Kejahatan Perbankan Digital dan Investasi Bodong Marak, LPS Ingatkan Pentingnya Literasi Keuangan

31 Agustus 2023, 08:29 WIB
Ilustrasi digital pishing. LPS ingatkan masyarakat agar mewaspadai kejahatan perbankan digital serta pentingnya literasi keuangan.* /Tangkapan layar/instagram @ditjen.gtk.kemdikbud

KABAR PRIANGAN - Didi Suryadi, seorang pensiunan karyawan swasta, kini terpaksa pulang ke kampung halamannya di Ciamis. Didih yang terbiasa hidup berkecukupan pada saat bekerja di sebuah perusahaan swasta di Bandung, kini terpaksa hidup sederhana di kampung halamannya yang jauh dari gemerlapnya kota besar.

Sebagai seorang pensiunan dari sebuah perusahaan besar di Bandung, tentunya tak selayaknya pria yang kini berusia 60 tahun ini hidup dengan kondisi ekonomi yang morat-marit. Apalagi pesangon yang diterimanya sangat besar, yang bisa menunjang kehidupan ekonominya di hari tua.

Namun sayang, dia justru terjebak oleh investasi fiktif. Di tengah kebingungannya untuk memanfaatkan uang pesangon sebagai modal usaha, Didi tertarik dengan tawaran dari teman kerjanya yang sama-sama pensiun untuk menginvestasikan uang pesangonnya untuk pengembangan bisnis online.

Tawarannya memang sangat menarik. Bahkan di bisnis yang berlabel “Cari duit sambil rebahan” ini, awal-awal Didih mendapatkan keuntungan yang menggiurkan, yaitu 10 persen dari investasi yang ditanam.

Baca Juga: Bantu Tingkatkan Perekonomian Petani Ikan di Garut, PLN Gelar Saresehan Electifying Aquaculture

Awalnya, dia hanya investasi kecil-kecilan saja, yaitu Rp 1 juta saja. Bulan pertama dan kedua, dia sudah mendapatkan hasilnya. Didi kemudian meningkatkan investasinya lima kali lipat. Hasilnya pun lima kali lipat.

Mendapatkan hasil yang menggiurkan, dan melihat ada peluang keuntungan yang berlipat ganda di depan mata, maka tanpa ragu-ragu dia menginvestasikan lebih dari separuh uang pesangonnya.

Dia sudah membayangkan, bulan depan akan mendapatkan 10 persen dari nilai investasi yang ditanamnya atau senilai empat kali lipat dari gaji yang diterimanya saat bekerja. Namun perkiraannya meleset.

Bulan berikutnya, dia hanya mendapatkan tak lebih dari Rp 2 juta saja. Alasannya, pencairan di bank tertunda. Saat Didi terus menanyakan, dia hanya mendapatkan janji-janji manis. Didi mulai panik, dan menghubungi teman kerja yang mengajaknya berinvestasi di usaha itu.

Baca Juga: Dua Raksasa Basket Dunia Bakal Bentrok pada Babak Kedua FIBA World Cup 2023, Spanyol Harus Hadapi Kanada

Rupanya, temannya pun bernasib sama. Tapi dia masih beruntung karena uang yang disetorkan tak sebesar yang disetorkan oleh Didi. Setelah berusaha kesana kemari untuk menarik kembali uangnya, ternyata dia tak sendirian. Puluhan bahkan ratusan orang bernasib sama dengan Didi.

Ya, Didi dan banyak orang lainnya terjebak investasi fiktif karena tergiur oleh jargon “Cari duit sambil rebahan”. Akhirnya, Didi pulang kampung ke Ciamis, karena biaya hidup di Kota Bandung terlalu tinggi buat seorang pensiunan seperti dirinya. Kini, dia hanya mengandalkan sisa uang pesangonnya yang tinggal sedikit.

Lain Didi, lain pula yang dialami oleh Heru, seorang karyawan swasta yang tinggal di Kota Tasikmalaya. Bertahun-tahun Heru menyisihkan uang gajinya untuk biaya pernikahan putri semata wayangnya.

Namun uang tabungan yang sudah mencapai Rp 80 juta itu raib dalam sekejap gara-gara bapak berputri satu ini menerima pesan dari nomor Whatsapp seorang kenalannya yang berupa aplikasi yang dikemas dalam bentun undangan pernikahan digital.

Baca Juga: Perusakan Masjid Al Hidayah Panglayungan Tasikmalaya Diselidiki, Pemuda yang Diduga Merusak Melarikan Diri

Kala itu, pria yang menjabat sebagai salah satu manajer di sebuah perusahaan swasta ini sedang mengikuti rapat di kantornya. Saat ada pesan, dia melihat ada undangan pernikahan dari kenalannya.

Tanpa curiga, pria yang berusia 45 tahun ini langsung mengklik pesan tersebut yang ternyata berupa file yang telah disusupi malware. Karena dalam suasana rapat, dia belum menyadari bahwa hapenya telah dihack oleh orang lain.

Heru baru menyadari hal itu setelah rapat usai. Ketika dia melihat kembali pesan dari kenalannya, barulah dia tersadar bahwa dirinya telah menginstal malware di hapenya yang memungkinkan orang lain dapat mengakses seluruh informasi di hapenya, termasuk m-banking.

Heru pun buru-buru ke ATM untuk mengecek saldo di rekeningnya sekaligus berniat mengganti pin ATM-nya. Namun apa lacur, uangnya ludes tak bersisa. Hasil jerih payah menabung bertahun-tahun, hilang dalam sekejap gara-gara dia tak sadar telah menerima pesan dari kenalannya. Dan ketika pria asal Jawa Tengah ini menghubungi kenalannya itu, ternyata nomor ponsel kenalannya itu telah dihack orang.

Baca Juga: Klub Liga Spanyol Terancam Tidak Bisa Tampil di Kompetisi Eropa. Komite Disiplin FIFA Beri Sanksi Rubiales

Kasus investasi fiktif seperti yang dialami oleh Didi Suryadi, dan juga kasus kejahatan digital seperti yang menimpa Heru, memang tengah menghantui dunia investasi dan perbankan saat ini. Kita pun mungkin belum lupa dengan kasus robot trading tahun lalu yang menyeret nama sejumlah Crazy Rich ke dalam penjara karena terlibat investasi bodong.

Ratusan bahkan ribuan orang mengalami kerugian hingga miliaran rupiah gara-gara investasi fiktif atau investasi bodong ini. Caranya, bisa dilakukan secara konvensional, seperti yang dialami oleh Didi Suryadi, juga bisa dilakukan dengan cara canggih, seperti robot trading yang dilakukan oleh Infra Kenz dan beberapa Crazy Rich lainnya.

Saat ini pun, masyarakat pun tengah dihantui oleh kejahatan perbankan digital berupa Skimming, Phising, hingga carding. Dampaknya, sebagian masyarakat mulai gamang untuk menitipkan uangnya di bank. Mereka takut menjadi korban kejahatan perbankan digital.

Seperti yang diakui oleh Novi, salah seorang ibu rumah tangga. Menurut Novi, awalnya dirinya sangat terbantu dengan beragam fasilitas m-banking karena segala layanan dapat dilakukan melalui ponsel.

Baca Juga: Wabup Garut: Anggaran Perjalanan Dinas ke Luar Negeri Rp784 Juta untuk Program Magang Warga Miskin

Namun karena saat ini kejahatan perbankan digital begitu marak dan banyak orang yang secara tak sadar telah menjadi korban, dirinya akhirnya mengalihkan dana tabungannya ke dalam bentuk lain.

“Ya, uang yang disimpan di bank hanya untuk operasional sehari-hari, sementara tabungan kami yang cukup besar kami simpan dalam bentuk lain yang lebih aman, seperti kami investasikan dalam bentuk emas,” kata dia.

Edukasi kejahatan siber

Atas maraknya kasus kejahatan perbankan digital, Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Didik Madiyono terus mengimbau kepada masyarakat agar tidak mudah tergoda dengan berbagai modus kejahatan siber.

Sebagai contoh, masyarakat harus menyadari bahwa informasi data pribadi yang digunakan dalam bertransaksi baik melalui platform digital ataupun e-commerce harus dijaga dengan baik.

Baca Juga: RSUD Garut akan Gelar Operasi Bibir Sumbing Gratis, Catat Waktunya

Hal tersebut menurutnya sangat penting, terlebih di saat pembayaran digital yang terus meningkat seiring inovasi sistem pembayaran nasional, dan pertumbuhan ekonomi digital termasuk di dalamnya bank digital.

“Di samping perkembangan digitalisasi yang pesat, kita juga perlu menyadari beberapa risiko atas tren digitalisasi tersebut seperti risiko serangan siber, kebocoran data sensitif, serta bentuk-bentuk risiko operasional lainnya yang terkait dengan sistem informasi dan teknologi,” ujarnya di acara Jateng Digital Conference di Solo, awal tahun lalu.

Didik Madiyono membeberkan data, selama tahun 2022 terjadi transaksi uang elektronik di Indonesia sebanyak 6,9 miliar kali transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp408 triliun. Tren kenaikan tersebut juga secara konsisten masih terjadi pada hingga pertengahan tahun 2022 baik secara volume maupun nilai.

“Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat semakin nyaman untuk menggunakan transaksi secara digital yang dianggap lebih praktis, mudah, dan aman,” tambahnya.

Baca Juga: Atasi Pandemi dengan Teknologi (PIKOBAR)

Penting diketahui, perbedaan utama bank digital dan bank non-digital hanya pada delivery channel. Namun, dalam hal regulasi dan peran penjaminan simpanan LPS, tidak terdapat perbedaan perlakuan antara bank digital dengan bank non-digital.

“Sehingga, LPS sesuai amanat undang-undang tetap akan menjamin simpanan nasabah pada bank digital, dengan tetap melihat kriteria 3T, yaitu Tercatat pada pembukuan bank, Tingkat bunga simpanan yang diterima nasabah tidak melebihi bunga penjaminan, dan Tidak terindikasi melakukan fraud,” katanya.

Literasi keuangan

Sementara itu menyikapi masih banyaknya masyarakat yang terjebak dalam investasi bodong, LPS berkali-kali mengedukasi dan menyosialisasikan pentingnya literasi keuangan kepada masyarakat.

Dalam Workshop bersama pemimpin redaksi media se Jawa Barat, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengajak insan media untuk terus menyebarluaskan informasi tentang pentingnya literasi keuangan atau pemahaman masyarakat tentang keuangan atau jasa keuangan.

Baca Juga: Bukan Hanya di Bandung, Ini 4 Tempat Wisata di Jawa Barat yang Mengusung Konsep Ala Negeri Dongeng

Begitupun saat berkunjung ke Universitas Bina Nusantara beberapa waktu lalu, LPS mendorong pentingnya literasi keuangan di masyarakat, utamanya di kalangan generasi muda.

Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, LPS bersama dengan anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang lain seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan bertanggung jawab untuk meningkatkan literasi keuangan kepada generasi muda.

“Akses ke jasa keuangan besar, tetapi literasi keuangan belum begitu bagus. Oleh karenanya, masih banyak masyarakat yang tertipu investasi bodong,” kata Purbaya.

Menurutnya, masih banyaknya masyarakat yang tertipu oleh investasi bodong karena memang literasi keuangan atau pengetahuan kita mengenai keuangan belum cukup bagus.

Baca Juga: Bakal Syuting di Garut! Maudy Ayunda dan Kim Bum Dikabarkan Beradu Akting Jadi Pasutri di 'Tanah Air Kedua'

“Apa yang kita hadapi saat ini adalah inklusi keuangan tinggi, namun literasi keuangan masih perlu ditingkatkan,” katanya.

“Kami menginginkan masyarakat yang memiliki akses keuangan yang luas disertai dengan pemahaman yang baik atas risikonya, untuk mewujudkan sistem keuangan yang inklusif sangat diperlukan peningkatan literasi keuangan di masyarakat, terutama di kalangan generasi muda,” ujarnya.

Ia menjelaskan, banyak manfaat yang didapat dari meningkatnya literasi keuangan di masyarakat khususnya bagi generasi muda, antara lain masyarakat mampu memilih dan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai kebutuhan.

“Kemudian memiliki kemampuan dalam melakukan perencanaan keuangan dengan lebih baik dan yang terpenting dapat terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas,” katanya.

Baca Juga: Tidak Perlu Jauh-jauh ke Eropa, Ini 4 Destinasi Wisata Salju di Indonesia yang Wajib Dikunjungi pas Liburan

Purbaya juga berharap agar literasi keuangan yang baik pada akhirnya dapat menjadi budaya, dan dapat membentuk karakter yang terbiasa untuk berinvestasi sesuai risiko, khususnya untuk generasi muda.

“Selain budaya menabung, kita juga bisa menyisihkan sebagian uang kita untuk berinvestasi. Namun satu hal penting, khususnya bagi mahasiswa, ketika ingin melakukan investasi, kita perlu mengetahui konsep dasar berinvestasi yaitu risk-return trade off atau semakin tinggi return maka akan berbanding dengan semakin tinggi risiko,” katanya.

“Pengetahuan mengenai instrumen investasi yang paling cocok dan aman bagi para calon investor juga sangat penting,” jelasnya.

Purbaya juga menjelaskan, pada dasarnya menabung dan investasi adalah dua konsep yang berbeda. Menurutnya, tabungan secara konsep merupakan porsi pendapatan yang tidak habis dikonsumsi, sementara investasi adalah pembelian suatu asset yang ditujukan untuk meningkatkan pendapatan.

Baca Juga: Pemdaprov Jabar Wujudkan E-Office yang Lebih Mudah, Aman dan Efisien Melalui SIDEBAR

Dia pun berpesan, jika ingin melakukan investasi dengan baik, maka masyarakat juga perlu mengetahui dampak atas berbagai faktor ekonomi yang berpengaruh terhadap instrumen investasi.

“Contohnya, kenaikan pertumbuhan ekonomi akan berdampak kenaikan harga saham, SUN dan Rupiah. Sementara pelemahan nilai tukar akan berdampak penurunan ke pasar saham dan pasar SUN,” katanya.

“Intinya, kalian bisa berinvestasi dan bisa berhasil, jangan takut untuk berinvestasi. Namun yang paling penting, pahami dan pelajari dulu ilmunya, ibaratnya jangan bertempur ke medan tempur tanpa senjata,” pungkasnya.***

Editor: Zulkarnaen Finaldi

Tags

Terkini

Terpopuler