu sabarnya mengajarkan saat dulu.

Baca Juga: Ongkos Haji 2023 Naik Rp10 Juta Menjadi Rp49,8 Juta, Belasan Calon Jemaah Haji di Tasikmalaya Datangi Kemenag

Begitu pun tanah kelahirannya Ciamis yang menyimpan kenangan tersendiri tentang masa kecilnya, selalu dikunjungi hingga saat ini. Termasuk mengunjungi ayahnya yang telah pindah domisili dari Tanjakan Ciharus Sukaharja Desa Petirhilir Kecamatan Baregbeg ke Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya.***

 

 

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x