"Ini merupakan fenomena gunung es. Jika asumsinya satu pengaduan mewakili 1000 konsumen maka betapa besar jumlah masyarakat konsumen yang dirugikan," ujar Tulus.
Baca Juga: KPW Bank Indonesia Tasikmalaya Gelar Road to Fesyar Regional Jawa 2021
Tulus menyebutkan, hal itu pun menunjukkan masa pandemi telah mengubah perilaku transaksi konsumen dan berdampak pada karakter pengaduan konsumen. Ia menilai kelembagaan perlindungan konsumen belum efektif dalam hal ini seperti BPKN, BPSK, LPKSM, OJK, dan lainnya.
Amandemen Undang-Undang Perlindungan Kosumen (UUPK) yang terjadi sekarang pun malah mengancam mengamputasi kewenangan LPKSM. "Di sini perlunya perlindungan konsumen berbasis ekosistem contoh e-commerce, perumahan, dan ekonomi digital," tutur Tulus.
"Selain itu regulasi saling tumpang tindih antara UUPK dan UU Jasa Keuangan,
komoditas jasa keuangan menjadi sorotan sehingga perlu perhatian khusus dan perubahan mendasar," ujar Tulus, menambahkan.
Baca Juga: Cegah Balapan Liar di Jalan Baru Lingkar Utara Tasikmalaya, Polisi Lakukan Razia
Karena permasalahan-permasalahan yang merugikan konsumen tersebut, YLKI menyarankan perlu adanya penguatan pada sektor kelembagaan konsumen. Selain itu pemerintah perlu meningkatkan literasi digital konsumen dan pengawasan di sektor perumahan perlu ditingkatkan.
"Kewenangan urusan perlindungan konsumen dikembalikan di tingkat kota/kabupaten, serta adanya fungsi perlindungan konsumen dalam setiap struktur kementerian," ujar Tulus.
Menanggapi hal itu, Anggota Ombudsman RI 2021-2026 J Widijantoro, mengatakan memberi apresiasi atas capaian data YLKI selama 2021. "Kami sebagai pelayan masyarakat memandang ini penting karena tentu ada irisan-irisan dengan hasil yang dipublikasikan YLKI," ujarnya.
Baca Juga: Komunitas Buniseuri Ngahiji di Cipaku Ciamis Dibentuk, Bertekad Merawat Kebersamaan