Ia sangat dekat dengan kyai-kyainya, maka setelah lulus dirinya dinikahkan dengan Putri Kyai dan diberikan kepercayaan untuk mendirikan pesantren di desa Gontor.
Gontor adalah sebuah tempat yang terletak lebih kurang 3 km sebelah timur Tegalsari dan 11 km ke arah tenggara dari kota Ponorogo.
Pondok Gontor yang didirikan oleh Kyai Sulaiman Jamaluddin ini terus berkembang pesat dan dipimpin secara turun temurun hingga tiga generasi.
Pada generasi ketiga, pesantren Gontor dipimpin oleh Kyai Santoso dan mengalami sedikit kemunduran tidak seperti waktu-waktu sebelumnya.
Sepeninggal Kyai Santoso dengan seiring runtuhnya kejayaan Pondok Gontor Lama, masyarakat desa Gontor kehilangan pegangan, dari yang tadinya taat agama menjadi anti agama.
Baca Juga: Sumedang Terus Berkembang dan Maju Dalam Transformasi Digital
Mereka berubah menjadi masyarakat yang meninggalkan agama dan bahkan anti agama. Kehidupan mo-limo: maling (mencuri), madon (main perempuan), madat (menghisap seret), mabuk, dan main (berjudi) telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Ini ditambah lagi dengan mewabahnya tradisi gemblakan di kalangan para warok.
Demikian sejarah Pondok Gontor dan suasana kehidupan masyarakat setelah pudarnya Pondok Gontor lama.***