Sri Lanka Bangkrut dan Tidak Mampu Membayar Utang Luar Negeri, Beginilah Dampaknya

- 26 Juni 2022, 07:00 WIB
Dilanda bangkrut dan utang, Sri Lanka krisis ekonomi hingga tak mampu beli BBM
Dilanda bangkrut dan utang, Sri Lanka krisis ekonomi hingga tak mampu beli BBM /Reuters/Dibuka Liyanawatte

 

KABAR PRIANGAN – Sri Lanka dinyatakan bangkrut karena mengalami krisis keuangan sehingga tidak mampu membayar biaya operasional.

Negara ini sedang dilanda krisis ekonomi sangat parah dan terpuruk setelah kehabisan devisa.

Dikutip dari Pikiran Rakyat 23 Juni 2022, penyebab bangkrutnya Sri Lanka adalah pinjaman besar-besaran yang telah jatuh tempo dan negara tidak mampu untuk membayar cicilan baik pokok maupun bunga.

Baca Juga: Gempa Terkini di Banten  Magnitudo 3,0 

Penyebab lainnya yaitu pengeluaran pemerintah yang tinggi untuk membiayai obat-obatan, vaksin dan vitamin akibat pandemi, pengurangan pajak yang menguras pendapatan negara, sisa cadangan devisa yang mencapai level terendah.

Pinjaman kepada China dalam jumlah besar dipergunakan untuk membangun proyek-proyek pariwisata ternyata akibat pandemi, kunjungan wisata menurun drastis dan langsung mempengaruhi kondisi perekonomian.

Pada saat negara dalam  krisis moneter menyebabkan kesulitan untuk membiayai operasional kegiatan seperti sekolah, subsidi, pelayanan pemerintahan, kepolisian, militer, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Tragis Suami Istri Meninggal dalam Kecelakaan Bus Rombongan SD di Tasikmalaya, Dimakamkan di Cipaku Ciamis

Kebijakan mencetak uang sebanyak-banyaknya untuk membiayai hutang domestik dan internasional berdampak terhadap laju inflasi yang semakin tinggi dan harga-harga semakin meroket.

Pendapatan negara pada umumnya berasal dari penerimaan pajak dan investasi, namun kebijakan Sri Lanka menerbitkan obligasi dengan janji membayar kembali nilai obligasi ditambah bunga pada tingkat jatuh tempo.

Utang internal atau utang dalam negeri adalah utang kepada orang-orang yang membeli obligasi di dalam negeri, sedangkan utang luar negeri adalah obligasi dalam mata uang asing yang diterbitkan oleh pemerintah dan dijual kepada investor asing.

Baca Juga: Tradisi Mipit di Mekarasih Sumedang, Bangkitkan Milenial Sadar Budaya Tradisional

Utang internal dapat didanai oleh kebijakan fiskal dan moneter,  namun utang luar negeri harus dibayar dalam mata uang asing (devisa) yang tidak dapat dikendalikan oleh pemerintah sehingga menyebabkan pendapatan negara berkurang.

Apabila sebuah negara dinyatakan wanprestasi dan tidak sanggup membayar utang, maka akan masuk investor ke negara tersebut untuk menawarkan bantuan.

Dengan adanya bantuan ini ternyata investor sangat berkuasa untuk membuat kebijakan misalnya menjual asset negara ke swasta, menaikan pajak yang sangat merugikan bagi rakyat dan melakukan efisiensi besar-besaran yang tentunya sangat merugikan.

Baca Juga: Catat Tanggalnya! Ada Program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor di Jawa Barat

Beberapa proyek pembangunan kemungkinan diambil alih oleh kreditur sebagai jaminan untuk utang yang harus dibayar.

Salah satu upaya untuk menyelesaikan utang negara yaitu dengan cara negosiasi restrukturisasi utang atau reschedulling.

Jika negosiasi tercapai, pemerintah dapat menjadwalkan ulang untuk pembayaran yang ditunda, artinya nilai obligasi akan berkurang yang mengakibatkan kepercayaan kreditur akan hilang.

Baca Juga: Siap-siap, Beli Minyak Goreng Curah Harus Gunakan PeduliLindungi atau NIK. Luhut: Sosialisasi Mulai Hari Senin

Konsekuensinya adalah akan ada banyak investor yang menarik modalnya dari negara tersebut hingga menyebabkan negara mengalami defisit keuangan.

Akibatnya maka negara dapat mengalami krisis keuangan, tekanan politik, inflasi yang membengkak, hingga kerusuhan sosial.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x