Dua Dusun Terdampak Ledakan Penambangan Batu Quarry Gunung Pangajar Tasikmalaya, Ratusan Warga Unjuk Rasa

- 17 Januari 2023, 22:25 WIB
Ratusan warga dari Dusun Citambal dan Dusun Kertajaya Desa Karanglayung Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya unjuk rasa terhadap pelaksana proyek penambangan batu quarry di Gunung Pangajar, Selasa 17 Januari 2023.*
Ratusan warga dari Dusun Citambal dan Dusun Kertajaya Desa Karanglayung Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya unjuk rasa terhadap pelaksana proyek penambangan batu quarry di Gunung Pangajar, Selasa 17 Januari 2023.* /kabar-priangan.com/Istimewa/

KABAR PRIANGAN - Ratusan warga dari Dusun Citambal dan Dusun Kertajaya Desa Karanglayung Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya, melakukan aksi unjuk rasa terhadap pelaksana proyek penambangan batu quarry di Gunung Pangajar, Selasa 17 Januari 2023.

Mereka menuntut ganti rugi kepada pihak pelaksana proyek penambangan tersebut karena rumah-rumah warga kini rusak terkena dampak ledakan aktivitas penambangan.

Koordinator aksi, Hendra Bima, mengatakan, masyarakat yang terdampak proyek penambangan batu quarry di kawasan Gunung Pangajar sebanyak lima RT dari Dusun Citambal dan Dusun Kertajaya, Kecamatan Karangjaya. "Warga datang karena sudah tidak tahan mengalami banyak kerugian," ujar Hendra, Selasa 17 Januari 2023.

Baca Juga: Viral Video Tak Senonoh Dua Remaja di Kompleks Dadaha, MUI Kota Tasikmalaya: Ini Bencana Akhlak

Ditambahkan Hendra, sebenarnya warga hanya menuntut pihak pelaksana proyek untuk bertanggung jawab kepada masyarakat yang terdampak akibat adanya aktivitas penambangan di Gunung Pangajar. Terutama dalam memberikan ganti rugi memperbaiki rumah-rumah warga yang retak karena adanya ledakan-ledakan penambangan batu.

"Tuntutan warga kali ini sebenarnya simpel, agar pihak terkait mau bertanggung jawab. Hal tersebut mengacu dalam pengerjaan penambangan, terutama dalam dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) yang sudah sah," kata Hendra.

Disampaikan hendra, pihaknya meminta Amdal yang sudah disahkan itu jangan menjadi tumpukan kertas yang tidak berguna, namun benar-benar menjadi acuan pekerjaan penambangan di lapangan. "Sehingga warga menuntut pekerjaan penambangan harus sesuai kerangka acuan di RKL-UPL dokumen analis dampak lingkungan," ucapnya.

Baca Juga: 1.900 Peserta se-Jawa Barat Ikuti Festival dan Porseni Guru Madrasah, Kota Tasikmalaya Targetkan Juara Umum

Dalam aksinya, masyarakat mengajukan 10 poin tuntutan berkaitan dengan kegiatan pengeboran dan peledakan (Drilling and Blasting) yang mungkin di ambang batas. Sehingga mengakibatkan rumah warga menjadi rusak.

Kemudian warga pun meminta dibangunannya kolam retensi untuk antisipasi limbah penambangan serta melakukan tarik buangan limbah yang benar. Terkait kondisi air bersih yang digunakan warga pun hingga dua tahun berlalu belum dilakukan survei kembali.

“Tolong juga mengoordinir masyarakat lokal untuk bekerja dengan jaminan yang sesuai dengan ketenagakerjaan," kata Hendra.

Baca Juga: Mahasiswa Garut Datangi Kejati Bandung, Adukan Penanganan Dugaan Korupsi di DPRD

Terkait dengan banyak rumah yang rusak akibat getaran dampak peledakan, kata Hendra, itu juga harus diatur dengan jumlah titik ledak sesuai dengan kerangka acuan. Padahal sebetulnya aturan itu sudah ada dalam Amdal, tetapi Hendra menilai kemungkinan ada manipulasi jumlah yang dipublikasi dengan fakta yang diledakkan.

"Sehingga dampaknya itu di luar estimasi yang sudah diukur oleh ahli lingkungan dampak di dokumen Amdal,” ujarnya.

Akhirnya perwakilan masyarakat bisa beraudensi dengan pihak pelaksana proyek hingga kemudian menyepakati kerangka acuan Amdal. "Seandainya pihak perusahan tidak menepati janjinya, tentu warga akan menuntut ganti kompensasi yang sesuai atas kelalaian pelaksana yang dinilai melakukan penambangan tidak sesuai aturan yang tercantum dalam Amdal," ujar Hendra.

Baca Juga: Sekwan DPRD Garut Dilaporkan ke Polisi

Sementara itu, Koordinator Lapangan Proyek Quarry Gunung Pangajar, Boni Hilman, mengaku terkait sejumlah tuntutan yang disampaikan masyarakat, pihaknya siap melakukan evaluasi untuk perbaikan ke depannya.

Evaluasi tersebut akan mulai secepatnya, sebab ia pun mengaku  pihaknya tidak mau bila harus merugikan warga sekitar.

"Kami pun mengakui sudah melanggar jam kerja karena memang ada kesepakatan untuk jam kerja cuman sampai jam 11 malam. Jadi batas drilling (pengeboran) malam,” ujar Boni.*




Editor: Arief Farihan Kamil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah