Kondisi Gaza Palestina Terkini: Harga Barang Meroket hingga Warga Berjalan Melangkahi Mayat-mayat di Jalanan

- 1 Desember 2023, 09:57 WIB
Warga Palestina berbelanja di pasar terbuka di dekat reruntuhan rumah dan bangunan yang hancur akibat serangan Israel, Pasar dibuka di dekat kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza tengah pada 30 November 2023.*/Reuters via Alarabiya
Warga Palestina berbelanja di pasar terbuka di dekat reruntuhan rumah dan bangunan yang hancur akibat serangan Israel, Pasar dibuka di dekat kamp pengungsi Nuseirat di Jalur Gaza tengah pada 30 November 2023.*/Reuters via Alarabiya /

Baca Juga: Hari ke-55 Perang Israel-Hamas: Daftar Peristiwa Penting 30 November 2023

Salah seorang penjual, Mohammed Yasser Abu Amra mengatakan, "Perang telah memengaruhi segalanya, mulai dari biaya pengiriman hingga persediaan. Jika yang saat ini saya miliki terjual, saya tidak akan memiliki uang untuk membeli produk yang sama karena harganya akan lebih mahal, sehingga saya tidak punya pilihan selain menaikkan harga untuk balik modal".

Dampak Penutupan Penyeberangan Perbatasan

Alasan utama kenaikan harga, katanya, adalah penutupan penyeberangan perbatasan, yang menyebabkan para pedagang grosir menjual produk ke pemilik toko dengan harga yang jauh lebih tinggi.

"Lentil biasanya dijual seharga 2 shekel (Rp7,700) per kilo dan kami menjualnya seharga 3 shekel (Rp12.400)," ujar Abu Amra. "Sekarang kami membelinya seharga 8 shekel (Rp31.000) dan menjualnya seharga 10 shekel (Rp40.000)".

Baca Juga: Hari ke-53 Perang Israel-Hamas Palestina: Berikut Daftar Peristiwa Penting yang Terjadi 28 November 2023

Pria berusia 28 tahun itu mengatakan bahwa tetangganya, Abu Amra, yang juga seorang pemilik toko, kehilangan rumah dan gudangnya dalam serangan Israel, yang mengakibatkan hilangnya hasil bumi senilai $8.000 (Rp.33 Juta).

Kondisi Lingkungan yang Memprihatinkan

Tidak hanya kondisi pasar yang memprihatinkan karena sebagian besar sudah runtuh, namun juga karena banyaknya korban selama masa tujuh minggu bombardir Israel.

Seorang ibu yang berbelanja mengatakan bahwa ia meninggalkan rumahnya di kamp pengungsian Shati (Pantai) di sebelah timur Kota Gaza, berjalan kaki selama empat minggu dan kini berlindung di sekolah PBB Deir el-Balah demi anak perempuannya. Ia mengatakan, "Kami berjalan ke sini dan harus melewati mayat-mayat di jalanan".***

Halaman:

Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah