Covid- 19 Kian Liar, Ridwan Kamil: Saya Minta Pemerintah Pusat Tak Lagi Beri Libur Panjang

- 25 Juni 2021, 21:13 WIB
Gubernur Jabar, Ridwan Kamil didampingi Bupati Garut Rudy Gunawan, saat melakukan peninjauan di tempat isolasi dan perawatan yang ada di RSUD dr Slamet Garut dan di Desa Jayaraga, Tarogong Kidul, Jumat 25 Juni 2021.
Gubernur Jabar, Ridwan Kamil didampingi Bupati Garut Rudy Gunawan, saat melakukan peninjauan di tempat isolasi dan perawatan yang ada di RSUD dr Slamet Garut dan di Desa Jayaraga, Tarogong Kidul, Jumat 25 Juni 2021. /kabar-priangan.com/ Aep Hendy/

KABAR PRIANGAN - Dianggap bisa memicu peningkatan kasus Covid-19, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil meminta pemerintah pusat tidak lagi memberikan libur panjang kepada masyarakat.

Semua upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk pencegahan penyebaran Covid-19 dinilainya sia-sia jika pemerintah pusat masih memberikan libur panjang.

"Libur panjang telah memicu terjadinya peningkatan kasus Covid-19 yang signifikan seperti yang terjadi saat ini. Makanya saya minta agar pemerintah pusat tak lagi memberikan libur panjang," kata pria yang akrab disapa Emil ini seusai meninjau ruang isolasi pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Slamet Garut, Jumat 25 Juni 2021.

Baca Juga: Pasein Covid- 19: Perawatan di Rusun Gandasari Garut Kurang Memuaskan

Dikatakannya, selama ini Pemprov Jabar dan juga pemkab serta pemkot yang ada di Jawa Barat sudah melakukan berbagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 dengan baik termasuk 3T (tracking, tracing, dan treatment).

Namun karena adanya libur panjang, upaya tersebut pun tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan dan kini malah terjadi peningkatan kasus Covid-19.

Ia menyebutkan, jika tak ada libur panjang maka tak akan terjadi lonjakan kasus Covid-19 yang signifikan seperti sekarang ini.

Baca Juga: Seorang Aktivis di Ciamis Diteror Orang Tak Dikenal

Ruang isolasi yang ada di rumah sakit pun tak akan penuh sehingga harus menyiapkan ruang isolasi khusus di desa seperti sekarang ini.

Sebelum libur panjang Idul Fitri terjadi di Indonesia, tutur Emil, tingkat keterisian ruang isolasi dan perawatan Covid-19 di rumah sakit masih berada di bawah 30 persen.

Pihaknya bahkan sempat membubarkan relawan dokter dan tenaga kesehatan karena tidak adanya pasien, begitupun pelaksanan
pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro yang menurutnya berhasil.

Baca Juga: Bandung Zona Merah, Ridwan Kamil: Mohon Tidak Mengunjungi Wilayah Ini Sampai 7 Hari Kedepan

“Saat libur panjang Idul Fitri kemarin, semuanya jadi tak terkontrol akibat banyaknya masyarakat yang saling kunjung mengunjungi, ziarah, wisata, serta kegiatan lainnya yang mengundang kerumunan. Akibatnya, kini terjadi kedaruratan karena kasus penyebaran Covid-19 melonjak tajam," katanya.

Emil juga menyatakan, dengan adanya libur panjang, maka seluruh proses yang sudah dilakukan dan membuahkan hasil yang bagus pun pada akhirnya menjadi berantakan.

Selain meninjau ruang isolasi dan perawatan pasien Covid-19 di RSUD dr Slamet Garut, Emil juga menyempatkan diri meninjau lokasi isolasi yang dipersiapkan Pemerintahan Desa Jayarga, Kecamatan Tarogong Kidul.

Ia mengatakan, tingginya kasus Covid-19 di Garut ini harus disikapi oleh Pemkab Garut dengan melakukan pola hulu dan hilir.

Baca Juga: PPNI Minta APH Usut Tuntas Kasus Pemukulan Perawat di Garut

Hal ini menurutnya penting dilakukan dengan tujuan ketersediaan tempat tidur di rumah sakit yang ada di Garut tidak sampai kolaps.

Pola seperti ini pun selama ini sudah dilaksankan Pemprov Jabar dalam menyikapi situasi darurat untuk menanggulangi bed occupancy ratio (BOR) di rumah sakit.

Ia mejelaskan, yang dimaksud pola hulu adalah mereka yang terpapar Covid-19 dengan gejala ringan dan sedang tidak usah di bawa ke rumah sakit tapi mereka cukup dirawat di tempat isolasi yang disiapkan pihak desa.

Dengan demikian tempat isolasi dan perawatan yang ada di rumah sakit tidak akan penuh seperti yang terjadi sekarang ini karena hanya pasien bergejala berat saja yang dirawat di rumah sakit.

Baca Juga: Stok Darah PMI Sumedang Minim, 130 Personel Polres Sumedang Lakukan Donor Darah

"Saya contohkan, kasus yang terjadi di wilayah Bandung Raya. Sepertiga pasien yang ada di rumah sakit sebetulnya bisa melakukan isolasi mandiri atau diisolasi di tempat-tempat khusus tapi akibat kurangnya edukasi, mereka malah membebani kasur-kasur tempat tidur yang ada di rumah sakit," ucap Emil.

Sedangkan yang dimaksud pola hilir, tambahnya, bagi pasien yang dirawat di rumah sakit dan kondisinya sudah mau sembuh, maka segera dipindahkan atau ditransisikan dulu ke hotel, apartemen, rusun, atau ke ruang isolasi lainnya yang ada di wilayah.

Dengan demikian, tempat tidur yang ada di rumah sakit yang kondisinya memang terbatas hanya digunakan oleh mereka yang benar-benar membutuhkn penanganan emergency.

Baca Juga: Polisi Berhasil Bekuk Pelaku Penusukan Pemulung Hingga Tewas

Menurutnya, pola ini sebenarnya sudah diterapkan di kabupaten Garut hanya belum benar-benar maksimal.

Diakuinya, ia tak bisa membayangkan jika di Garut tidak ada tempat isolasi yang disiapkan di wilayah seperti yang ada di Desa Jayaraga ini, mungkin rumah sakit akan benar-benar kolaps karena
seluruh pasien Covid-19 akan berbondong-bondong ke rumah sakit.

"Di Garut tinggal dimaksimalkan saja dengan menyiapkan tempat isolasi wilayah yang lebih banyak dan juga lebih meningkatkan edukasi terhadap masyarakat agar tak memaksakan diri untuk dirawat di rumah sakit mengingat keterbatasan yang terjadi," kata Emil.***

 

Editor: Sep Sobar


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah