Singrancage Mengusung Piala Ajip Rosidi untuk Peringati HBII 2023, Siapakah Ajip Rosidi?

- 8 Februari 2023, 11:27 WIB
Ajip Rosidi diusung dalam pasangggiri maca sajak Singrancage untuk memperingati HBII 2023.
Ajip Rosidi diusung dalam pasangggiri maca sajak Singrancage untuk memperingati HBII 2023. /Ensiklopedia Sastra Indonesia/Andi Sopiandi/

KABAR PRIANGAN - Singrancage mengusung Piala Ajip Rosidi untuk memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional (HBII) tahun 2023, yang diperingati setiap tanggal 21 Februari.

Hal tersebut merupakan bentuk penghormatan terhadap kiprah Ajip Rosidi di bidang sastra, khususnya sastra sunda.

Singrancage menempatkan Piala Ajip Rosidi dalam pasanggiri maca sajak dengan puisi berjudul Jante Arkidam. Puisi tersebut merupakan salah satu karya terkenal dari Ajip Rosidi.

Dilansir dari Ensiklopedia Sastra Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) oleh Kabar Priangan, Ajip Rosidi adalah sastrawan yang serba bisa.

Baca Juga: Jadwal Liga 1 Hari Ini, RANS Nusantara vs Arema FC. Laga PSIS Kontra Persebaya Ditunda dengan Alasan Keamanan

Ia pernah bekerja sebagai penulis, redaktur beberapa penerbit, dosen, budayawan, dan pendiri Yayasan Kebudayaan Rancage.

Ajip Rosidi juga turut andil dalam kelahiran Taman Ismail Marzuki Jakarta dan Dewan Kebudayaa Jakarta.

Ia lahir di Jatiwangi, Cirebon, Jawa Barat, pada 31 Januari 1938. Meninggal di Magelang, Jawa Tengah, pada 29 Juli 2020. Ajip dikenal sebagai orang yang anti komunis dan keras kepala. Selalu memakai kemeja yang tak dimasukan ke dalam celana dan memakai sandal.

Ajip memiliki enam orang anak dari pernikahan pertamanya bersama Fatimah Dibrata. Di usia 79 tahun ia menikah dengan aktris Indonesia, Nani Wijaya.

Baca Juga: Wisata Religi Masjidil Aqsa, Memperingati Peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW

Ajip dibesarkan oleh nenek dari pihak ibu ketika berusia dua tahun karena orangtuanya bercerai. Kemudian ia dibawa oleh paman dari pihak ayah untuk tinggal di Jakarta.

Pada saat itu kehidupan Ajip dapat dikatakan kekurangan. Namun hal tersebut memotivasi dirinya untuk bergerak bangkit dan meningkatkan taraf hidup.

Terbukti ia sukses dalam bidang penulisan, sastra, dan penerbitan. Ia menjadi salah satu tokoh sastra paling muda jika dibandingkan dengan tokoh lain pada zamannya.

Ajip mengawali pendidikan dasarnya di Jatiwangi. Kemudian ia meneruskan SMP di Majalengka, lalu berpindah ke Bandung, dan Jakarta.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Hari Ini, BMKG: Waspadai Potensi Peningkatan Kecepatan Angin di Sebagian Wilayah Jawa Barat

Ia idak menamatkan pendidikan SMAnya. Tapi ia sudah memulai karir menulisnya sejak SD. Tulisannya dimuat di Surat Kabar Indonesia Raya ketika ia kelas enam.

Di usia 14 tahun, tulisannya dimuat di Mimbar Indonesia Raya, Gelanggang, Siasat, dan Keboedayaan Indonesia. Bahka ia menjadi pengurus majalah Shoeloeh Pelajar diusia 15 tahun.

Usia 17 tahun ia menjadi redaktur majalah Prosa. Kemudian tahun 1964-1970 ia menjadi redaktur penerbit Tjupumanik, tahun 1968-1979 ia menjadi redaktur Budaya Jaya.

Pada tahun 1966-1975 menjabat sebagai ketua Paguyuban Pengarang Sastra Sunda, dan memimpin penelitian pantun dan folklor sunda.

Baca Juga: Pecinta Seblak Merapat! Ini 5 Tempat Wisata Kuliner di Garut Buat Nyeblak Paling Hits dan Populer, Yuk Cobain!

Tahun 1967 Ajip menjadi dosen di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, 1965-1968 menjadi Direktur Penerbit Duta Rakyat.

Tahun 1973-1979, memimpin Ikatan Penerbit Indonesia, 1973-1981 menjadi ketua Dewan Kesenian Jakarta, 1978-1980 menjadi anggota staf ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Daud Jusuf.

Ajip memang tidak pernah sepi dari pekerjaan. Di tahun 1980 Ia pergi ke Jepang untuk menjadi guru besar tamu di Osaka Gaikokugu Daigaku, Guru Besar Luar Biasa di Kyoto Sangyo Daigaku, Tenri Daigaku, dan Osaka Gaidai.

Baca Juga: Persib Bandung vs Bali United. Pecahkan Rekor Baru, Kalahkan Serdadu Tridatu. Ini Strategi Luis Milla

Ajip memberikan hadiah sastra sunda Rancage untuk mengapresiasi kiprah para sastrawan dan budayawan daerah, yaitu Sunda dan Jawa, yang dimulai sejak tahun 1989, hingga kini yayasan tersebut masih berdiri dan menjadi ajang bergengsi.

Ajip bersama kawan-kawannya telah menyusun Ensiklopedi Kebudayaan Sunda tahun 2001. Ia menulis puisi, esey, cerpen, novel, drama, saduran, terjemahan, kritik, dan buku. Karya pertamanya, Tahun-Tahun Kematian, diterbitkan oleh Gunung Agung tahun 1955.

Buku antalogi puisi berjudul Pesta mendapat Hadiah Sastra Nasional BMKN tahun 1955/1956. Sejak karya pertamanya terbit, Ajip tak pernah absen dari percaturan sastra Indonesia.***

Editor: Dede Nurhidayat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x