"Total dari awal pembuatan hingga panen jamur sekitar 40 hari. Kurang lebih pendapatan kami sekitar Rp80 juta per bulan atau sekitar Rp300 jutaan per tahun," katanya.
Baca Juga: Polisi Tangkap Buronan Arisan Bodong asal Garut di Kalimantan
Awalnya, lanjut Irfan, dari kebiasaanya membaca buku dalam mempelajari agama, akhirnya beberapa literasi yang ia pelajari mengenai jamur. Ini membawanya memahami budaya jamur merang dengan media serabut aren.
"Kami belajar secara otodidak soal jamur hingga ke Jogjakarta. Meski pada saat disana pembudidayaan itu medianya menggunakan jerami," katanya.
Dari sana, ia melakukan uji coba dengan menggunakan limbah serabut aren. Limbah serabut aren yang telah dipilah, kemudian dicampur dengan bahan dedak dan kapur, yang akan digunakan sebagai media tanam bibit jamur merang untuk berkembang.
"Kami hanya menggunakan bahan baku serabut aren, kapur dan dedak plus bibit jamur merang," ungkapnya.
Potensi limbah serabut aren yang banyak ditemui di Kampung Kubang, Kampung Bojong Renged dan Kampung Cilengkrang, Desa Kertaharja, Kecamatan Cijeungjing, saat ini sudah bisa termanfaatkan.
Dimana sejak lama di Desa Kertaharja dikenal sebagai daerah pengolahan tepung aren. Akhirnya limbah diolah menjadi media tanam jamur merang.
Baca Juga: Rudy Gunawan Merasa Kurang Nyaman atas Naiknya Angka Kemiskinan di Garut