"Pelaku genosida selalu memandang korbannya orang jahat tapi melihat dirinya sendiri sebagai orang yang benar, persis seperti cara Nazi dalam memandang Yahudi," tulis Raz Segal, profesor holocaust pada Stockton University di Amerika Serikat, dalam laman The Guardian.
Segal mengkritik standar ganda Israel dan elite Barat yang menjadi advokat mereka dalam memandang Holocaust.
Banyak intelektual Barat dan Yahudi yang berpikiran seperti Segal, dan salah satunya adalah jurnalis terkenal Amerika Masha Gessen. Gessen, yang merupakan seorang Yahudi, menyamakan Jalur Gaza dengan Getho Yahudi yang didirikan Nazi Jerman untuk mengisolasi warga Yahudi di wilayah-wilayah Eropa yang diduduki Nazi.
Esai yang Membuka Mata Dunia
Dalam sebuah esai diterbitkan New Yorker yang membuat marah Israel dan banyak tokoh Yahudi di seluruh dunia, Gessen berpendapat bahwa memandang Holocaust sebagai peristiwa tunggal atau eksklusif bukan sekadar keliru tetapi juga menghalangi umat manusia untuk mengambil pelajaran dari peristiwa tersebut. Padahal, bagian ini penting untuk mencegah terjadinya genosida terulang kembali
Suara-suara kritis yang berusaha untuk melihat secara jujur semua isu yang dikemukakan oleh Gessen dan Segal, termasuk upaya untuk mengkaji secara objektif penderitaan rakyat Palestina, dibungkam atau diasingkan oleh Israel dan Barat.
Gessen yang sudah diundang ke Jerman untuk menerima Anugerah Hannah Arendt pun diboikot oleh pemerintah kota Bremen yang menyelenggarakan anugerah itu.
"Banyak rabi dan intelektual Yahudi yang enggan membicarakan perdamaian karena khawatir dikucilkan dari keluarga, sinagog atau kehilangan dukungan dana dari organisasi-organisasi nirlaba," tulis Elliot Kukla, seorang rabbi atau pendeta Yahudi di Oakland, Amerika Serikat, pada 17 November 2023 dalam Los Angeles Times.
Bahkan di Amerika Serikat dan banyak negara Barat, organisasi lobi Yahudi yang sangat kuat berkuasa, aktif melabeli siapa pun yang mengkritik kebijakan pemerintah Israel dengan label anti-Yahudi.