KABAR PRIANGAN - Angka kasus kekerasan terhadap anak di Kota Tasikmalaya cenderung meningkat. Dari data yang ada di Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya tahun 2022, kasus kekerasan terhadap anak di kota ini mencapai 22 kasus.
Berdasar laporan yang masuk ke KPAD Kota Tasikmalaya, kasus kekerasan pada anak di Kota Tasikmalaya sejak Januari hingga Agustus 2022 terdapat 22 kasus.
"Itu yang masuk laporan kepada kami, yang tidak masuk diluar sana mungkin saja masih banyak," ujar Ketua KPAD Kota Tasikmalaya Eki Sirojul Baehaqi seusai menghadiri Peringatan Hari Anak Nasional Tingkat Kota Tasikmalaya, di Mall Transmart Tasikmalaya, Kamis 11 Agustus 2022.
Baca Juga: Persikotas Kota Tasikmalaya Diakuisisi Pengelola Baru, Siap Arungi Kompetisi Liga 3 PSSI Jabar
Bahkan, lanjut Eki, dari laporan yang masuk ke KPAD Kota Tasikmalaya terkait terjadinya kekerasan pada anak, beberapa diantaranya berujung pada urusan hukum di kepolisian.
"Dari jenis kasusnya masih didominasi kekerasan seksual dan kekerasan fisik yang terjadi di lingkungan sekolah. Kalau dipresentasikan kasus pelecehan seksual sekitar 30 persen dan sisanya perilaku kekerasan," ujar Eki.
Eki menyebutkan, kekerasan terhadap anak di sekolah biasanya dilakukan oleh sesama siswa yang motifnya ada yang membuat korban menderita autis, sehingga anak tersebut memiliki referensi tertentu yang menyasar kelompok perempuan.
Baca Juga: Kapolri Bubarkan Satgasus Merah Putih, Organisasi Non Struktural yang Dipimpin Ferdy Sambo
Ada juga motifnya yang terlepas bercanda atau bukan yaitu mengajak melakukan hubungan seksual, sehingga ketika pihak yang diajak itu tidak mau maka disitulan terjadilah kekerasan.
"Kasus-kasus seperti itu rata-rata terjadi pada jenjang usia sekolah menengah pertama. Bahkan kasus yang menimpa siswa sekolah dasar juga ada namun relatif sedikit," ujarnya.
Eki menuturkan, dibandingkan tahun sebelumnya, kasus kekerasan terhadap anak di Kota Tasikmalaya cenderung meningkat. Tahun sebelumya angkanya belasan kasus, saat ini sudah melebihi 20 kasus. "Bahkan secara kuantitas lebih tinggi dan berpotensi ada kasus-kasus lain yang tidak dilaporkan," ujar Eki.
Pengaruh teknologi menjadi paling dominan. "Ketika kita mencoba menurunkan psikolog, ternyata hasil assesment yang dilakukan menunjukkan bahwa anak itu dipengaruhi dari paparan dari smartphone. Akibat seringnya si anak mengonsumsi tayangan-tayangan yang tidak layak untuk dilihat sehingga anak tersebut mencontoh terhadap apa yang dia lihat tadi," katanya.
Dengan kondisi tersebut, lanjut Eki, KPAD Kota Tasikmalaya meminta kepada pemerintah untuk lebih serius membuat program perlindungan terhadap anak. Ia meminta agar Pemerintah Kota Tasikmalaya mencanangkan sekolah ramah anak.
Bahkan meminta pencanangan sekolah ramah anak segera ditindaklanjuti oleh dinas terkait yaitu Dinas Pendidikan dan Dinas PPKBP3A Kota Tasikmalaya.
"Kami munculkan perlunya sekolah ramah anak karena ini menjadi sangat penting. Karena berdasarkan hasil analisisa, kekerasan terhadap anak yang terjadi di Kota Tasikmalaya rata-rata terjadi di lingkungan sekolah dan juga kebanyakan dilakukannya oleh anak-anak yang masih usia sekolah," katanya.
Perlunya membuat sekolah ramah anak, lanjut Eki, untuk membangun sekolah yang mampu memberikan keramahan, kenyamanan, dan keamanan terhadap anak yang harus dilakukan secara sistemik dan terintegrasi.
"Katanya sih memang sudah ada upaya sekolah yang dijadikan sekolah ramah anak, namun dalam implementasinya belum merepresetatifkan sekolah yang betul-betul ramah anak. Buktinya kekerasan kepada anak masih kerap terjadi dan mitigasi risiko akibat kekerasan pada anak tersebut juga belum siap di sekolah Kota Tasikmalaya," tuturnya.*