Sengketa Pilkada Kabupaten Tasikmalaya 2020, Putusan MK Bersifat Final dan Mengikat

- 20 Maret 2021, 06:00 WIB
Hendrayana SH, MH,
Hendrayana SH, MH, /DOK PRIBADI/

KABAR PRIANGAN - Putusan majelis hakim Mahkamah Konstitusi atas gugatan sengketa Pilkada Kabupaten Tasikmalaya 2020 bersifat final dan mengikat.

Hal itu dikatakan advokat Hendrayana SH, MH, dari Kantor Hukum Hendra, Djati, dan Santoso (HDS) menanggapi ditolaknya gugatan sengketa Pilkada Kabupaten Tasikmalaya 2020 yang diajukan pasangan calon Nomor Urut 4 Iwan Saputra-Iip Miptahul Paoz.

Dengan putusan MK tersebut, kata Hendrayana, maka tak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan Pasangan Calon Iwan-Iip.

Baca Juga: Sah! MK Tolak Gugatan Iwan-Iip, Ade-Cecep Melenggang ke Gebu

Dengan ditolaknya gugatan Iwan-Iip yang sebelumnya memohon untuk dilakukan diskualifikasi dan pemungutan suara ulang (PSU) oleh MK, secara otomatis pasangan Ade-Cecep menang dan akan segera dilantik menjadi Bupati-Wakil Bupati Tasikmalaya.

"Memang putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat sehingga tak ada upaya hukum lain yang bisa dilakukan Pasangan Calon Iwan-Iip," ujar Hendrayana.

Seperti diberitakan, dalam putusan itu, hakim MK menyatakan permohonan pemohon tidak memenuhi syarat Undang-Undang Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.

Baca Juga: Polling Wali Kota Banjar, Dimyati ‘Anak Ajaib’ Posisi Teratas

UU tersebut menyebutkan, syarat gugatan ke MK adalah selisih suara dalam pilkada kurang dari 0,5 persen atau maksimal 4.792 suara.

Adapun dalam Pilkada Kabupaten Tasikmalaya 2020, pasangan calon bupati-wabup peraih suara terbanyak (Ade-Cecep) adalah 315.332 suara, sedangkan perolehan suara pemohon (Iwan-Iip) 308.259 suara.

Dengan demikian perbedaan perolehan suara adalah 7.073 (0,73 persen) atau lebih dari 4.792 suara.

Baca Juga: Drama Penipuan di Jakarta Timur, Berakhir di Wilayah Polres Garut

Menurut Hendrayana, dengan alasan-alasan hukum yang disampaikan hakim MK tersebut berarti MK kembali menjadikan Pasal 158 UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 sebagai landasan untuk memeriksa dan memutus sengketa Pilkada.

Selain jika terbukti di persidangan adanya pelanggaran/kecurangan yang dilakukan  secara terstruktur, sistematis, dan masif.

"Aturan ambang batas tertuang dalam Pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi UU,” kata dia.

Baca Juga: Warga Perantau dari Zona Merah Diminta Jangan Dulu Mudik; Kalau Maksa Harus Isolasi Mandir

Dia menjelaskan, ketentuan ini menegaskan rasio selisih suara pemilihan kepala daerah sebagai syarat utama mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara di MK.

“Permohonan yang diterima harus memiliki selisih suara 0,5 persen-2 persen dari total suara yang sah hasil penghitungan tahap akhir yang ditetapkan KPU provinsi atau KPU kabupaten/kota," ujar advokat yang biasa beracara menangani sengketa pilkada di berbagai daerah di Indonesia itu.

Menurut ketentuan itu, lanjut Hendra, selisih paling banyak untuk dapat menggugat hasil pemilihan gubernur di provinsi dengan jumlah penduduk sampai 2 juta jiwa ialah 2 persen dari total suara.

Baca Juga: Disebut Lumpuh Usai Divaksin, Ternyata EK Punya Urat Kejepit Sejak 2008

Kemudian untuk provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta jiwa, gugatan pilkada bisa diajukan jika selisih perolehannya tidak melebihi 1,5 persen dari total suara sah.

Adapun untuk provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-12 juta jiwa, gugatan pilkada bisa diajukan jika selisih perolehannya di bawah 1 persen dari total suara sah.

Selanjutnya untuk provinsi dengan populasi 12 juta jiwa, gugatan pilkada bisa diajukan jika selisih suaranya tidak melebihi 0,5 persen dari total suara sah.

Baca Juga: Ada Dugaan Kejanggalan di RSUD Kawali Ciamis, Forum Pemerhati Kesehatan Ciamis Konsultasi ke Kejari

"Untuk tingkat kabupaten/kota dengan jumlah penduduk hingga 250 ribu jiwa, syarat mengajukan gugatan pilkada ialah selisihnya di bawah 2 persen dari total suara sah," ujar Hendrayana.

Sedangkan bagi kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 250 ribu-500 ribu jiwa, gugatan pilkadanya bisa diajukan jika selisihnya di bawah 1,5 persen dari total suara sah.

Kemudian untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa, gugatan pilkadanya bisa diajukan jika selisihnya paling banyak 1 persen dari total suara sah.

Baca Juga: Kursi Wakil Ketua DPRD Kota Banjar Dibiarkan Kosong, Gerindra Belum Bersikap

"Terakhir untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk di atas 1 juta jiwa, gugatan pilkadanya bisa diajukan jika selisihnya di bawah 0,5 persen dari total suara sah. Dan Kabupaten Tasikmalaya masuk yang terakhir ini," kata Hendrayana.***

 

Editor: Zulkarnaen Finaldi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x