Delapan Santriwati Asal Garut yang Jadi Korban Rudapaksa Oknum Guru, Hamil dan Sudah Melahirkan

9 Desember 2021, 20:52 WIB
Ketua P2TP2A Garut, Diah Kurnisari, menyampaikan pernyataan terkait kasus rudapaksa yang menimpa 11 santri asal Garut saat menimba ilmu di salah satu pesantren di Bandung.* /Kabar-Priangan.com/Aep Hendy

KABAR PRIANGAN -  Sebanyak delapan dari jumlah total 11 santriwati asal Kabupaten Garut yang menjadi korban rudapaksa oknum guru pesantren di Bandung, diketahui hamil dan sudah
melahirkan anaknya. Kini kedelapan bayi tersebut diurus oleh orangtua para korban.

"Ada delapan dari 11 korban dari Garut yang hamil dan kini sudah melahirkan anaknya akibat perbuatan bejat oknum guru di pesantren yang ada di Bandung tersebut,"  ujar Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari.

Diah menggelar konferensi pers di Kantor P2TP2A Garut, Jalan Patriot, Kecamatan Tarogong Kidul, Kamis, 9 Desember 2021.

Baca Juga: Dari 12 Santriwati yang Jadi Korban Perkosaan Oknum Guru, 11 Diantaranya Berasal dari Garut

"Meski pada awalnya ada sejumlah orangtua korban yang tak mau mengurus bayi tersebut, tetapi pada akhirnya seluruh orangtua dari korban mau memelihara dan mengurus bayi-bayi tersebut," kata Diah.

Dikatakan Diah, para korban rata-rata berusia 13 tahun atau masih di bawah umur. Aksi bejat oknum guru pesantren tersebut sudah dilakukan sejak lama yakni sejak tahun 2013. Bahkan  salah satu korban sudah mempunyai dua anak dari hasil perbuatan bejat oknum guru itu.

Pengungkapan kasus ini, kata Diah, berawal pada Juni 2021 ketika pihaknya menerima laporan dari seorang kepala desa dan orangtua santri terkait kasus dugaan pencabulan terhadap beberapa anak warga desanya yang menjadi santri di sebuah pesantren di Bandung.

Baca Juga: Kasus Oknum Guru Pemerkosa 12 Santriwati, Ini Alasan Polda Jabar Tidak Lakukan Rilis

Sebelumnya, kepala desa sudah melaporkan kasus tersebut ke Polda Jabar. Kemudian, tutur Diah, pihaknya langsung berkoordinasi dengan jajaran Polda Jabar yang juga menindaklanjuti laporan kepala desa dan warga yang jadi orangtua santri.

Dari hasil penyelidikan Polda Jabar, diketahui jumlah korban seluruhnya ada 21 orang dan 11 di antaranya merupakan santri asal Garut.

Karena tak semua santri yang menjadi korban asusila sang oknum guru berasl dari desa yang sama, maka saat itu belum seluruh oirang tua santri mengetahui nasib yang telah menimpa anak mereka.

Baca Juga: Panglima Santri Sikapi Kasus Predator Anak yang Memperkosa 12 Santriwati di Bandung

Hingga akhirnya P2TP2A Garut berinisiatif memanggil para orangtua korban untuk diberitahu masalah yang telah menimpa anak-anak mereka. "Proses penyampaian informasi kepada para orang tua pun tak begitu saja kami lakukan tapi dengan menggunakan tim psikolog," ujar Diah.

Mendengar musibah yang telah menimpa anak mereka, tentu saja para orangtua santri itu merasa syok. Tetapi setelah diberi pemahaman dan pendampingan tim psikolog, mereka akhirnya bisa menerima kejadian ini sebagai sebuh musibah.

Diungkapkan Diah, dengan bantuan pihak Polda Jabar, beberapa hari kemudian para korban berhasil dijemput dari pondok pesantren dan langsung dibawa ke Rumah Aman P2TP2A Garut. Di tempat ini pula para korban kemudian dipertemukan langsung dengan orangtua mereka.

Baca Juga: Oknum Guru Pemerkosa 12 Santriwati di Bandung, Kemenag-KPAI-Polda Jabar Lakukan Langkah-langkah Ini

Untuk memastikan para orangtua dan korban bisa kuat menerima musibah yang nereka alami, pihak P2TP2A Garut pun terus melakukan pendampingan psikolog secara berkelanjutan.

"Sementara tim penyidik Polda Jabar mulai melengkapi berkas perkara dengan memeriksa para korban di rumah aman P2TP2A yang prosesnya berlangsung selama beberapa hari," ujar Diah.

Diah juga menerangkan, setelah berkas pemeriksaan dirasa cukup, tim penyidik Polda Jabar kemudian melakukan penangkapan terhadap pelaku yang juga ternyata berasal dari Garut.

Baca Juga: Predator Anak yang Memperkosa 12 Santriwati Terancam 20 Tahun Penjara. Ini Permintaan Wali Kota Bandung 

Setelah pelaku diamankan, P2TP2A Garut fokus melakukan pendampingan terhadap para korban yang semuanya telah berhasil dibawa keluar dari pesantren tersebut.

"Selain pendampingan psikolog serta kesehatan, kami juga melakukan pendampingan agar para korban yang masih usia sekolah bisa kembali masuk sekolah bahkan ada di antranya yang melanjutkan kuliah," ujarnya.

"Pemantauan terhadap para korban terus dilalukan melalui komunikasi dengan orangtua
korban dan korban," ucap Diah.

Baca Juga: Korps PMII Kota Bandung Tuntut Pelaku Kekerasan Seksual terhadap 12 Santriwati Dihukum Berat

Masih menurut Diah, komunikasi dengan para orangtua korban dan korban hingga saat ini masih terus dilakukan. Apalagi setiap kali persidangan yang memerlukan kehadiran korban, P2TP2A Garut selalu memfasilitasi keberangkatan para korban sambil memantau perkembangan mereka.

Diakuinya, pada masa-masa awal penanganan kasus ini, para korban menghadapi tekanan berat hingga muncul trauma. Namun, tim psikologi P2TP2A Garut terus melakukan terapi psikologi hingga saat ini para korban sudah mulai bisa kembali ke masyarakat.

"Kami sangat berharap agar para pihak bisa tetap menjaga identitas anak-anak yang menjadi korban agar terhindar dari stigma di masyarakat," ujarnya.

Baca Juga: Sidang Lanjutan Kasus Kace di PN Ciamis, Jaksa Pilih Menjawab Eksepsi Besok Jumat. Ini Alasannya

"Terus terang dengan ramainya pemberitaan kasus ini sekarang, kami khawatirkan malah membuat kondisi psikologis anak tertekan dan hilang kepercayaan diri, apalagi jika sampai identitasnya terungkap," kata Diah.*

Editor: Arief Farihan Kamil

Tags

Terkini

Terpopuler