KABAR PRIANGAN - Angka kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Tasikmalaya terus bertambah hingga Bulan Mei 2022 ini.
Berdasarkan data di Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, sejak Januari 2022 hingga 10 Mei 2022, tercatat 736 kasus DBD di Kota Tasikmalaya.
Dari total kasus DBD tersebut, sebanyak 14 orang pasien DBD warga Kota Tasikmalaya dilaporkan meninggal dunia.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya Uus Supangat membenarkan, penambahan kasus positif Covid-19 di Kota Tasik masih terus terjadi dengan kasus kematian yang cukup tinggi.
"Data dari Januari hingga hari ini kasusnya mencapai 736 kasus dan sudah ada 14 orang yang meninggal akibat DBD ini," ujar Uus, Selasa 10 Mei 2022.
Dari angka kasus tersebut lanjut Uus, menjadikan Kota Tasikmalaya berada di 10 besar kota dengan kasus DBD tertinggi secara nasional.
"Bahkan untuk kasus kematiannya dengan jumlah 14 kasus tersebut, menjadikan Kota Tasikmalaya kota dengan kasus kematian DBD tertinggi se-Indonesia," jelasnya.
Sehingga lanjut dia, untuk dikatagorikan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD, di Kota Tasik ini memang secara angka sudah harus KLB DBD.
"Namun kan yang harus menetapkan KLB atau tidak itu kewenangan kepala pemerintahan karena menyangkut berbagai aspek salahsatunya anggaran," ujar Uus.
Baca Juga: Dijual Teman Lelakinya ke Sopir Truk Rp300 Ribu, Gadis Remaja di Garut Lapor Polisi
Menurut Uus, kasus DBD masih akan terus terjadi mengingat saat ini curah hujan di Kota Tasik masih cukup tinggi.
Apalagi kata Uus, DBD saat ini sudah tidak lagi pandemi akan tetapi sifatnya sudah endemi.Artinya potensi munculnya DBD sudah tidak tergantung musim karena bisa terjadi kapan saja.
Sehingga kata dia, sepanjang tahun potensi DBD di Kota Tasikmalaya pasti ada selama kesadaran masyarakat terhadap pola hidup bersih masih kurang.
Dan genangan air yang menjadi tempat nyamuk bersarang masih ada sehingga populasi nyamuk DBD tetap tinggi.
"Makanya selama tingkat kesadaran masyarakat melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) belum menguat, nyamuk akan terus berkembang biak, jadi tidak lagi tergantung musim," kata dia.
Selain itu kata Uus, penyebab tingginya angka kematian kasus DBD di Kota Tasik, disebabkan karena tidak terdiagnosa dari awal.
Baca Juga: Seorang Pengacara di Kota Tasikmalaya Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Kamar Mandi
"Sebenarnya DBD ini kan penyakit yang bisa diobati. Namun jika tidak terdiagnosa dari awal atau setelah terjadi pendarahan kemudian rembes ke pembuluh darah dan tidak ketahuan, akibatnya fatal,” katanya.
Untuk wilayah endemik DBD di Kota Tasik ujar Uus, jika dilihat dari tabelnya, masih berada di kisaran pusat kota seperti di Kecamatan,Tawang, Cipedes dan Cihideung.
Di kawasan ini, kata dia, karakter masyarakatnya yang cuek, kurang memperhatikan lingkungan, bangunan yang padat, dan lainnya.
Baca Juga: Tersebar Foto Mesra yang Diduga Dilakukan Dua Oknum Kades di Wado Sumedang
Namun demikian kata dia, sejauh ini pemerintah sudah melakuka berbagai upaya pencegahan seperti menjalankan gerakan satu rumah satu jumantik.
Dengan gerakan juru pemantau jentik tersebut, setiap rumah bisa melaporkan ke RT/RW atau ke Puskesmas secara berjenjang.
Atas masih tingginya kasus DBD di Kota Tasik, Uus mengimbau, masyarakat harus meningkatkan kesadaran menjaga kebersihan khususnya memantau tempat yang bisa menjadi sarang nyamuk.
Baca Juga: Soal Foto Mesra, Oknum Kades di Sumedang: Saya Minta Maaf, Saya Khilaf
Setelah itu, upaya 3M (menguras, menutup, dan mangubur) tempat bersarang nyamuk harus terus ditingkatkan. "3M plus, plusnya itu memberikan lotion anti nyamuk," ujarnya.***