Sarat Sejarah, Jembatan Cirahong Jadi Tempat Favorit Ngabuburit

- 18 April 2021, 21:21 WIB
Sejumlah warga tengah nongkrong ngabuburit sambil menikmati pemandangan jembatan Cirahong yang menghubungkan Tasikmalaya dan Ciamis.
Sejumlah warga tengah nongkrong ngabuburit sambil menikmati pemandangan jembatan Cirahong yang menghubungkan Tasikmalaya dan Ciamis. /kabar-priangan.com/Aris MF/

KABAR PRIANGAN - Masyarakat Tasikmalaya dan Ciamis tentu sudah mengenal jembatan Cirahong.

Jembatan yang menjadi penyambung perbatasan dua kabupaten ini jika dari Tasikmalaya berada di Desa Margaluyu Kecamatan Manonjaya Kabupaten Tasikmalaya.

Jembatan tersebut dibangun pada tahun 1893 oleh pemerintah Belanda dengan panjang 202 meter dengan tinggi 66 meter diatas aliran sungai Citanduy.

Pada saat bulan Ramadan, jembatan Cirahong selalu menjadi tempat ngabuburit warga. Banyak warga yang sekedar nongkrong dan berfoto menghabiskan waktu menunggu adan magrib di kedua sisi jembatan.

Baca Juga: Cerita Mistis Jembatan Cirahong, Antara Eyang Rahong dan Suara Degung di Malam Hari

Tidak hanya kalangan muda saja, akan tetapi juga anak-anak hingga dewasa. Mereka sesekali terkagum-kagum manakala kebetulan ada kereta melintas.

"Setiap sore jika cuacanya tidak hujan biasanya disini selalu. Cukup banyak yang ngabuburit, menunggu waktu berbuka puasa," jelas warga setempat, Hasan (40), Minggu, 18 April 2021.

Wajar jika warga menjadikan jembatan Cirahong sebagai tempat nongkrong dan ngabuburit. Karena panorama dan keindahan alam yang disuguhkan sangat indah. Bentang alam dan pegunungan di sekitar jembatan Cirahong sering dijadikan objek foto sekedar untuk mengabadikan keindahan alam.

"Apalagi pas kereta datang. Warga sangat antusias memotret. Setiap sore pasti macet Pak," tambah Hasan.

Baca Juga: Modus Baru Pencurian, Pura-pura Jadi Tim Satgas Covid-19. Barang Berharga Milik Tuan Rumah Diembat

Tidak hanya menjadi tempat menghabiskan waktu, dari sudut seharah jembatan Cirahong memiliki nilai histori yang tinggi. Tidak hanya berfungsi sebagai jalur kendaraan penghubung dua Kabupaten, akan tetapi juga menyimpan cerita perjuangan bangsa pribumi yang dipaksa oleh kaum kolonial membuat jembatan ini.

Jembatan Cirahong memiliki bentang panjang total 202 meter dan berada di ketinggian 66 meter di atas Sungai Citanduy serta ditopang penyangga beton setinggi 46 meter.

Menggunakan konstruksi baja yang banyak dan cukup rapat, jembatan kereta api peninggalan Belanda ini mulai dibangun tahun 1893 oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatspoorwegen. Jembatan ini merupakan bagian dari pembangunan rel kereta api jalur selatan di Pulau Jawa oleh pemerintah kolonial Belanda.

Baca Juga: Terlindas Truk, Pengendara Motor di Garut Tewas di Tempat

Pembangunan jembatan Cirahong juga tidak lepas dari peran R.A.A. Kusumadiningrat atau biasa disapa Kangjeng Prebu, Bupati Galuh Ciamis tahun 1839 – 1886. Kala itu pemerintah kolonial Belanda sedang membangun jalan kereta api jalur selatan yang melewati Bandung, Garut, Tasikmalaya, dan Banjar, selanjutnya menyambung ke Jawa Tengah.

Selain untuk angkutan massal, pembangunan jalur kereta api tersebut juga untuk mengangkut hasil bumi dari tatar Priangan, seperti kapas, kopi, kapol, dan lainnya ke Jakarta. Saat itu, memang banyak perkebunan baru dibangun di daerah Galuh, seperti perkebunan Lemah Neundeut, Bangkelung, dan lain-lain.

Awalnya, Jembatan Cirahong tidak direncanakan dibangun. Dari gambar rencana yang dibuat pemerintah kolonial Belanda, jalur kereta api dari Tasikmalaya tidak melewati Kota Ciamis.

Tetapi mengambil jalur ke Cimaragas atau sebelah selatan Sungai Citanduy. Setelah itu, masuk Kota Banjar. Seterusnya, jalur terbagi dua. Menuju Pangandaran dan Cilacap Jawa Tengah.

Baca Juga: Doa yang Mustajab di Bulan Ramadan, Kapan Waktunya?

Pertimbangannya, apabila melintas Kota Ciamis, maka pemerintah Belanda harus membangun dua jembatan melewati Sungai Citanduy.

Rencana ini tentu saja bakal memakan biaya yang sangat mahal. Informasi itu akhirnya sampai ke telinga Kangjeng Prebu, yang saat itu sudah pensiun dari jabatan Bupati Galuh Ciamis.

Kangjeng Prabu yang masih memiliki pengaruh ke pemerintah kolonial, kemudian melobi Belanda agar jalur rel kereta yang hendak dibangun tersebut melintasi Kota Ciamis. Ada beberapa pertimbangan yang disampaikan Kangjeng Prebu.

Pertama, jumlah penduduk Kota Ciamis sudah lebih besar dibanding Cimaragas, sehingga keberadaan kereta api akan lebih bermanfaat untuk masyarakat. Selain itu, adanya stasiun kereta api akan memperkuat eksistensi Ciamis sebagai ibu kota Kabupaten Galuh.

Setelah melalui lobi panjang, akhirnya pemerintah kolonial menyetujui usulan Kangjeng Prebu. Belanda kemudian membangun dua jembatan di atas Sungai Citanduy. Jembatan Cirahong di Manonjaya dan Jembatan Karangpucung di dekat Kota Banjar.***

Editor: Teguh Arifianto


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x