Pengaduan Konsumen terhadap Pelayanan Jasa Keuangan Tertinggi pada 2021, Terutama Pinjol dan Belanja Online

9 Januari 2022, 16:47 WIB
Konferensi pers virtual yang digelar YLKI bertema Bedah Ragam Masalah Konsumen pada Masa Pandemi, Jumat 7 Januari 2021.* /Kabar-Priangan.com/Tangkapan layar Zoom/Arief Farihan Kamil

KABAR PRIANGAN - Jumlah pengaduan yang dilakukan masyarakat konsumen Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir masih tertinggi di bidang jasa keuangan.

Bahkan selama tahun 2021 jumlah pengaduan terhadap buruknya pelayanan bidang jasa keuangan tersebut hampir setengahnya atau hampir 50% dari jumlah pengaduan sektor-sektor lain. Disusul pengaduan terhadap sektor e-commerce, telekomunikasi, perumahan, dan listrik.

Sektor jasa keuangan terdiri dari bank, pinjaman online (pinjol), leasing, asuransi, uang digital,
investasi. Sedangkan e-commerce terdiri atas belanja online dan trasportasi online.

Baca Juga: Pemerintah Larang Ekspor Batubara Selama Januari 2022, YLKI: Mestinya Bukan Cuma Satu Bulan

Kondisi tersebut merupakan hasil pengaduan warga yang diterima Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Kriteria pengaduan yang diterima yakni kategori sengketa konsumen, konsumen akhir, ada pelanggaran hak konsumen, belum diadukan di tempat lain, serta belum menggunakan jasa pihak ketiga.

"Komoditas pengaduan selama tahun 2021 tertinggi adalah sektor jasa keuangan sebesar 49,60%," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam konferensi pers virtual bertema Bedah Ragam Masalah Konsumen pada Masa Pandemi, Jumat 7 Januari 2021.

Baca Juga: Perjudian Online Marak, Ratusan Warga di Tasikmalaya Unjuk Rasa

Selain wartawan berbagai media massa, acara diikuti Direktur Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah, serta Kepala Subdirektorat Pelayanan Pengaduan Konsumen Direktorat Pemberdayaan Konsumen, Kementerian Perdagangan RI Mulyansari.

Hadir pula diantaranya Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI Rizal E Halim, Anggota Ombudsman RI J Widijantoro, perwakilan Bank Mandiri, serta perwakilan konsumen.

Ditambahkan Tulus, akses pengaduan yang diterima lembaganya tersebut sebagian besar dilakukan konsumen melalui surat elektronika.

Baca Juga: Dampak Pandemi, Pertumbuhan Ekonomi Kota Tasikmalaya Positif, Namun Masih di Bawah Pertumbuhan Priangan Timur

"Dari jumlah narasumber 535, pengaduan yang diterima kami sebanyak 59% melalui email, 19% website, 11% tembusan, 8% datang langsung, dan 3% surat langsung," kata Tulus.

Menurut Tim Pengaduan YLKI, Aji Waskito dan Rio Priambodo, selain tren pengaduan dalam lima tahun terakhir didominasi sektor jasa keuangan yang tahun ini mencapai 49,60%, sektor lain adalah e-commerce 17,20%, telekomunikasi 11,40%, perumahan 4,90%, listrik 1,70%.

Daftar 10 besar pengaduan konsumen selama tahun 2021 yang diterima YLKI.* YLKI

"Jumlah pengaduan terhadap jasa keuangan ini naik signifikan dari tahun 2020 yang saat itu 33,50%," kata Aji.

Baca Juga: Bank Indonesia Luncurkan Qris, Banjar Menuju Kota Digital

Adapun rincian 10 besar profil pengaduan konsumen selama tahun 2021 yaitu pinjaman online 22,4%, belanja online 16,6%, bank 15,9%, telekomunikasi 11,4%, leasing 6,0%, perumahan 4,9%, uang elektronik 3,2%, paket 3,2%, listrik 1,7% dan asuransi 1,5.

Dengan adanya fakta tersebut, YLKI menyebutkan komplain habit konsumen masih rendah sehingga masih perlu ditingkatkan. Menurut Tulus, jumlah pengaduan tersebut merupakan fenomena gunung es karena dipastikan masyarakat konsumen yang dirugikan sangat banyak.

"Ini merupakan fenomena gunung es. Jika asumsinya satu pengaduan mewakili 1000 konsumen maka betapa besar jumlah masyarakat konsumen yang dirugikan," ujar Tulus.

Baca Juga: KPW Bank Indonesia Tasikmalaya Gelar Road to Fesyar Regional Jawa 2021

Tulus menyebutkan, hal itu pun menunjukkan masa pandemi telah mengubah perilaku transaksi konsumen dan berdampak pada karakter pengaduan konsumen. Ia menilai kelembagaan perlindungan konsumen belum efektif dalam hal ini seperti BPKN, BPSK, LPKSM, OJK, dan lainnya.

Amandemen Undang-Undang Perlindungan Kosumen (UUPK) yang terjadi sekarang pun malah mengancam mengamputasi kewenangan LPKSM. "Di sini perlunya perlindungan konsumen berbasis ekosistem contoh e-commerce, perumahan, dan ekonomi digital," tutur Tulus.

"Selain itu regulasi saling tumpang tindih antara UUPK dan UU Jasa Keuangan,
komoditas jasa keuangan menjadi sorotan sehingga perlu perhatian khusus dan perubahan mendasar," ujar Tulus, menambahkan.

Baca Juga: Cegah Balapan Liar di Jalan Baru Lingkar Utara Tasikmalaya, Polisi Lakukan Razia

Karena permasalahan-permasalahan yang merugikan konsumen tersebut, YLKI menyarankan perlu adanya penguatan pada sektor kelembagaan konsumen. Selain itu pemerintah perlu meningkatkan literasi digital konsumen dan pengawasan di sektor perumahan perlu ditingkatkan.

"Kewenangan urusan perlindungan konsumen dikembalikan di tingkat kota/kabupaten, serta adanya fungsi perlindungan konsumen dalam setiap struktur kementerian," ujar Tulus.

Menanggapi hal itu, Anggota Ombudsman RI 2021-2026 J Widijantoro, mengatakan memberi apresiasi atas capaian data YLKI selama 2021. "Kami sebagai pelayan masyarakat memandang ini penting karena tentu ada irisan-irisan dengan hasil yang dipublikasikan YLKI," ujarnya.

Baca Juga: Komunitas Buniseuri Ngahiji di Cipaku Ciamis Dibentuk, Bertekad Merawat Kebersamaan

Berdasarkan data yang ada, tren pelayanan publik ke depan lebih banyak dalam ranah digital.
Karenanya pihaknya mendorong pemerintah agar memberdayakan masyarakat supaya memiliki pengetahuan literasi digital yang baik.

"Terlebih perlunya aspek pencegahan termasuk pada kalangan milenial dan anak-anak," ujar Widijantoro.*

 

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler