Namun setelah mencuat di Sukarame, akhirnya bermunculan lembaga-lembaga lain yang mengaku mengalami hal yang sama dan berbagai kecamatan, seperti Singaparna, Sukaraja, Salawu, Cigalontang, Sodonghilir.
- Cashback setengahnya, plus biaya transportasi Rp 5 – 10 Juta
Dari seluruh lembaga atau yayasan keagamaan yang menerima bantuan, semua mengaku dipotong setengahnya bahkan lebih. Bahkan ada lembaga yang dari total bantuan yang diterimanya Rp 500 juta, ternyata yang mereka terima hanya Rp 150 juta. Selebihnya diminta sebagai cahsback.
Baca Juga: Kejati Tetapkan Tiga Tersangka dalam Kasus Dugaan Korupsi Pasar Leles
Selain itu, si perantara yang mengambil uang jasa yang disebut-sebut sebagai cahsback ini, meminta uang transportasi sebesar Rp 5 juta. Bahkan di lembaga yang menerima uang besar, biaya transportasinya pun meminta Rp 10 juta.
- Paswordnya Subarkah
Salah satu modus yang digunakan para pelaku pemotongan ini adalah menggunakan kurir. Begitu bantuan cair, dan penerima bantuan telah mencairkan bantuannya ke bank, hari itu juga utusan dari pelaku datang dengan mengaku bernama Subarkah.
Namun faktanya, kurir yang bernama subarkah ini berbeda-beda orangnya sehingga diduga, kata Subarkah ini hanya sebagai “pasword” atau kode saja.
Baca Juga: Babak Baru Kasus Pemotongan Bansos di Tasikmalaya, Modusnya Bikin Geleng Kepala
- Tanpa proposal dan Naskah Perjanjian
Dari pengakuan para korban, terungkap pula bahwa mereka sebelumnya tak mengajukan bantuan. Sebaliknya, justru pelaku yang mendatangi lembaga atau yayasan dan menawarkan adanya bantuan dari Pemerintah Provinsi dengan perjanjian bantuan itu dibagi dua sebesar 60 persen untuk penerima dan 40 persen untuk pemberi jasa.
Dalam hal ini, para pengelola yayasan dan lembaga keagamaan sama sekali tak membuat proposal atau mengajukan berkas-berkas persyaratan lainnya.
Baca Juga: Elf vs Elf 'Adu Bagong' di Jalan Raya Pamulihan Garut